Makalah Agama Budaya Jawa Zaman Pra Islam
Agama Budaya Jawa Zaman Pra Islam|
AGAMA MASYARAKAT JAWA ZAMAN PRA ISLAM
BAB
I
A. PENDAHULUAN
Masyarakat Jawa
atau tepatnya suku bangsa jawa, secara antropologi budaya adalah orang-orang
yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa jawa dengan berbagai ragam
dialeknya secara turun-temurun. Masyarakat jawa adalah mereka yang bertempat
tinggal didaerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta mereka yang berasal dari
kedua daerah tersebut.
Nenek moyang suku
bangsa Jawa tidak berbeda dari suku-suku bangsa Indonesia lainnya yang menempati
semenanjung Malaka, Kalimantan , Sumatra dan Jawa yang disebut daratan sunda. Masyarakat
Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup
karena sejarah, trdisi maupun agama. Hal ini dapat dilihat pada ciri-ciri
masyarakat jawa secara kekerabatan,yaitu seluruh susunan kerabat secara berurutan
tak terhingga dapat terbayang dalam cermin yang berhadapan.
Ciri masyarakat
jawa yang lain adalah berketuhanan. Suku bangsa Jawa sejak masa prasejarah
telah memiliki kepercayaan animisme, dinamisme dan hindu budha.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa
nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan Jawa ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Agama-agama Pra Islam
- Animisme
Animisme yaitu
suatu kepercayaan adanya ruh atau jiwa pada benda-benda, tumbuh-tumbuhan, hewan
dan juga pada manusia sendiri kepercayan seperti itu adalah agama mereka yang
pertama. Semua yang bergerak dianggap hidup fdan mempunyai kekuatan gaib atau
memiliki roh yang bewatak baik maupun buruk. Dengan kepercayaan tersebut mereka
beranggapan bahwa disamping semua roh yang ada, terdapat roh yang paling
berkuasa dan lebih kuat dari manusia. Agar terhindar dari roh tersebut mereka
menyembahnya dengan jalan mengadakan upacara disertai dengan sesaji[1].
Pertama[2],
pelaksanaan upacara dilakukan oleh masyarakat jawa adalah agar keluarga mereka
terlindung dari roh yang jahat. Mereka meminta berkah kepada roh, dan meminta
pada roh jahat agar tidak menggangunya. Mereka membuat beberapa monomen yang
terbuat dari batu-batu besar sebagai tempat pemujaan untuk nenek moyang serta
menolak perbuatan jahat.
Kedua, pemberian
sesajia atau sesajen kanggo sing mbahu reksa, yang berdiam di pohoin-pohon
beringin atau pohon besar yang telah berumur tua, tempat mata air atau
tempat-tempat lainnya yang dianggap keramat dan mengandung kekuatan gaib atau
angker dan berbahaya. Sesaji diselenggarakan untuk mendukung kepercayaan mereka
terhadap adanya kekuatan makhluk-makhluk halus seperti lelembut, jin, demit
agar tidak menggangu keselamatan,ketentraman dan kebahagiaan warga yang
bersangkutan.
- Dinamisme
Masyarakat Jawa
mempercayai bahwa apa yang telah mereka bangun adalah hasil dari adaptasi
pergulatan dengan alam. Kekuatan alam disadari merupakan penentuan dari
kehidupan seluruhnya. Keberhasilan pertanian tergantung dari kekuatan alam,
matahari, hujan, angin dan hama ,
tetapi mereka masih mempercayai kekuatan kodrati dibalik semua kekuatan alam
itu. Selanjutnya, sebagai sisa peninggalan masa lampau adalah melakukan
tindakan keagamaan dengan berusaha untuk menambah kekuatan batin agar dapat
mempengaruhi kekuatan alam semesta. Hal ini dilaksanakan agar semua kekuatan
alam yang akan mempengaruhi kehidupan diri dan kelompoknya dapat dikalahkan.
Religi animisme
dan dinamisme yang menjadi akar budaya asli indonesia khususnya masyarakat
jawa, cukup memiliki daya tahan yang kuat terhadap pengaruh kebudayaa yang
telah berkembang maju.ciri khas religi animisme dan dinamisme adalah menganut
kepercayaan ruh dan daya gaib yang bersifat aktif. Prinsip ruh aktif menurut
kepercayaan animisme adalah ruh orang mati tetap hidup dan bahkan menjadi sakti
seperti dewa, bisa mencelakakan atau mensejahterakan masyarakat.
Religi
animisme-dinamisme membutuhkan kelompok pawang yang berfungsi sebagai pendeta,
perantara, dukun atau orang tua yang bisa berhubungan langsung dengan segala
ruh yang nmenguasai kekuatan gaib. Religi ini memuncak melalui pengembangan
ilmu perdukunan, ilmu klenik dengan rumusan lafal yang dipercayai berdaya
magis. Demikian pula ilmu santet dan ilmu tenun merupakan warisan ilmu hitam
nenek moyang yang berkaitan dengan kepercayaan animisme-dinamisme anehnya dalam
masa transisi menuju modern ini ilmu pedukunan dan jampi-jampi justru makin
semarak dan bahkan sering dikaitkan dengan ilmu pijat urat dan sebagainya. Jadi
warisan jaman pra sejarah dijawa memang masih bertahan hingga sekarang ini,
karena alam pikiran modern baru menyentuh lapisan minoritas kaum terpelajar
saja[3].
- Hindu-Budha
Dalam hal ini
J.W.M. Bakker mengatakan bahwa agama
hindu murni tidak pernah menjadi milik bangsa Indonesia.Raja-raja maupun rakyat
melangsungkan penghayatan paham asli, yang disana-sini dihias secara lahir
dengan lapisan hindu. Orang Indonesia
tidak mertobat menjadi Hindu; agama Hindu tetap asing bagi mereka. Karena orang
jawa aktif menyerap Hinduisme, unsur-unsur hindu dijawanisasikan untuk
membentuk sintetis Hindu-kejawen. Hinduisme memang sejalan dengan kepercayaan
asli animisme-dinamisme, yaitu berisi paham tentang adanya alam kedewaan yang
merupakan perpanjangan dari konsep tentang ruh aktif dari animisme-dinamisme.
Konsep sakti adalah seirama dngan daya-daya magis.Hinduisme telah mengangkat
suku jawa dari masa prasejarah menjadi masa sejarah, dari masyarakat buta huruf
menjad melek huruf.
Agama Budha
berdasarkan kakawin sutasoma yang ditulis oleh empu Tantular berisikan pesan
keagamaan yang digubah dari boddhakawya sehingga berkesan bahwa ia adalah
seorang boddha yang memuja ista dewata atau Adi-budha. masyarakat Jawa
mempunyai toleransi keagamaan yang sangat besar. mereka menganggap sepadan
antara budha dan siwa sehingga baik Hindu maupun Budha di Jawa lebih rukun
antar satu dengan yang lain dari pada di India .
B. Hasil-hasil Kebudayaan Terpenting
Kebudayaan
meliputi hasi usaha manusia, baik hasil itu berupa benda ataupun berupa buah pikiran. Hasil dari kebudayaan
itu hanyalah berupa benda-benda buatan manusia, sedangkan alam pikirannya
tersembunyi attau tersimpul dalam benda-benda tersebut[4].
- Candi
Candi berasal dari
salah satu nama untuk Durga sebagai dewi maut yaitu candika. Candi itu
sebenarnya adalah bangunan yang dibangun untuk memuliakan orang yang telah
wafat, khusus untuk para Raja dan orang-orang terkemuka. Candi-candi di Indonesia
dibagi menjadi 3 jenis yaitu: Jawa Tengah Utara, Jawa Tengah Selatan, dan Jawa
Timur. Pembagian ini berdasarkan keagamaan yang mereka anut yaitu agama Hindu
(siwa), agama Budha (Mahayana) dan aliran Tantrayana (baik yang bersifat siwa
maupun Budha).
1) Contoh-contoh candi di Jawa Tengah Utara:
a) Candi Gunung Wukir di Magelang
b) Candi Badut dekat Malang
c) Kelompok candi Dieng
d) Kelompok candi Gedong songo di lereng Gunung Ungaran
2) Contoh-contoh candi di Jawa Tengah Selatan
a) Candi Sari dekat candi Kalasan
b) Candi Mendut
c) Candi Borobudur
d) Candi Kalasan dekat Yogyakarta
3) Contoh-contoh Candi di Jawa Timur
a) Candi Kidal, candi Anusopati dekat Malang
b) Candi Jago, candi Wisnu Wardana dekat Malang
c) Candi Jabung
d) Kelompok Candi Panataran dekat Blitar
- Patung dewa
Patung ini merupakan patung yang
berhubungan dengan keagamaan dan menggambarkan dewa atau dewi.
- Barang-barang logam
Barang-barang logam ini terdapat
dalam arca-arca. Pada umumnya arca-arca logam berukuran kecil, dipakai untuk
pemujaan di rumah.
Lampu gantung; bermacam-macam lampu
genta digantung di Biara dan yang kecil digunakan untuk keperluan saji para
pedanda.
Barang-barang perhiasan dari emas
contohnya: cincin yang bermata, cincin beragam hias, cincin cap yang bermuat
ucapan untuk keselamatan.
- Seni Ukir
Hasil-hasil seni pahat ukir ini
berupa hiasan-hiasan pengisi hidang pada dinding. Candi yang menjadi pola
hiasan ialah mahluk-mahluk ajaib dan tumbuh-tumbuhan. Macam hiasan yang lain
bukan penghias semata atau pengisi
bidang belaka adalah relief-relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita-cerita
ini diambil dari kitab kesusastraan seperti Ramayana dan kitab-kitab keagamaan.
- Hal-hal lain
Pagelaran wayang
kulit, bukti tertua tentang wayang kulit berasal dari abad ke 10 berupa
prasasti Bali yang menyebut digelarkannya
sebuah lakon kelahiran (Bima bungkus) yang kadang-kadang masih dipertunjukkan
pada saat ini.
Penampilan
kerucut-kerucut nasid dalam upacara keagamaan sebagai Garebeg sudah terbukti
adanya sejak abad ke -9. garebeg adalah kelanjutan suatu ritual kuno di ibukotaraja yang
berfungsi untuk memulihkan keterpaduan kerajaan pada kesempatan itu para
wakil propinsi datang menghaturkan upeti dan rakyat bergembira ria.
Slametan adalah
santap bersama dan bernilai ritual yang diadakan pada petang hari diantara kaum
lelaki. Tujuannya adalah menjinakan roh, slametan yang terpenting adalah
slametan bersih desa yang diadakan setahun sekali dan melibatkan seluruh warga
laki-laki.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masyarakat Indonesia asli khususnya masyarakat
Jawa, nilai agama menjadi nilai utama yang bersifat mengikat dan mempengaruhi
nilai-nilai yang lain. Nilai agama menggejala dalam kepercayaan serba mistik
yang kemudian mempengaruhi adat dengan berbagai tatacara dan rangkaian upacara
yang kompleks. Nilai solideritas yang dalam ungkapan Jawa disebut semangat
gotong-royong dan rukun cukup tinggi. Berkaitan dengan upacara religi, mantra,
kidung-kidung untuk memohon bantuan nenek moyang dan menolak segala penyakit
juga berkembang. Adapun nilai ekonomi dan rasional masih sangat rendah.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia jilid II, yayasan
kanisius, Jakarta ,
1973.
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, TERAJU, Jakarta , 2003.
Amin Darori (ed); Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta , 2002.
Notosusanto nugroho, Pusponegoro Djoened, Marwati, Sejarah Nasional
Indonesia I, Balai Pustaka, Jakarta ,
1984.
0 Response to "Makalah Agama Budaya Jawa Zaman Pra Islam"
Post a Comment