Image1

Makalah Tentang Islam santri dan Islam Kejawen

Islam Santri dan Islam Kejawen | Perbedaan Islam Santri dan Islam Kejawen |

LITERATUR ISLAM SANTRI DAN ISLAM KEJAWEN



Gambaran umum Tradisi Santri
Makna inti kata santri adalah pelajar sekolah Islam. Kata itu juga bisa menunjukkan pada segmen komunitas Islam jawa yang menekankan pentingnya kesalehan normatif (shalat lima waktu, puasa ramadhan, berhaji ke Mekkah, dan lain-lain) dan mempelajari teks-teks keagamaan berbahasa arab. Orientasi keagamaan mereka masing-masing disebut sebagai kaum tua dan kaum muda. Kedua kaum itu lebih baik dipahami sebagai kategori konseptual atau aspek-aspek pengetahuan simbolik, yang digunakan untuk mengkategorikan sejumlah orang dan orientasi- orientasi keagamaannya yang heterogen.
Kalangan santri tradisional dan kebanyakan muslim kejawen ikut dalam kultus wali yang dikembangkan dengan lengkap dimana makam-makam keramat merupakan sumber berkah yang penting. Sejak awal zaman Islam Jawa, kalangan santri telah mengetahui berbagai pemecahan terhadap bagaimana hubungan antara bentuk kesalehan Islam yang syariah sentries dan mistik.
Kebanyakan santri meyakini bahwa mistisisme merupakan unsur kesalehan Islam yang penting, tetapi hanya bisa dipraktekkan dalam konteks kesalehan yang terpusat pada syariah.
Kaum santri umumnya menolak segala sistem politik sekuler yang tanpa simbol Islam yang identik dengan  ide nasionalisme. Kaum santri mempunyai catatan sejarah cukup panjang dan dinamis dalam dinamika politik nasional pasca kemerdekaan atau selama kolonial. Dinamika kaum santri dalam peta sosial politik nasional hampir identik dengan dinamika Indonesia sebagai bangsa. Perubahan perilaku santri menjadi petunjuk untuk melihat arah perubahan kebangsaan Indonesia.
Kemajuan santri dalam memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri itulah yang perlu dikembangkan pemerintah. Penempatan pesantren sebagai pendidikan formal jalur sekolah , justru bisa menghilangkan fungsi tradisionalnya yang kini semakin strategis dan diperlukan bagi pengembangan swadaya dan swasembada.
Cllifford Geertz menyatakan kelanjutan dari pertumbuhan pesantren yang anti imperialis Belanda membangkitkan santri insurrections atau pemberontakan santri.
Hubungan sosial pesantren diatur oleh hierarki yang sangat kaku. Kiai memimpin menetapkan program ibadah dan sistem disiplin yang harus diikuti oleh para santri. Menurut kebanyakan kiai, disiplin keras seperti itu sangat penting sebab tujuan pendidikan pesantren adalah untuk mengembangkan kehidupan spiritual dan pengetahuan. Para santri yang tidak mau mengikuti santri yang tidak mau mengikuti peraturan diminta untuk angkat kaki.
Kendati pesantren bisa didapatkan di daerah-daerah pedesaan maupun perkotaan, tetapi kebanyakan terletak di kota- kota kecil atau kampung-kampung besar. Beberapa pesantren di jawa tengah didirikan oleh, dan selama beberapa tahun terus bertahan melalui, patronase keraton. Pesantren biasanya terdiri atas masjid, rumah kiai dan pondok. Seluruh kompleks itu merupakan milik kiai. Pada abad ke-19, santri hanya laki-laki. Tetapi sekarang banyak pesantren yang mempunyai kelas dan pondokan untuk wanita. Di sekolah-sekolah ini, terdapat pemisahan seksual yang sangat kaku.
Subjek yang diajarkan biasanya meliputi bahasa Arab, membaca Al-Qur'an, tafsir, hadis, teologi, dan ushul fiqih. Kendati bahasa pengantar dasar yang dipakai adalah bahasa jawa atau Indonesia, tetapi bahasa arab sangat penting untuk santri lanjutan. Biasanya dalam bahasa indonesia ia disebut sebagai ilmu alat. Tekanan besarnya secara tradisional adalah pada menghapal teks arab. Para santri kemudian mengikuti sesudahnya dan dibenarkan bila perlu. Kiai itu juga memberikan penafsiran terhadap setiap baris teks. Sementara para santri mencatat, baik dalam bahasa Jawa, Indonesia, atau arab, teks maupun penafsiran itu.
Hasil pendidikan pesantren dengan demikian merupakan produksi teks juga hapalan. Para santri yang kemudian menjadi ulama menggunakan teks-teks ini di dalam kelas-kelas mereka, sementara yang lain memakainya sebagai dasar dalam khotbah jumat dan pengajaran dasar agama yang diberikan di masjid. Dalam beberapa dekade terakhir ini banyak pesantren yang telah memperkenalkan kelas model Eropa, tempat kiai menentukan kitab- kitab untuk dibaca dan memberikan pengajaran. Sistem ini mungkin sebagian karena kian tersedianya buku-buku cetakan. Hal lain, jika santri telah menguasai sebuah teks, kiai akan menandatangani buku catatannya dan memberinya sanad. Biasanya ini merupakan daftar lengkap generasi guru pengajar hingga Nabi Muhammad. Hal itu juga berfungsi sebagai ijazah untuk mengajarkan teks tersebut.
Beberapa pesantren juga mengajarkan bidang-bidang ilmu umum, di antaranya sejarah, matematika, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa. Namun , ini merupakan perkembangan baru, dan subjek-subjek itu di ajarkan untuk memenuhi tuntutan menteri pendidikan. Pesantren yang mengajarkan subjek-subjek ini berhak mendapatkan pengakuan untuk ijazah pendidikan dasar, pertama dan menengah mereka dan subsidi oleh pemerintah. Institusi dengan kurikulum yang lebih terstruktur ini memungkinkan pesantren bersaing dengan, dan mungkin sebagai respon terhadap perkembangan, sekolah-sekolah yang dikelola oleh organisasi- organisasi pembaru. Tetapi ia juga bisa berfungsi sebagai institusi pendidikan yang penting , karena di kampung-kampung pesantren biasanya menjadi satu-satunya institusi pendidikan.
Para santri direkrut ke pesantren melalui dua cara. Seorang santri muda berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lain hingga ia menemukan satu tempat yang memenuhi kebutuhan individualnya dan ia merasa cocok. Atau ia bisa masuk ke pesantren yang dikelola oleh keluarganya sendiri. Hubungan nantara guru dan murid adalah salah satu aspek struktur sosial santri yang paling penting. Kebanyakan santri yang sungguh-sungguh belajar lebih di satu pesantren, mencari guru-guru terbaik di daerah islam tempat terdapat hal yang menjadi perhatiannya. Dipandang dari perspektif komunitas lokal, hubungan-hubungan ini bersifat hierarki tetap ditentukan berdasarkan pribadi, hubungan, guru/murid.
Dalam pengertian yang lebih luas, unsur pilihan pribadi ini berkaitan dengan ajaran zuhud. Kalangan santri meyakini, mencari ilmu pengetahuan agama merupakan komponen Islam yang disyaratkan. Pengetahuan bahasa arab yang digunakan untuk menunaikan ibadah shalat, diperlukan untuk ikut serta dalam komunitas lokal. Kebanyakan santri tradisional merasa bahwa standar belajar dan beribadah yang minimum tidaklah cukup untuk menjadi seorang "Muslim yang baik". Tetapi setiap individu bebas, dan bagaimanapun dituntut, untuk memilih kegiatan ibadah mereka sendiri dan mencari sumber-sumber pengetahuan agama. Orang-orang memperoleh tujuan-tujuan ini dengan cara-cara dan tingkat-tingkat yang berbeda. Sebagai hasilnya komunitas lokal yang ditentukan oleh salat jumat terdiri atas beberapa individu, masing-masing mereka menempati posisi tertentu di dalam satu atau lebih struktur hierarkis. Dalam konteks komunitas itu, semua sama. Sering dinyatakan bahwa di dalam ibadah salat semua perbedaan status manusia lenyap sebab tindakan menyerah diri secara langsung kepada Allah mengatasi semuanya. Hubungan di luar komunitas lokal ini ditentukan sebagian besar dalam bentuk hubungan guru/murid.

Asal Muasal Islam Jawa
Sejarah awal islam jawa masih sangat kabur. Konsensus kesarjanaan mengakui adanya problem yang signifikan berkaitan dengan asal muasal dan ikhwal persebaran islam di Asia Tenggara yang mungkin tidak akan  pernah dituntaskan secara utuh karena kurangnya sumber-sumber yang bisa dipercaya, yang mencatat periode kontak dan konversi tersebut.Diakui memang sudah ada kalangan Muslim di jawa pada akhir abad ke-14 dan juga keraton Majapahit.
Islam Jawa unik, bukan karena ia mempertahankan aspek-aspek budaya dan agama pra-Isalm , tetapi karena konsep-konsep sufi mengenai kewalian, jalan mistik dan kesempurnaan manusia diterapkan dalam formulasi suatu kultus keraton. Pada gilirannya, agama negara itu merupakan suatu model konsepsi Jawa tradisional mengenai aturan sosial, ritual, dan bahkan aspek-aspek kehidupan sosial seperti bentuk- bentuk kepribadian, hati dan penyakit.
Pemikiran dan tindakan keagamaan Jawa merefleksiakn keagaman tradisi Muslim sebagai sutu keseluruhan. Dalam beberapa hal ada kemungkinan untuk menentukan hubungan-hubungan yang jelas antara sistem ajaran Jawa dan Timur Tengah. Pararel yang mencolok antara wali sufi Persia al-Hallaj dan wali Jawa Siti Jenar jelas merupakan suatu contoh. Dalam kasus-kasus demikian akan tampak prinsip-prinsip sufi paling umum diterapkan untuk menciptakan kultus Muslim Jawa yang fanatik. Islam Jawa dengan demikian, bukan semata reflika dari Islam Timur Tengah atau Asia Selatan. Lebih dari itu, ia bahkan merupakan tradisi intelektual dan spiritual dari dunia Muslim yang dinamis dan kreatif. Meskipun Jawa terletak di pinggir timur dunia Islam, formulasi Jawa mengenai sufisme dan hubungannya dengan kesalehan Islam normatif memberikan sumbangan yang utama-meskipun sebagian besar tidak diakui terhadap pemikiran Islam.
Salah satu ciri Islam Jawa yang paling mencolok adalah kecepatan dan kedalamannya mempenetrasi masyarakat Hindu-Budha, dan pada kedua masyarakat itu Islam sangat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran metafisika  dan mistik sufi. Selain itu, sebagaimana telah dinyatakan sepanjang studi ini, Asia Selatan merupakan sumber Islam Jawa. Juga penting dicatat bahwa Islam rakyat di pedesaan Jawa dan India Tengah sama-sama menyerap spektrum kepercayaan dan ritual yang luas.
Meskipun Islam Jawa banyak berutang budi terhadap Muslim Asia Selatan, Sumatra dan Semenanjung Melayu, namun bentuk dan dinamika internalnya sekarang lebih dipengaruhi oleh dinasti Mataram, dan lebih baru lagi oleh tradisi legalistic dan mistik Timur Tengah. Isolasi Jawa dari India dan perluasan hubungan dengan Timur Tengah adalah dua sebab penaklukan Mataram dan munculnya kolonialisme Eropa. Pembagian Asia Selatan dan Asia Tenggara ke dalam kerajaan-kerajaan kolonial yang diperintahkan oleh Eropa yang bersaing telah menghancurkan kontak dagang dan kebudayaan antar Muslim di kawasan tersebut. Tetapi pada saat yang sama pelayaran Belanda, terutama sesudah penemuan mesin uap, memungkinkan banyak penziarah jawa lebih mudah bepergian ke tanah Suci Mekkah dan Madinah.
Variasi budaya, seperti yang ditemukan di Jawa, bisa di derivasi dari interpretasi berbeda terhadap sejumlah aksioma umum, perbedaan-perbedaan di dalam aturan yang menentukan seperangkat aksioma tunggal, atau kenyataan bahwa individu-individu bisa memiliki bagaimanapun tidak identik seperangkat aksioma  dan aturan- aturan pengambilan kesimpulan yang berseberangan. Keberadaan variasi budaya dan perselisihan itu secara alamiah mengikuti definisi budaya sebagai suatu sistem aksiomatik.
Di Jawa, setidaknya, jelas perdebatan keagamaan dan perselisihan sosial yang terus menerus dicetuskan oleh adanya multiplasitas pemecahan-pemecahan yang mungkin terhadap problem-problem dinamika.
Dalam hal problem-problem intelektual dan keagamaan yang utama seperti regulasi praktek mistik dan kesalehan normatif.                                         

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Tentang Islam santri dan Islam Kejawen"

Post a Comment