Image1

Makalah Gerakan Ikhwanul Muslimin Hasan Al-Banna


Ikhwanul Muslimin |
Gerakan Ikhwanul Muslimin Hasan Al-Banna


Pendahuluan
Masyarakat yang ideal disebut umat. Menggantikan semua konsep semacamnya dalam berbagai bahasa dan budaya menunjuk pada pengelompokan manusia atau masyarakat seperti “masyarakat”, “ bangsa”, “rakyat”, “suku”, dan lain sebagainya, itulah kata umat, kata yang sarat dengan semangat progresif  serta mengandung pandangan sosial yang dinamis, komit dan ideologis.
 Kata umat berasal dari kata amm, yang bermakna jalan dan maksud. Dengan demikian, umat ialah suatu masyarakat dimana sejumlah perorangan yang mempunyai keyakinan dan tujuan yang sama, menghimpun diri secara harmonis dengan maksud untuk bergerak ke arah tujuan bersama.
Ungkapan-ungkapan lain yang dimaksudkan untuk pengelompokan manusia atau masyarakat sama mempergunakan kriteria hubungan darah, tanah atau kesejahteraan materil. Tetapi, dengan memilih kata umat, Islam telah menggariskan pertanggungjawaban intelektual serta gerakan bersama sebagai landasan filsafat sosialnya.
Kerangka dasar umat adalah ekonomi, karena “ barang siapa tidak menghayati kehidupan duniawi maka dia pun tidak akan mengalami kehidupan batiniah “, system sosialnya didasarkan atas kesamaan dan keadilan serta hak milik yang ditempatkan di tangan rakyat, atas kembangkitan kembali “system Habil”, yakni masyarakat yang ditandai oleh kesamaan manusia dan arena itu pula ditandai oleh pesaudaraan, masyarakat tanpa kelas. Ini merupakan prinsip asasi, bukan tujuan, sebagaimana halnya pada  social barat, yang pandangannya tetap saja borjuasi barat.
Filsafat politik dan pemerintahan umat bukan demokrasi dengan perhitungan kepala, bukan liberalisme tanpa tanggung jawab dan tanpa arah, bukan permainan kekuatan-kekuatan social yang langsung berlawan, bukan pula aristokrasi busuk, bukan kediktatoran anti rakyat, bukan oligarki angkatan sendiri. Tetapi ia terdiri atas “kesucian kepemimpinan” (bukan sang pemimpin, karena ia akan mengarah kepada fasisme), kepemimpinan yang komit dan revolusioner, bertanggung jawab untuk merealisasikan fitrah suci manusia sesuai dengan rencana kejadiannya. Inilah makna imamah sejati[1] 
Maka dari suatu gerakan memberikan suatu titik balik untuk membangun suatu ummat yang tanpa memberikan sistem kelas dalam suatu sistem masyarakat. Merujuk dari itu, baik dalam  al-Qur'an maupun al-hadist tidak pernah menyampaikan atau memberikan suatu informasi yang spesifik mengenai pembentukan suatu negara atau bangsa, baik dari tata pemerintahan , pengangkatan imam dan lain sebagainya, kecuali hukum atau peraturan yang diturunkan Allah untuk umat manusia di bumi sebagai pedoman, namun datangnya kolonial memberikan wajah baru untuk memasuki daerah Islam  dan berusaha memecah agar mudah  untuk dikuasai satu persatu daerah Islam. Dan akhirnya daerah-daerah Islam yang ternyata berhasil dipecahkan oleh kolonial eropa sehingga dengan mudah daerah-daerah Islam mengikuti arus barat yang semakin menjauh dari nilai-nilai Islam  
Pembahasan
            Al-ikhwan al-Muslimin, yang kalau disalin secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti Saudara-Saudara Sesama Muslim, yaitu organisasi keagamaan yang didirikan di Ismailliyah, sebelah timur Kairo , Mesir pada tahun 1928 oleh seorang tokoh karismatik, Syekh Hasan al-Banna. Dalam sepuluh tahun pertama sejak didirikan organisasi itu memusatkan perhatiannya pada kegiatan-kegiatan-kegiatan reformasi moral dan sosial. Proyek-proyek pendidikan dan kesejahteraan sosialnya mendapat sambutan dan dukungan dari masyarakat luas. Diantara kegiatannya adalah mendirikan klinik kecil, sekolah, mesjid, membuka industri kecil pedesaan dan balai pertemuan.
Pada tahun 1933 kantor pusat pimpinan pusat organisasi pindah ke Kairo dan lambat laun  Al-ikhwan al-Muslimin, berkembang menjadi suatu organisasi keagamaan dan politik yang tangguh, yang memiliki jaringan, cabang-cabang, sel-sel dan ranting  dengan disiplin yang tinggi. Keanggotaan yang semula terbatas  rakyat jelata kemudian meluas ke golongan menengah seperti pedagang, guru, hakim, pengacara, pegawai negeri , anggota angkatan bersenjata dan mahasiswa.
Akhirnya Al-ikhwan al-Muslimin, terlibat secara langsung dalam pergolakan politik Mesir lewat kegiatan-kegiatannya menentang kekuasaan kependudukan Inggris  dan berdirinya negara Israel di negeri Palestina. Aspirasi politiknya semakin terkristalisasi bahwa Al-ikhwan al-Muslimin ingin mendirikan negara Islam di Mesir, Desember 1948, terjadinya insiden berdarah diantaranya pembunuhan terhadap kepala kepolisian Kairo, pemerintah Mesir dibawah raja Farok memutuskan melarang kegiatan Al-ikhwan al-Muslimin dan menangkap tokoh-tokoh utama selain Hasan al-Banna. Tidak lama kemudian Perdana Mentri Mesir Nuqrashi Pasha dibunuh oleh seorang mahasiswa kedokteran  konon anggota Al-ikhwan al-Muslimin walau Hasan al-Banna sendiri menyangkal. Tetapi pemerintah telah mengklaim dan akhirnya melarang serta membubarkan organisasi itu. Untuk menghindarkan operasi pemerintah maka anggota-anggota Al-ikhwan al-Muslimin menghilang dibawah tanah, keluar Mesir atau ke negara arab. Pada tanggal 12 Februari  1949 terjadi pembunuhan terhadap Syekh Hasan al-Banna oleh polisi rahasia  Mesir.
Pengertian dan pemahaman  Al-ikhwan al-Muslimin tentang ajaran Islam pada umumnya dan tentang masyarakat Islam serta negara Islam yang diwarnai oleh ajaran pendiri organisasi tersebut, Hasan al-Banna, dan karya-karya tulis Sayyid Quthb, pendatang baru yang menjadi anggota baru organisasi itu pada tahun 1950.
Tokoh sentral Al-ikhwan al-Muslimin.
 Hasan al-Banna, yang hidup antara tahun 1906 dan 1949 M lahir di Mahmudiyah, kota kecil yang terletak di sebelah timur laut Kairo. Ayahnya Syekh Ahmad Abd al-Rahman al-Banna pernah belajar di Al-Azhar pada saat Muhammad Abduh mengajar di lembaga itu. Setelah menyelesaikan pendidikan disekolah guru, Al-Banna muda meneruskan pelajaran di Dar al-Ulum, Kairo, dan di sana ia berkenalan dengan Rashid Ridha beserta gerakan Salafiahnya, dia juga membaca al-Manar, tulisan yang mengandung semangat pembaharuan Afgani dan Abduh.
Dualisme orientasi Banna yang nampak bertolak belakang ini terkait dengan kondisi perpolitikan Mesir 1974-an :pembebasan dari penjajah Inggris  yang merupakan agenda otoritas untuk  islah al-Hukumah (pemerintah) sehingga pemerintahan Mesir menjadi pemerintahan yang benar-benar iqomah din al-Islam,  dan untuk menopang agenda ini digelarnya media mileterisasi kekuatan Tanzim Al-Sirri ,untuk merealisasikan tujuan yang pertama yang diyakininya dalam bingkai pelaksanaan al-Jihad fi sabiliullah.[2]
Dari tiga tokoh tersebutlah (Afgani, Abduh dan Ridha) yang memberikan pengaruh terhadap Banna muda. Namun pengaruh terbesar dari Banna Muda adalah semangat dan keyakinan Ridha bahwa Islamlah yang paling sempurna yang mencakup segala aspek dan mendirikan negara dan memberlakukan Hukum Islam, tidak perlu meniru negara barat.
Sayyid Quthb,lahir 1906 dan wafat 1966, adalah lulusan Dar al-Ulm, kairo dan memulai karirnya sebagai guru sekolah, sama seperti Hasan al-Banna. Buku yang ditulisnya berjudul al-Adalah al-Ijtimaiyah fi al Islam (keadilan sosial dalam Islam). Sepulang dari Amerika setelah selesai mempelajari sistem dan organisasi pendidikan ia masuk menjadi anggota    Al-ikhwan al-Muslimin.
Dengan latar kedua tokoh utama Al-ikhwan al-Muslimin tersebut maka dapat di mengerti bahwa terdapat banyak kemiripan atau pandangan serta pikiran keagamaan serta politik antara Rasid Ridha, Al-Banna, Sayyid Quthb pada khususnya, Al-ikhwan al-Muslimin pada umumnya diantaranya yang paling sentral dan mendasar adalah: Islam adalah suatu agama yang lengkap dan sempurna, yang meliputi tidak saja tuntutan moral dan peribadatan, tetapi juga petunjuk-petunjuk mengenai cara mengatur segala aspek kehidupan , termasuk kehidupan politik, ekonomi dan sosial; oleh karenanya untuk pemulihan kejayaan dan kemakmuran, umat islam harus kembali pada agamanya yang sempurna dan lengkap itu, kembali kepada kitab sucinya, al-Quran dan Sunnah nabi, mencontoh pola hidup Rasulullah dan umat Islam generasi pertama tidak perlu bahkan jangan meniru sistem pola politik, ekonomi dan sosial barat.

Dalam buku  al-Adalah al-Ijtimaiyah fi al Islam tersebut Sayyid Quthb mengemukan tiga pokok pikiran:
1. Pemerintahan Supra Nasional.
Menurut Quthb negara atau Pemerintah  Islam itu supra nasional. Wilayah negaranya meliputi negara Islam dengan sentralisasi kekuasaan pusat, yang dikelola atas prinsip persamaan penuh antara semua umat Islam, tanpa adanya fanatisme ras dan keagamaan. Wilayah di luar pusat pemerintahan tidak diperlakukan sebagai daerah-daerah jajahan, tidak pula dieksploitasi untuk kepentingan pusat saja. Karena semua wilayah merupakan keseluruhan  dunia Islam. Wilayah diperintah oleh seorang wali atau Gubernur yang diangkat oleh pemerintah pusat
2. Persamaan Hak Antara Para Pemeluk Antar Pemeluk Agama.
Negara Islam menjamin bahwa hak-hak bagi orang-orang zimmi dan kaum musrikin yang terkait perjanjian damai dengan kaum muslimin betul-betul ditegakkan atas asas kemanusiaan, tanpa perbedaan antara pemeluk agama yang lain apabila sampai pada persoalan kebutuhan manusia pada umumnya . Islam memberikan kebebasan sepenuhnya pada agama lain, memberikan jaminan persamaan yang mutlak dan sempurna kepada masyarakat, dan bertujuan merealisasikan kesatuan kemanusiaan dalam bidang peribadahan dan sistem kemasyarakatan.
3. Tiga Asas Politik Pemerintahan
Menurut Quthb pemerintahan dalam Islam didasarkan atas tiga asas, yakni keadilan, ketaatan rakyat, dan permusyawaratan antara penguasa dan rakyat. Keadilan penguasa, seorang penguasa harus adil secara mutlak, ketaatan rakyat, keharusan atau kewajiban terhadap pemegang kekuasaan  itu, menurut Quthb merupakan suatu kepanjangan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Selanjutnya Quthb mengemukan bahwa seorang penguasa sama sekali tidak dapat memiliki kekuasaan keagamaan yang diterimanya dari langit. Dia penguasa karena dipilih kaum muslimin berdasarkan kebebasan dan hak mereka yang mutlak. Lebih lanjut Quthb mengemukakan pemerintahan Islam tidak harus dibentuk atas suatu sistem dan pola tertentu. Pemerintahan dapat menganut sistem apa pun asalkan melaksanakan Syari'ah Islam. Tentang Musyawarah antara penguasa dan rakyat, permusyawaratan yang dimaksudkan tergantung terhadap masalah-masalah rakyat tergantung kondisi  yang dipersoalkan.[3]
Tahun 1940-an, Al-ikhwan al-Muslimin membentuk pasukan khusus yang disebut dengan Tanzim al Khas.  Pembentukan ini atas kesadaran Banna tentang segala kemungkinan yang menyangkut Banna sendiri anggotanya. Tahun 1947/1948, bersama para militer Mesir, Tanzim Khas ini berangkat ke palestina untuk berjihad melawan pendudukan Israel di Palestina. Tanzim Khas ini tercatat sebagai pahlawan-pahlawan perang di Palestina yang gagah. Setelah kembali dari Palestina  yaitu Mesir anggota Tanzim Khas menemukan hal yang baru, suatu kebiasaan di luar dari apa yang sering mereka alami, secara tidak langsung jiwa dokrinasi jihadnya yang sudah tertanam, tumbuh kembali ketika melihat keadaan sosialnya yang dianggap keluar dari haluan Islam, akibatnya mereka melakukan pengeboman di perkampungan eropa, diskotik, gedung-gedung biosckop dan tempat-tempat maksiat lainnya. Selain itu juga mereka melakukan teror di tempat-tempat  yang akan membahayakan Islam.  Sebagai bukti  sebagian Tanzim Khas yang melakukan teror.
Namun sejak tahun1970-an gerakan-gerakan Islam Mesir sebenarnya menujukkan spektrum politik yang luas  dengan berbagai taktik yang penggalangan kekuatan. Organisasi-organisasi radikal  seperti Syabab Muhammad, al-Takfir wa al-Hijrah, Tanzin al-Jihad dan al-Jamaah al-Islamiyah, berupaya menggulingkan pemerintah dan menolak demokrasi mentah-mentah. Sedangkan  Al-ikhwan al-Muslimin sendiri mengikuti sistem politik yang ada. Al-ikhwan al-Muslimin  menggunakan media demokrasi untuk mengkritik pemerintahan dalam rangka untuk memperjuangkan Islam di tingkat negara.
Penutup
Walaupun Islam memiliki suatu tatanan untuk dari segala aspek yang baik dan sempurna, namun arus kekuasaan yang mendominasi suatu tindak atau keputusan mutlak, apalagi berkaitan dengan tingkat negara yang permasalahannya semakin komplek dan rumit. Dan Al-ikhwan al-Muslimin merupakan gerakan keagamaan yang akhirnya terjun dalam arus politik menjadi suatu yang gerakan yang kontroversial dan juga gerakan-gerakan lainnya, di sisi lain merupakan gerakan penegak syari'ah Islam yang bersifat teologis disisi lain terlihat sebagai gerakan yang membawa teror baik bagi sekitar lingkungannya dan juga diluar lingkungannya.
      
Daftar Pustaka:
A. Maftuh dan A Yani , Negara Tuhan, Multi Karya: Jogjakarta 2004.
Sajali, Munawar, Islam dan Tata Negara,  UI Pers: Jakarta 1993 cet 5.  
Syari’ati, ‘Ali, Paradikma Kaum Tertindas Sebuah Kajian Sosiologi Islam,  Ananda: Yoyakarta 1982.


[1]    Syari’ati, ‘Ali, Paradikma Kaum Tertindas Sebuah Kajian Sosiologi Islam, Ananda, Yoyakarta 1982.hlm 107-108.
[2] A, Maftuh dan A Yani , Negara Tuhan, Multi Karya: Jogjakarta 2004. hlm.313.
[3] Sajali, Munawar, Islam dan Tata Negara,  UI Pers: Jakarta 1993 cet 5 .hlm 149-151

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Gerakan Ikhwanul Muslimin Hasan Al-Banna "

Post a Comment