Image1

Makalah Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional Lengkap

Makalah Asuransi Syari'ah | Makalah Hukum Bisnis | Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional | Makalah Asuransi Menurut Islam 
ASURANSI SYARI’AH
Analisis Komparasi antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syari’ah


A.    PENDAHULAN
Asuransi merupakan salah satu lembaga perusahaan yang mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Dalam dunia ekonomi kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan terhadap kemungkinan resiko kerugian adalah Sesuatu yang sangat signifikan. Begitu juga dengan  kegiatan-kegiatan lainnya yang membutuhkan akan rasa aman dan adanya perlindungan dari hal-hal yang merugikan secara financial.
Akhir-akhir ini kebutuhan akan jasa asuransi semakin dirasakan baik oleh rumah tangga maupun dunia usaha. Bagi rumah tangga asuransi merupakan sarana untuk menghadapi resiko seperti kecelakaan, kematian maupun resiko atas kehilangan harta benda yang dimiliki. Sedangkan bagi dunia usaha asuransi merupakan sarana untuk mengahadapi berbagai resiko seperti  kebakaran gedung atau pabrik, hilangnya barang yang dikirim, kerugian dan sebagainya yang sangat mengganggu kelangsungan perusahaannya.
Secara histories, kajian tentang mengatasi resiko sudah dikenal sejak zaman dahulu kira-kira 3000-4000 SM, yaitu pada masa kejayaan Babilonia.[1] Walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Ini dikarenakan nilai dasar penopangan dari konsep asuransi yang terwujud dalam bentuk tolong-menolong sudah ada bersamaan dengan manusia.[2] Sedangkan dalam dunia Islam sendiri asuransi merupkan hal yang baru karena pada masa Rasullah, sahabat dan tabiin hal ini belum pernah dikenal.[3]
Sejarah perkembangan asurasni di Indonesia telah melampaui tiga masa yang dikenal sebagi masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan masa Indonesia merdeka.[4] Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan Syari'ah diawali dengan beroprasinya bank-bank syari'ah. Hal tersebt sesuai dengan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan Ketentuan Pelaksanaan Bank Syari’ah. Untuk itulah pada tanggal 27 Juli 1993, Ikatan Cendekiawan Muslim se- Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan perusahaaan Tugu Mandiri sepakat memprakasai pendirian Asuransi Takaful, dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI). [5]
Sehingga dalam perkembangannya asuransi yang berkembang di Indonesia adalah asuransi konvensional dan asuransi yang berdasarkan Syari'ah. Berdasarkan keterangan diatas maka dalam makalah ini akan membahas asuransi dalam perspektif konvensional dan asuransi dalam perspektif syari’ah. Khususnya mengenai prinsip dan system mekanisme operasional kedua asuransi tersebut.

B.     KONSEP
1.      Pengertian Asuransi
Asuransi dipandang dari sudut hukum menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Bab I Pasal  I: " asuransi atau pertangguhan adalah perjanjian dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung degan menerima premi asurasi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntngan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan".[6] 
Asuransi dipandang dari sudut tehnis adalah usaha untuk mengurangi ketidak pastian pada pihak tertentu yang dinamakan tertanggung melalui pengalihan resiko-resiko tetentu kepada pihak lain yang dinamakan penaggung yang berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung, meskipun sebagian atas kerugian financial yang menimpanya.[7]
Asuransi dipandang dari sudut pandang social adalah suatu alat social yang menggabungkan resiko-resiko individu kedalam suatu kelompok dan mengunakan dana yang disumbangkan itu untuk membayar kerugian-kerugian oleh anggota kelompok.[8]
Asuransi dipandang dari sudut Islam adalah kerjasama diantara sekelompok indivdu yang menghadapi resiko-resiko yang serupa untuk memikul beban kerugian financial yang timbul dari terwujudnya resiko-reiko tersebut, dan yang menimpa siapapun diantara mereka dengan cara penanggulangan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam.[9]
2.    Dasar Hukum asuransi
a.     Landasan Hukum Asuransi Konvensional
Landasan auransi dalam KUHD:
1.    Buku I (Bab IX tentang Asuransi dan Pertanggungan Pada Umumnya dan Bab X tentang Asuransi Terhadap Bahaya Kebakaran,mengancam bahaya hasil pertanian dan belum panen),
2.    Buku II (Bab IX tentang  Bahaya Dilaut dan Perbdakan dan Bab X tentang Bahaya dan Pengangkutan Darat dan Sungai-sungai dan Perairan Pedalaman)
Landasan asurasnsi dalan UU dan peraturan lain
1)      UU No.33/1964 tentang  Dana Pertanggngan Wajib Kecelakaan  Penumpang
2)      UU No. 34/1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu-lintas
3)      UU No.1992 tentang usaha Asuransi
4)      PP No. 73/1992 tentang Penyelenggaran Usaha Asuransi
b.  Landasan Hukum Asuransi Syari’ah
Asuransi dalam syariat Islam dikategorikan sebagai masalah-masalah Ijtihad, sebab tidak ada penjelasan resmi baik dalam al-Qur'an maupun al-Hadis, sehingga dasar  hukum asuransi menurut syari'ah terjadi khlilaf.  beberpa Ulama ada yang membolehkan dan ada juga yang menghalalkannya.[10]
Adapun alasan yang dikemukakan untuk menyatakan  perjanjian asuransi tidak bertentangan dengan syari'at Islam adalah:
1.    Tidak ada nash al-Qur'an dan Hadis yang melarang asuransi
2.    Ada kesepakatan  atau kerelaan kedua belah pihak
3.    Saling menguntngkan kedua belah pihak.
4.  Mengandung kepentingan umum (masalah amanah, sebab premi-premi yang  tekumpul dapat di investsikan untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan.
5.   Asuransi merupakan akad mudharabah.
6.    Asuransi   termasuk koperasi (syirkah  ta'awuniyah).
7.   Diqiyaskan dengan system pensiun seperti Taspen.[11]    
Landasan hukum yang dipakai dalam memberi nilai legalisasi dalam prktek bisnis asuransi adalah: al-Qur'an, sunnah, piagam Madinah, praktik sahabat, ijma', qiyas, syaruman Qalbana dan istihsan.[12]
3.      Prinsip dasar asuransi
a)   Insurable interest (kepentingan yang di  dipertanggungkan)[13]
Secara sederhana insurable interest dapat dipahami bahwa sahnya asuransi harus adanya suatu kepentingan (kepentingan terhadap kelangsungan suatu barang atau orang yang diasuransikan)
b)  Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Tertanggung wajib menginformasikan kepada penanggung semua fakta dan hal pokok yang diketahuinya dan yang berkaitan denga resiko mana yang dilakukan penanggungan. Keterangan yang tidak benar dan informasi yang tidak disampikan dapat mengakibatkan batalnya perjanjian asuransi. Dasarnya pasal 251 KUHD.
c)   Idemnity (Idemnitas)
Pertanggungan bertujuan memberikan penggantian dari kerugian dan penggantian itu tidak boleh melebihi  kerugian real tertanggung sehingga ia diuntungkan. Dasrnya pasal 253 KUHD.
d)   Subrogation (Subrogasi)
Penanggung yang telah membayar kerugian suatu barang yang dipertanggungkan menggantikan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut  pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung. Dasarnya pasal 284 KUHD.
e)  Contribution (kontribusi)
Apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu  pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.[14]
Prinsip dasar asuransi syari'ah
            1.      Tauhid (unity)
            2.      Keadilan (justice)
            3.      Tolong –menolong (ta'awun)
            4.      Kerja sama (cooperation)
            5.      Amanah (trustworthy/al-amanah)
            6.      Kerelaan (al-ridha)
            7.      Laranagan riba
            8.      Larangan maisir (judi)
            9.      Larangan gharar (ketidakpastian)
4.   Macam-macam asuransi
a.    Asuransi bisnis
Asuransi bisnis adalah asuransi dimana pihak pemberi asuransi terpisah dengan pihak penerima asuransi. Ia mengadakan perjanjian dengan para penerima asuransi sebagai pengganti cicilan yang tetap. Yakni dengan cara mengadakan perjanjian dengan sebagian orang yang berhadapan dengan hal-hal berbahaya dengan janji akan memberikan kepada mereka sejumlah uang kontan sebagai kompensasi bagi setiap anggota tertimpa bahaya yang sudah dimasukan daftar yang diasuransikan. Pihak pemberi asuransi dan penerima dalam hal ini berada dalam satu pihak. Kalau ada jumlah lebih dari premi yang di bayarkan kepada pihak asuransi, maka pihak asuransi memilikinya, pihak asuransi menanggung sendiri.[15]
b.   Asuransi kolektif
Disebut juga asuransi timbal balik atau asuransi komperatif. Yakni jenis asuransi diamana pihak pemberi asuransi dengan penerima jasa asuransi berada dalam satu pihak sebagai pengelola asuransi. Caranya adalah dengan mengadakan perjanjian bersama sejumlah orang yang biasa menghadapi hal-hal berbahanya dengan komitmen akan memberikan kepada mereka sejumlah uang kontan sebagai kompensasi bagi setiap anggota yang tertimpa bahaya yang sudah dimaskan dalam daftar tanggungan asuransi.[16]
c.   Asuransi social
Kadang asuransi bersifat social. Yakni yang biasa dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan memberikan asuransi buat masa depan rakyatnya. Dengan cara memotong sebagian gaji para pegawai dan pekerja. Pada masa akhir pengabdian mereka, mereka diberi pensiunan setiap bulan. Kalau ia mengalami kecelakaan karena pekerjaan, ia juga diberi biaya pengobatan disamping kompensasi yang layak. 
d.   Asuransi bahaya
Yaitu asuransi terhadap harta benda yang dimiiliki. Seperti asuransi kebakaran, pencurian dan sejenisnya.
e.    Asuransi jiwa
Asuransi yang berkaitan dengan bahaya yang mengancam seseorang yang diasuransikan, seperti asuransi kematian, kecelakaan dan lain-lain.
f.     Asuransi jaminan
Asuransi kompentatif yang berikan kepada pihak yang menerima asuransi.

5.   Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Konvensional
Perbedaan antara prinsip operasional asuransi syarii'ah dan asuransi konvesional terlihat dalam hal-hal berikut:
a.   Unsur ketidakpastian
Dalam asuransi konvensional, perjanjian asuransi jiwa termasuk akad Tabadduli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Didalam akad ini masih terdapt unsur ketidakpastian (gharar), karena nasabah mengetahui secara pasti besarnya jumlah pertanggungannya, tetapi tidak mengetahi jumlah seluruh premi yang akan dibayarkan. Hanya Allahlah yang mengetahui batas waktu seorang akan meninggal.
Dalam asuransi syari'ah, kontraknya didasarkan pada akad Takafuli atau tolong-menolong dan saling menjamin. Dalam akad ini semua peserta asuransi menjadi penolong dan Penjamin satu sama lain.
b.  Unsur Gambling  (Maisir)
Dalam asuransi konvensional pihak yang satu mengalami keuntungan, sedangkan pihak yang lain mengalami kerugian. Misalnya seorang polis, karena sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa Reversing Period, biasanya pada tahun ketiga, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayar kecuali hanya sebagian kecil.
Dalam asurasnsi syari'ah Reversing Period bermula dari awal bahwa peserta mempunyai hak untuk mendapatkan Cash value dan mendapatkan semua uang yang dibayar, kecuali hanya sebagian kecil, yang sudah dimasukan kedalam rekening khusus peserta dalam bentuk derma.
c.   Unsur Riba
Dalam asuransi konvensional terdapat usaha dan investasi dengan meminjamkan dananya atas dasar bunga, terutama dengan bank-bak dan Funds Manager Companies.
Dalam asuransi syri'ah tidak terdapat usaha dan investasi dengan menerapkan system bunga.
d.   Unsur komersial
Dalam asuransi konvensional unsur komersialnya masih menonjol, sebagai akibat dari penerapan system bunga. Sedangkan dalam asuransi syari'ah unsur komersil tertutup oleh unsur ta'awun sebagai akibat dari penerapan konsep mudharabah, dengan system bagi hasil keuntungan.[17]
  

C. ANALISIS MEKANISME PEGELOLAAN DAN LANDASAN OPERASIONAL ASURANSI

 a. Analisis mekanisme pengelolaan asuransi

Mekanisme Pengelolaan Dana Pada Premi dengan  unsur tabungan

PERBANDINGAN MANFAAT
Asuransi konvensional
Asuransi syari’ah
- Jika peserta mengalami musibah meninggal akan mendapatkan uang pertanggungan
-   Jika peserta tidak mengalami musibah sampai akhir kontrak maka mendapatkan ang pertanggungan

- Jika peserta mengalami musibah mendapat:
* Manfat Takaful
* Tabungan ditambah bagi hasil
-   Jika tidak terjadi musibah sampai akhir kontrak mendapatkan selrh tabngan ditambanh bagi hasil.


Mekanisme Pengelolaan Dana Pada Premi Tanpa Unsur Tabungan

PERBANDINGAN MANFAAT
Asuransi konvesional
Asuransi syari'ah

- Jika terjadi msibah mendapat manfaat klaim
- Jika tidak terjadi musibah tidak endapat apa-apa

- Jika terjadi musibah mendapat manfaat klaim
- Jika tidak terjadi musibah mendapat bagi hasil dari surplus underwriting.

PERBANDINGAN INVESTASI
Asuransi Konvensional
Asuransi Syari’ah
Hasil investsi tidak ada pengaruhnya terhadap manfaat asuransi yang diterima oleh tertanggung karena dalam produk asuransi konvensional sudah ditetapkan dengan rata bunga aktuaria pada saat produk  diluncurkan.

Hasil investsi sangat berpengaruh terhadap jumlah manfaat yang diterima oleh nasabah atau peserta karena hasil investasi itulah yang dibagi antara perusahaan dengan peserta.[1].

b.  Analisis landasan hukum opersional asuransi
Keberadaan asuransi yang ada di Indonesia secara konstitusi masih sangatlah lemah dan masih perlu adanya political will (kebijakan politik) yang mendukung dari pemerintah Indonesia saat ini. Ini terlihat belum adanya peraturan setingkat undang-undang yang secara khusus mengatur tentang asuransi syari'ah di Indonesia. Sampai saat ini persiapan untuk memberikan payung yang kuat terhadap keberadaan asuransi syari'ah di Indonesia sedang diperjuangkan oleh beberapa perwakilan umat Islam yang ada di DPR, yaitu masih pada tataran rancangan undang-undang (RUU) asuransi syari'ah.
Secara structural, landasan operasional asuransi syari'ah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional). Dan baru ada peraturan yang cecara tegas menjelaskan asuransi syari'ah pada Surat Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No. Kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Sesuai denga SK DJLK diatas, maka jenis-jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi denga system syari'ah adalah sebagai berikut:
a.       Deposito dan sertefikat deposito syari'ah
b.      Sertifikat wadi'ah Bank Indonesia
c.       Saham syari'ah yang tercatat di bursa efek
d.      Obligasi syari'ah yang tercatat di bursa efek
e.       Surat berharga yang diterbitkan atau dijamin pemerintah
f.       Unit penyertaan reksadana syari'ah
g.      Penyertaan langsung syari;ah
h.      Bangaunan tanah atau tanah dengan bangaunan untuk investasi
i.        Pembiayaan kepemilikan tanah atau banguanan, kendaraan bermotor, dan barang modal dengan skema murabahah
j.        Pembiayaan modal kerja denga skema mudharabah
k.      Pinjaman polis
Adapun secara stratifikasai peratuaran perundang-undangan yang mengatur tentang usaha perasuransian dan perusahaan reasuransi, serta perizinan dan penyelenggaraan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi dapat dituliskan sebagai berikut:
a.       UU No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
b.      Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasauransian
c.       Peraturan Pemerintah No.63 YTahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 73  Tahun 1992
d.  Keputusan Mentri keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
e.       Keputusan Mentri keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
f.        Keputusan Mentri keuangan No. 481/KMK.017/1993 tentang Kesehatan Usaha Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
g.      Keputusan Mentri keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi
h.      Keputusan Direktur Jendral Lembaga keangan No. Kep. 4499/LK/2000 Tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.[1]
Dari paparan diatas terlihat denga jelas kekuatan hukum yang selama ini memayungi usaha perasuransian berdasarkan syari'ah belum begitu kuat  dan hanya sebatas Surat Keputusan Derektur Jendral, pejabat pemerintah dibawah mentri Keuangan Republik Indonesia. Sebuah fenomena yang sangat luar biasa  dan perlu dukukungan luas oleh semua pihak. Jika tidak ada niat yang baik dari pemegang pemerintahan sekarang, niscaya keberadaan asurasnsi syari'ah sudah tidak diberi tempat dalam perkembangannya di tanah Indonesia. Sebab kalau pemerintah sekarang secara regas menerapkan UU No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Peraransian, maka usaha perasuransian syari'ah di Indonesia dianggap ilegal dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Tetapi hal tersebut tidaklah dilakukan oleh pemerintah sekarang, bahkan sebaliknya memberi dukungan yang luas terhadap adnya asurasi syari'ah di Indosesia dengan menggagas rancangan undang-undang(RUU) tentang perubahan atas UU No. 2 tentang Usaha Perasuransian.
A.    KESIMPULAN
Sebagai pembeda antara praktik yang terjadi pada asuransi syari’ah dan asuransi konvesional dapat dilihat dari akad yang membentuk antara keduanya. Akad yang membentuk asuransi syariah secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua; yaitu akad tabarru’ dan akad mudharabah. Akad tabarru’ adalah akad yang didasarkan atas nilai ta’awun yang terwujud dalam pembayaran premi yang dengan motivasi awal untuk dimasukan dalam rekening derma (tabarru’). Sedangkan akad mudharabah adalah salah bentuk akad yang mempunyai nuansa bisnis dan berorientasai untuk usaha mencari keuntungan (profit), dimana peserta asuransi berperan sebagai shahibul al- mal yang menyetorkan uang (premi) kepada perusahaan asuransi selaku mudharib (lembaga pengelola dana). Adapun akad yang dipakai dalam asuransi konvensional bercorakan pertukaran (tabaddul) antara peserta asuransi dan perusahaaan, dimana peserta asuransi melakukan pembelian polis yang dikeluarkan (dijual) oleh sebuah perusahaan asuransi. Implikasi yang terjadi dari akad yang dipakai oleh asuransi konvensional adalah adanya pepindahan kepemilikan harta dari nasabah ke perusahaan asuransi. 
Dalam praktiknya di Indonesia, asuransi syari’ah telah menjadi fenomena tersendiri sejak paruh akhir 90-an. Secara yuridis, landasan operasional asuransi syari’ah belum kuat. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan atau undang-undang khsusus yang mengatur tentang usaha asuransi syari’ah. Peraturan yang mengatur usaha asuransi syari’ah di Indonesia hanya terdapat pada peraturan setingkat Surat Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan No. Kep.4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan system syari’ah. Hal ini perlu ditanggapi dengan memberikan perhatian yang besar terhadap eksistensi asuransi syari’ah di Indonesia melalui political will yang memadai dalam bentuk peraturan yang khusus mengatur tentang usaha perasuransian yang sesuai dengan syari’ah Islam.

     [1] System operasional asuransi syari'ah ini kami peroleh dari hasil seminar yang di paparkan oleh Khoirul Imron, dalam "Sistem Management dan Produk Asuransi Syari"ah", Yogyakarta, 28 mei 2005.



     [1] Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, ,Jakarta: Sinar Grafika, 1997,Cet. Ke-3, h.3.
     [2] Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta:Prenada Media, 2004, h.65.
     [3] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah,  Yogyakarta: Ekonisia, 2004, Cet. Ke-2, h. 144.
     [4] Hermawan Darwani, Manajemen Asuransi, Jalarta: Bumi Aksara, 2001, Cet. Ke-3, h. 226.
     [5] Hasan Ali, Op. Cit.
     [6]Kansil, Cristine S.T. Kansil, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya  paramita, 2004, h. 99.
     [7] Pengertian ini didapatkan dari catatan-catatan pribadi selama mengikuti mata kuliah  asuransi yang sambil pada semaester empat.
     [8] Ibid
      [9] Ibid.
     [10] lebih jelasnya menganai pandapata para ulama yang mengharamkanya asuransi  lihat Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis dalam bukunya  Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994, h. 86.
     [11] Ibid.
      [12] Hasan Ali, Op.Cit, Jakarta:Prenada Media, 2004, h. 104.
     [13] Ibid. h.77.
     [14] sumber dari Internet www.google.com  tentang Dasar-dasar Asuransi.
     [15] Abdullah al- Muslih dan Shalah as-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penj. Abu Umar Basyir, Jakarta: Darul Haq, 2004, h. 279-280.
     [16] Ibid.
     [17] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BMUI dan Takaful)Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, h. 169-170.

E.  DAFTAR PUSTAKA
al- Muslih Abdullah dan as-Shawi Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penj. Abu Umar Basyir, Jakarta: Darul Haq, 2004.
Ali Hasan, Asuransi Dalam Perspektif Hukm Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis,Teoritis, dan Praktis.Jakarta:Prenada Media, 2004.
Darwani Hermawan, Manajemen Asuransi, Jalarta: Bumi Aksara, 2001, Cet.ke-3.
Hartono Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika,1997.Cet. ke-2.
Kansil, Cristine S.T. Kansil, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Jakarta:Pradnyaparamita, 2004.
Pasaribu Chairuman dan K. Lubis Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1994.
Sudarsono Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah, Cet. II, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Sumitro Warkum, Asas-asas Perbankan Islam Dan Lembaga-lembaga Terkait (BMUI dan Takaful)Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
www.google.com tentang Dasar-dasar Asuransi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional Lengkap"

Post a Comment