Makalah Pengertian Zakat Infaq Shodaqoh dan Hikmahnya
A. Pengertian Zakat, Infaq dan Sedekah
1. Zakat
Zakat, kata dasar (masdar)-nya
zaka yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, baik dan bertambah. Dalam istilah fiqh, zakat adalah
sebutan atau nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT.
Supaya diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahiq). Bagi orang
yang mengeluarkan zakat, hati dan jiwanya akan menjadi bersih, sebagaimana
firman Allah SWT. Dalam Surat at Taubah ayat
103:
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka…”
Selain hati dan
jiwanya bersih, kekayaan akan bersih pula. Dari ayat ini tergambar bahwa zakat
yang dikeluarkan oleh para muzakki akan dapat membersihkan dan
menyucikan hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela terhadap
harta, seperti rakus dan kikir.
Zakat merupakan
ibadah yang menyangkut harta benda dan berfungsi sosial, sebenarnya telah tua
umurnya dan telah dikenal dalam agama wahyu yang dibawa oleh para rasul
terdahulu, namun kewajiban zakat bagi kaum muslim baru diperintahkan secara
tegas dan jelas pada ayat-ayat yang diturunkan di Madinah. Kewajiban zakat kemudian
diperkuat oleh sunnah Nabi Muhammad SAW, baik mengenai nisab, jumlah,
syarat-syarat, jenis, macam dan bentuk-bentuk pelaksanaannya yang kongkrit.
Zakat diwajibkan pada tahun kedua Hijriah meskipun kepastian tentang tahun ini
diperselisihkan.[3]
2. Infaq
اَلنَّفَقَةُ
هِىَ تُوْفِيْرُ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ الزَّوْجَةَ مِنَ الطَّعَامِ وَمَسْكَنٍ
وَ خِدْمَةٍ وَ دَوَاءٍ وَإِنْ
كَانَتْ غَنِيَّةً.[4]
Infaq berasal dari kata nafaqa yang
artinya menafkahkan dan membelanjakan harta. Orang yang memberi keluarganya
belanja sama artinya dengan memberikan nafkah dan hal memberikan belanja itu
disebut menginfaqkan. Dalam Al-Qur’an, banyak ditemui ayat yang menggunakan
kata nafaqa, baik dalam bentuk fi’l al-madi (masa lampau), fi’l
al-mudari (masa kini), fi’l al-amr (perintah), maupun dalam bentuk masdar.
Namun, telah menjadi tradisi dalam masyarakat Indonesia bahwa infaq mempunyai
konotasi lebih tertuju pada sedekah sunnah yang diberikan untuk kegiatan agama.
Misalnya, membangun masjid dan musholla, mendirikan rumah sakit Islam,
mendirikan madrasah dan sejenisnya yang dikelola oleh lembaga-lembaga yang
bergerak di bidang agama.
Allah SWT memerintahkan manusia agar
menginfaqkan harta di jalan yang benar, antara lain terlihat dalam surah
al-Baqarah ayat 195 yang berbunyi:
وَانْفِقُوْا
فِى سَبِيْلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ اِلَى اَلتَّهْلُكَةِ,
وَأَحْسِنُوْا إِنَّ الله يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ. [5] (البقرة : 195)
Artinya:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Menurut Al-Qur’an,
menginfaqkan harta secara baik dan benar termasuk salah satu ukuran dan
indikasi sifat ketaqwaan manusia kepada Allah SWT, oleh karena itu agama
menganjurkan manusia agar menginfaqkan hartanya secara terang-terangan atau
diam-diam dan pada saat senang atau susah. Berkaitan dengan masalah ini, agama
juga menasehatkan manusia supaya dalam menginfaqkan hartanya tidak terdorong oleh
rasa ria, tidak mengharapkan pujian atau motivasi keduniaan lainnya.
Pelaksanaan infaq yang diinginkan agama adalah yang dilakukan secara tulus
ikhlas karena mengharapkan keridhaan Allah SWT.[6]
Sedekah berasal
dari kata shadaqa yaitu suatu pemberian yang diberikan oleh seorang
muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu
dan jumlah tertentu; suatu pemberian yang diberikan oleh seorang sebagai
kebajikan yang mengharap ridha Allah SWT. Dan pahala semata. Di dalam Al-Qur’an
banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa memberikan
sedekah. Diantara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang berbunyi:
لاَ
خَيْرَ فِى كَثِيْرِ مِنْ نَجْوهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ
مَعْرُوْفٍ اَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا.[7]
Artinya :
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan
mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak
Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar”
(QS.4:114).
Hukum sedekah pada dasarnya adalah
sunnah, berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan. Disamping
sunnah, ada kalanya pula hukum sedekah itu menjadi haram, yaitu dalam kasus
seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang menerima sedekah
tersebut akan menggunakan harta sedekah itu untuk kemaksiatan. Terakhir, ada
kalanya pula hukum sedekah itu berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang
bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam
keselamatan jiwanya, sementara dia (orang pertama) mempunyai makanan lebih dari
apa yang ia perlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang
bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.[8]
2. Tujuan dan Dampak Zakat, Infaq dan
Sedekah Dalam Kehidupan Pribadi
a. Tujuan dan dampak zakat, infaq dan
sedekah bagi pemberi
Bukanlah
tujuan Islam, dengan aturan zakat, infaq dan sedekah, untuk mengumpulkan harta
dan memenuhi kas saja, dan bukan pula sekedar untuk menolong orang yang lemah
dan yang mempunyai kebutuhan serta menolong mereka dari kejatuhan saja, akan
tetapi tujuannya yang utama adalah agar manusia lebih tinggi nilainya daripada
harta, sehingga ia menjadi tuannya harta bukan menjadi budaknya. Karenanya,
maka kepentingan tujuan zakat terhadap si pemberi sama dengan kepentingannya
terhadap si penerima.
Qur’an
telah membuat ibarat tentang tujuan zakat, dihubungkan dengan orang-orang kaya
yang diambil daripadanya zakat, yaitu disimpulkan pada dua kalimat yang terdiri
dari beberapa huruf, akan tetapi keduanya mengandung aspek yang banyak dari
rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuan yang agung. Dua kalimat tersebut adalah
tathhir/membersihkan dan tazhirah/mensucikan. Keduanya meliputi
segala bentuk pembersihan dan pensucian, baik material maupun spiritual, bagi
pribadi orang kaya dan jiwanya atau bagi harta dan kekayaannya, semuanya itu
akan terlihat pada beberapa kriteria dibawah ini[9]:
1) Zakat Mensucikan Jiwa dari Sifat
Kikir
2) Zakat Mendidik Berinfaq dan Memberi
3) Berakhlak dengan Akhlak Allah
4) Zakat Merupakan Manifestasi Syukur
Atas Nikmat Allah
5) Zakat Mengobati Hati dari Cinta
Dunia
6) Zakat Mengembangkan Kekayaan Batin
7) Zakat Menarik Rasa Simpatik/Cinta
8) Zakat Mensucikan Harta
9) Zakat Tidak Mensucikan Harta yang
Haram
10) Zakat Mengembangkan Harta
b. Sasaran dan dampak zakat, infaq dan
sedekah bagi penerima
Zakat, infaq dan sedekah dilihat
dari segi penerimanya, membebaskan manusia dari sesuatu yang menghinakan
martabat mulia manusia dan merupakan kegiatan tolong-menolong yang sangat baik,
dalam menghadapi problema kehidupan dan perkembangan zaman. Pribadi manusia
yang manakah yang mengambil dan memanfaatkan zakat, infaq, sedekah itu?
Bukankah si fakir dan si miskin yang dilelahkan dan dianiaya kefakiran dan
kemiskinannya? Berikut ini ada beberapa sasaran serta dampak zakat, infaq dan
sedekah bagi penerimanya:
1) Zakat Membebaskan Penerima dari
Kebutuhan
2) Zakat Menghilangkan Sifat Dengki dan
Benci
a. Zakat, Infaq, Sedekah dan
Tanggungjawab Sosial
Pada
sasaran ini ada yang bersifat identitas sosial, seperti menolong orang yang
mempunyai kebutuhan, menolong orang-orang yang lemah, seperti fakir, miskin,
orang yang berhutang dan ibnu sabil. Menolong mereka, meskipun sifatnya
pribadi, akan tetapi mempunyai dampak sosial, karena masing-masing saling
berkaitan erat, sebab secara pasti antara pribadi dengan masyarakat akan saling
berpengaruh, bahkan masyarakat itu tidak lain merupakan kumpulan
pribadi-pribadi. Segala sesuatu yang memperkuat pribadi, mengembangkan
cita-citanya dan kemampuan material serta spiritualnya, dengan tidak diragukan
lagi akan memperkuat dan mempertinggi masyarakatnya. Sebaliknya segala sesuatu
yang mengokohkan masyarakat dengan sifatnya yang umum akan berakibat pada
anggotanya, baik disadari maupun tidak. Maka, tidaklah aneh, dengan menyibukkan
para penganggur, menolong orang yang lemah dan membutuhkan akan mempunyai
sasaran kemasyarakatan, karena di dalamnya ada unsur sosial.
b. Zakat, Infaq, Sedekah dan Segi
Ekonominya
Telah
kita ketahui bersama, bahwa zakat, infaq dan sedekah dilihat dari segi ekonomi
adalah merangsang si pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa
yang telah diambil dari mereka. Dimana Islam sangat melarang menumpuk harta,
menahannya dari peredaran dan pengembangan.
c. Zakat, Infaq, Sedekah dan Tegaknya
Jiwa Umat
Umat,
sebagaimana dikemukakan oleh ustadz Bahi al-Khudi, ditentukan oleh tegaknya
nilai-nilai ruhaninya bukan oleh nilai-nilai materi saja, bahkan nilai-nilai
jasmani, tidak akan ada harganya, tidak akan tegak dalam membina umat tanpa
tegaknya nilai-nilai ruhani. Karenanya, kita melihat Islam itu menghimpunnya
dan menjadikan infaq dari harta jamaah sebagai pemeliharaan dan penegakkannya,
adalah sesuatu kewajiban yang mesti. Zakat, dalam penegakan nilai-nilai ruhani,
adalah seperti makan dan minum dalam timbangan jasmani. Dalam menegakkan
nilai-nilai ruhani umat, Islam telah menegakkan tiga prinsip dasar, sebagaimana
diisyaratkan oleh ayat mustahiq zakat, yaitu:
Prinsip Pertama:
Menyempurnakan kemerdekaan bagi setiap individu masyarakat, dalam hal ini ada
nash yang mewajibkan memerdekakan budak belian dari penghambaan antar sesama
manusia.
Prinsip
Kedua: Membangkitkan semangat pribadi manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya
dalam menyerahkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, baik mental maupun
materialnya atau menolak sesuatu yang buruk yang dikhawatirkan akan terjadi.
Prinsip
Ketiga: Memelihara aqidah dan pendidikan yang dimaksudkan untuk mensucikan
dasar-dasar fitrah manusia, terutama untuk menghubungkan manusia dengan Allah,
memberikan pandangan kepada seseorang tentang hakikat tujuan hidupnya dan
tentang kehidupan akhiratnya yang pasti manusia akan kembali kepadanya, tidak
bisa tidak, karena kepastian-Nya yang bersifat azali.
Dengan
memelihara prinsip-prinsip yang tiga ini, zakat, infaq dan sedekah berfungsi
untuk menetapkan nilai yang tinggi dan nilai maknawi yang asasi, yang harus
dipelihara oleh masyarakat Islam, bahkan harus ditegakkannya. Dengan ini pula
akan terealisir kesempurnaan dan saling tanggung-menanggung dalam kehidupan
Islam dan pada semua aturan Islam.
[1]
Abdurrahman Al-Jaziiri, Kitabul Fiqh al-Madzahib al-Arba'ah Qismu al-Ibadah Juz
I, (Kairao : Matba'ah al-Istiqamah),
hlm. 590.
[2] Mujama’
Al-Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-Haf Asy-Syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
(Kerajaan Saudi Arabia : 1415 H.), hlm.
297.
[3]
Ridwan, Kafrawi dkk. (ed.), Ensiklopedi Islam 5, PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta ,
1994, hal. 224.
[4] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid II,
(Mesir : Dar al-Fikr, 1983), hlm. 147.
[5] Mujama’
Al-Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-Haf Asy-Syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
(Kerajaan Saudi Arabia : 1415 H.), hlm. 47.
[6]
Ridwan, Kafrawi dkk. (ed.), Esiklopedi Islam 2, PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta , 1994,
hal. 223-224.
[7] Mujama’
Al-Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-Haf Asy-Syarif, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
(Kerajaan Saudi Arabia : 1415 H.), hlm.
140.
[8]
Ridwan, Kafrawi dkk. (ed.), Esiklopedi Islam 4, PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jakarta ,
1994, hal. 259
[10] Ibid.,
hal. 877-881.
0 Response to "Makalah Pengertian Zakat Infaq Shodaqoh dan Hikmahnya"
Post a Comment