Memahami Istilah Locus of Control dalam Psikologi Pendidikan
Makalah
Locus of Control dalam Psikologi Pendidikan
A.
Pengertian Locus of Control
Istilah
locus of control sebagai suatu konsep psikologi pertama kali dikemukakan oleh
Rotter (1966). Menurut Phares, konsep ini dikembangkan untuk menjelaskan
tendensi orang-orang untuk mengabaikan kontingensi reinforcement. Kegagalan
orang-orang tersebut untuk merespon imbalan dan hukuman seperti prediksi
diatribusikan kepada "harapan yang tergeneralisir" (generalized
expectancy) bahwa tindakan-tindakannya takkan mendatangkan imbalan baginya atau
menjauhkannya dari hukuman (Spector, 1982).
Menurut
Furnham & Steele (1993), locus of control merupakan suatu harapan yang
tergeneralisir tentang pemecahan masalah menyangkut isu apakah perilaku
dipersepsi sebagai sarana/instrumental bagi tercapainya tujuan. Selain itu,
menurut keduanya, walaupun merupakan generalized expectancy, locus of
control dapat bervariasi sesuai situasi. Ini berbeda dengan pandangan Rotter
(dalam Fournier & Jeanrie, 2003) bahwa konsep locus of control tidak
bergantung pada domain perilaku.
Adanya
perbedaan dalam tanggapan terhadap hubungan antara perilaku dan reinforcement
dapat dilihat sebagai adanya perbedaan tanggung jawab individu terhadap apa
yang terjadi pada dirinya. Di satu sisi, ada individu yang merasa secara
pribadi bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Individu ini
disebut berorientasi internal locus of control.
Di
sisi lain, ada individu yang melihatnya sebagai akibat kekuatan-kekuatan di
luar kontrol mereka (seperti nasib atau pihak lain). Individu ini disebut
berorientasi external locus of control (Findley & Cooper, 1984). Individu
internal memandang reinforcement sebagai bernilai karena diyakini berada dalam
kendali sendiri, sehingga internal berpeluang untuk mengubah perilakunya demi
meningkatkan atau mengurangi reinforcement.
Adapun
individu eksternal sulit merubah perilakunya karena baginya reinforcement
berada diluar kendalinya sehingga tak relevan dengan perilakunya. Dengan
demikian, locus of control merupakan keyakinan-keyakinan kontrol oleh seseorang
-sejauh mana dia mempersepsi bahwa dia mengontrol atau tidak hal yang terjadi
pada dirinya. Keyakinan-keyakinan kontrol personal ini akan mempengaruhi
bagaimana orang-orang mempersepsi peristiwa yang menimpa dirinya dan bagaimana
orang-orang itu menafsirkan pengalaman orang lain.
Locus
of control bukanlah suatu konsep tipologik namun merupakan suatu kontinum
(garis lurus). Keyakinan individu pada locus of control terletak di sepanjang
kontinum tersebut. Manakala internal locus of control semakin dominan, semakin
rendah external locus of control. Begitu pula sebaliknya (London & Exner,
1978).
Pergeseran orientasi dari eksternal ke
internal dipengaruhi oleh pertambahan usia dan pengalaman. Orang-orang dewasa
pada umumnya memiliki orientasi kontrol yang relatif lebih internal jika
dibandingkan dengan anak-anak. Begitu pula orang-orang yang pendidikannya lebih
tinggi relatif berorientasi internal jika dibandingkan dengan orang-orang yang
pendidikannya lebih rendah.
B.
Ciri-Ciri Internal-External Locus of Control.
Adanya perbedaan orientasi locus of control berimplikasi
terhadap sikap dan perilakunya terhadap lingkungannya. Sikap dan perilaku
individu internal akan berbeda jika dibandingkan dengan individu eksternal.
Secara umum, individu internal bertindak lebih
aktif. Internal mengatribusikan kesuksesan kepada usahanya, dan dengan begitu
berusaha mengontrol situasi demi mencapai kesuksesan. Selain itu, dia juga
berusaha untuk mencari situasi yang mungkin dikontrol (Spector, 1982). Individu
internal menyukai situasi yang mengandalkan skill sedangkan individu eksternal
lebih menyukai situasi yang mengandalkan nasib atau keberuntungan
(Phares,1976).
Phares (dalam Spector,1982) menyimpulkan
perilaku-perilaku yang membedakan internal dari eksternal. Menurutnya, internal
mengerahkan usaha yang lebih besar dalam mengontrol lingkungannya, melakukan
belajar yang lebih baik, lebih aktif mencari informasi manakala informasi itu
memiliki relevansi pribadi, dan menggunakan informasi itu dengan lebih baik.
Internal juga cenderung mengambil keputusan yang memerlukan intensitas investasi
(usaha dan sumber daya) yang lebih tinggi demi mencapai kesuksesan dari pada
eksternal (Durand & Shea, 1974).
Dalam kinerja kognitifnya, internal dan eksternal
berbeda dari sudut jumlah informasi yang diperoleh maupun perilaku-perilaku
spesifik yang dilakukan untuk mendapat informasi. Internal mendapat informasi
yang lebih banyak jumlahnya, lebih aktif dalam mencarinya, dan lebih efektif
dalam menggunakannya. Internal juga memanipulasi situasi sehingga lebih mampu
mencapai hasil-hasil tertentu.
Keunggulan
kinerja kognitif internal berimbas pada efektivitas personalnya. Internal
memiliki keinginan yang lebih kuat untuk melakukan tindakan-tindakan pemulihan
yang nyata untuk mengoreksi kelemahan-kelemahan pribadinya. Internal juga
memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya sendiri lewat kemampuan perencanaan
yang lebih baik dan kapasitas yang lebih besar untuk menunda pemuasan
demi mencapai tujuan jangka panjang (Phares, 1976).
Perbedaan
perilaku internal-eksternal juga dapat dilihat dari segi motif tindakannya.
Secara umum, internal menunjukkan perhatian kepada dan lebih mementingkan
kesuksesan karena skill ataupun karena situasi-situasi lain yang bergantung
pada kemampuan diri sendiri, sedang eksternal lebih cenderung termotivasi oleh
situasi nasib atau keberuntungan. Implikasinya, internal merasa lebih
puas setelah berhasil menyelesaikan tugas-tugas yang sukar daripada eksternal
(Phares, 1976).
Kesimpulannya, dibandingkan dengan individu yang
berorientasi external locus of control, individu yang berorientasi
internal locus of control bertindak secara lebih aktif, menyukai situasi yang
mengandalkan skill dan termotivasi oleh skill dalam bertindak, mengerahkan
usaha yang lebih besar untuk mengontrol lingkungannya, serta unggul dalam
kinerja kognitif.
C. Faktor-Faktor Yang
Membentuk Locus of Control
Terbentuknya locus of control pada seseorang
dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah usia. Bertambahnya usia
akan mendorong terjadinya pergeseran orientasi locus of control. Orang-orang
yang usianya lebih tua akan menjadi lebih matang secara kognitif maupun
emosional dan ini menguatkan fungsi kontrol internal mereka. Menurut Engler
(1985), internal locus of control berkembang seiring dengan bertambahnya usia.
Makin dewasa seseorang maka locus of control-nya makin internal. Locus of
control ini menjadi stabil pada usia paruh baya dan tidak akan berubah ketika
berusia tua.
Phares (1976) menyebutkan dua faktor lain yang
membentuk locus of control, yaitu faktor keluarga dan faktor sosial.
Beberapa faktor dalam keluarga yang ikut
membentuk locus of control diantaranya adalah hubungan orang tua dan anak.
Orang tua yang bersifat protektif, kasih sayang, dan hangat serta adanya
pengakuan terhadap anak akan membentuk orientasi internal pada anak sedangkan
orientasi eksternal sering dihubungkan dengan inkonsistensi reinforcement.
Tiadanya kesepakatan di dalam keluarga menyebabkan situasi sulit diprediksi
sehingga anak cenderung mengembangkan orientasi eksternal.
Disamping
itu, posisi ordinal di dalam keluarga ikut mempengaruhi orientasi locus of
control. Anak yang lahir terlebih dahulu cenderung mengembangkan locus of
control internal, meski efeknya tidaklah besar, dan tergantung pada jenis
kelamin anak.
Faktor sosial adalah faktor lain yang mempengaruhi
pembentukan locus of control. Orang-orang di dalam kelompok yang memiliki akses
terbatas pada kekuasaan maupun peluang dan keunggulan meteri relatif
menunjukkan orientasi eksternal. Ini ditunjukkan oleh kelompok-kelompok
minoritas maupun kalangan ekonomi lemah. Hal ini karena mereka kehilangan
harapan mengontrol situasi sehingga perilakunya tidak efektif.
Kesimpulannya,
faktor yang mempengaruhi pembentukan locus of control ada dua, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal antara lain berupa usia. Adapun faktor
eksternal bersumber dari keluarga maupun lingkungan sosial.
D.
Hubungan Antara Internal Locus of Control Dengan Self-Regulated Learning
Sebagaimana telah dipaparkan terdahulu, konsep
locus of control merupakan suatu konsep tentang keyakinan kontrol seseorang.
Konsep ini mengungkap keyakinan tentang apakah suatu respon akan atau takkan,
mempengaruhi reinforcement (Furnham dan Steele, 1993) atau tanggapan tentang
kontingensi antara respon/perilaku dengan reinforcement yang mengiringi respon
itu.
Di
satu sisi, individu yang berorientasi internal locus of control/individu
internal meyakini bahwa respon yang dilakukannya akan mempengaruhi
reinforcement yang diterimanya dalam wujud imbalan (positive reinforcement)
ataupun hukuman (negative reinforcement).
Hal
ini akan memunculkan persepsi bahwa dirinya memprediksi dan mengontrol situasi
dan akan mendorongnya mengambil langkah dan antisipasi untuk mengontrol situasi
dengan mempertahankan ataupun mengubah respon/perilakunya demi meraih positive
reinforcement dan menghindari negative reinforcement.
Di sisi lain, individu yang berorientasi external
locus of control/individu eksternal tak mempersepsi adanya kontingensi antara
respon/perilakunya dengan reinforcement yang diterimanya. Individu eksternal
meyakini bahwa reinforcement yang diterimanya bukan disebabkan oleh
respon/perilakunya tapi oleh faktor-faktor eksternal seperti orang lain dan
nasib dan dengan begitu merasa tak mampu memprediksi dan mengontrol situasi
yang dapat memberinya positive reinforcement dan menghindari negative
reinforcement.
Adanya
perbedaan orientasi locus of control atau perbedaan tanggapan tentang
kontingensi antara respon dan reinforcement yang mengiringinya tersebut akan
mempengaruhi caranya meneliti peristiwa yang dihadapi dan selanjutnya membuat
perbedaan dalam caranya berperilaku terhadap lingkungannya (Phares, 1982).
Dalam
situasi akademik, bagaimana individu menanggapi hubungan antara perilakunya
dengan reinforcement yang diterimanya mempengaruhi prestasi akademik. Pembelajar
internal dilaporkan mendapat nilai ujian yang lebih bagus dan cenderung
mengekspresikan kepuasan yang lebih tinggi dalam belajar daripada pembelajar
eksternal yang memiliki taraf inteligensi yang setara (Biggs, 1987).
Manakala
orientasi locus of control berimplikasi pada hasil yang dicapai dalam belajar,
tentu dapat pula dinyatakan ini mempengaruhi bagaimana hasil tersebut dicapai.
Dengan kata lain, locus of control mempengaruhi pendekatan dan pengelolaan
belajarnya. Dari sinilah pembelajar yang berorientasi kontrol internal
dikaitkan dengan self-regulated learning.
Self-regulated
learning merupakan suatu aktivitas belajar yang dikelola secara mandiri.
Individu pembelajar yang bersangkutan bertanggung jawab atas kemajuan
belajarnya. Dirinya menetapkan tujuan belajarnya, mengambil langkah-langkah
belajar ke arah tujuan tersebut lewat perencanaan strategi belajar dan
implementasinya, mengamati dan mengevaluasi kemajuan belajarnya, serta
menentukan langkah-langkah selanjutnya berdasarkan umpan balik yang
diterimanya. Individu internal meyakini bahwa dirinyalah yang menentukan
reinforcement yang diterimanya.
Dalam
hal ini, tercapai tidaknya tujuan belajarnya bergantung pada usahanya sendiri,
bukan karena kemurahan hati pengajarnya atau karena faktor keberuntungan.
Dengan begitu, dirinya akan berinisiatif sendiri dan lebih aktif dalam berusaha
mencari informasi/pengetahuan dan tidak mau menunggu/mengandalkan bantuan dari
pihak lain. Inisiatif dan otonomi belajar ini adalah salah satu hal yang
membedakan individu internal dari eksternal. Inisiatif belajar individu
internal muncul dari dirinya sendiri, bukan dari sumber luar, berdasarkan
keyakinannya bahwa pencapaian tujuan belajar bergantung pada usaha sendiri.
Self-regulated
learning bukanlah suatu kegiatan belajar yang otonom/mandiri semata, tapi
melibatkan skill/keterampilan belajar untuk merencanakan, mengorganisasikan,
dan mengorientasikan kegiatan belajar. Dengan kata lain, merupakan skill
situation (situasi yang mengandalkan keterampilan). Individu internal memiliki
preferensi pada skill situation. Internal akan memilih tugas-tugas yang
mengandalkan skill.
Skill
dalam belajar berwujud strategi-strategi belajar. Individu internal meyakini
bahwa strategi belajar merupakan salah satu kunci mencapai kesuksesan karena
melalui strategi belajar adalah faktor yang dapat dikuasai dan penerapan
strategi memperkuat kontrol atas kesuksesan. Sebaliknya, individu eksternal
memiliki preferensi pada chance situation (situasi yang bergantung pada nasib).
Implikasinya,
individu eksternal dalam kegiatan belajarnya kurang mengandalkan strategi
belajar karena menurutnya hasil belajar tidak bergantung pada penerapan
strategi belajar karena tak dapat diprediksi.
Salah
satu perbedaan individu internal dibanding eksternal adalah dalam hal kinerja
kognitifnya. Perbedaan kinerja kognitif ini antara lain dapat dilihat dari
jumlah informasi yang dimiliki maupun cara memperoleh informasi ini. Individu
internal, selain memiliki jumlah informasi yang lebih banyak, juga lebih aktif
dalam mencarinya dan lebih efektif dalam memanfaatkannya.
Dalam
kegiatan belajarnya, internal akan lebih aktif dalam mengamati dan memantau
proses belajarnya untuk mencari informasi mengenai kemajuan yang telah
dicapainya dan seberapa banyak pengetahuan yang telah dikuasainya yang
tercermin dari hasil belajarnya.
Informasi
tersebut akan dijadikan feedback untuk menilai apakah tetap mempertahankan
perilaku belajarnya ataukah perlu menyesuaikannya melalui beberapa modifikasi.
Dengan kata lain, bahwa individu internal mampu mengorganisasikan kegiatan
belajarnya lewat perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan terhadap perilakunya.
Selanjutnya, pengelolaan kegiatan belajar dalam
self-regulated learning juga mencakup pengelolaan lingkungan belajar.
Pengelolaan tersebut melibatkan upaya manipulasi lingkungan belajar agar
kegiatan belajar bisa optimal. Dalam konteks belajar inilah, mengontrol situasi
dapat melibatkan langkah-langkah manipulasi lingkungan belajar. Individu
internal lebih aktif, sadar, dan direktif dalam mengontrol dan memanipulasi
lingkungan belajarnya.
Dengan
mengontrol lingkungan belajar, peluang untuk meraih tujuan akan positive
reinforcement akan lebih besar. Karena prestasi belajar yang baik
merupakan suatu positive reinforcement yang dikehendaki, dan karena hal
tersebut merupakan sesuatu yang dapat diprediksi dan dikontrol dengan usaha,
maka individu internal mengusahakan langkah-langkah untuk mengontrol situasi
yang dapat mengarah ke pencapaian prestasi belajar tersebut. Internal akan
tekun dalam kegiatan belajarnya.
Mengontrol
lingkungan belajar dapat dilakukan secara fisik dengan menciptakan situasi yang
lebih tenang dan nyaman maupun secara sosial dengan mengusahakan tersedianya
sumber-sumber dukungan dalam belajar.
0 Response to "Memahami Istilah Locus of Control dalam Psikologi Pendidikan"
Post a Comment