Image1

Makalah Pendekatan Humanistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab

PENDEKATAN HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Oleh : Ujang Kusnadi/PBA-2 
Fak. Tarbiyah IAIN SUKA

PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Berbagai metode pengajaran bahasa telah dikemukakan oleh para ahli, salah satunya yang dikemukakan oleh W. F. Mackey dalam bukunya Language Teaching Analysis yang terdiri dari 15 metode,  diantaranya adalah metode langsung (direct meihode),  methode global, aura-oral approuch  dan sebagainya.


Dengan berbagai metode-metode itu ternyata pengajaran bahasa Arab bagi ghairunnaathiqiin (orang asing) belum mampu menghiliangkan kendala-kendala (problematika) yang lainnya seperti aspek bahasa yang berbeda (amilul-highawi) dan aspek psiko-sosial (aminul-lughawi), sehingga tujuan pengajaran masih sulit tercapai (Hidayat : hIm. 58). Kajian-kajian kebahasaan baik secara analisis kontrastif maupun analisis komparatif terus dilakukan unluk menemukan solusi terbaik dalam pengajaran bahasa Arab.
Hal tersebut menunjukkan sebagus apa pun sebuah metode belum tentu menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pengajaran , jika aspek-aspek lairinya terabaikan. Seperti aspek psikis peserta didik yang seringkaili kurang mendapat perhatian dari pendidik karena hanya mengedepankan metode yang dipakai tanpa melihat cocok atau tidaknya bagi peserta didik tersebut.
Akhimya proses pembelajaran cenderung otoriter, pendidik seolah-olah orang yang kuasa menentukan segalanya atau merupakan satu-satunya pemberi informasi dan sumber belajar (pemilik ilmu). Akibatnya peserta didik dalam belajar bahasa hanya dijadikan sebagai objek (peniru) dan subjeknya (pendidik). Peserta didik hanya dipandang sebagai bejana kosong atau sebuah robot yang hanya bisa diatur semaunya. Kalau meminjam istilah Paulo Freire pendidikan seperti itu disebut sebagai banking of education (teori gaya bank) dimana tugas pendidik hanya mengisinya (penabung) dan peserta didik menyimpannya (celengan)
Jika dalam pengajaran bahasa Arab seperti itu maka peserta didik non Arab akan semakin tidak tertarik terhadap bahasa itu.  Selain tidak mempunyai sense of aerobic juga bisa disebabkan oleh peididik dalam pengajarannya yang terlalu otoriter atau menganggap peserta didik tidak berhak salah. Hal seperti ini akan menimbulkan rasa takut pada peserta didik sehingga ia merasa bahwa bahasa arab sebagai suatu sosok yang menakutkan.
Menurut Curran bahwa pada waktu seorang siswa untuk pertama kalinya belajar bahasa asing dia dihinggapi perasaan tak aman (insecurity), terancam (threat,), rasa takut (anxiety) dan perasaan lain yang dapat menghambat proses belajarnya (Muljanto, 1989) ditambah lagi sosok pendidik yang kurang menyenangkan, sehingga ketika mereka masuk kelas dalam keadaan takut. Maka pengajaran seperti ini bisa dikatakan pengajaran yang idak humanis.

B. Batasan Masalah
Fenomena tersebut tidak hanya terjadi pada sekitar tahun 1960 saja melainkan masih terjadi sampai sekarang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tujuan pengajaran bahasa Arab sulit dicapai.  Proses pengajaran yang kurang memperhatikan aspek kejiwaan anak didik sebagai manusia akan merubah makna pendidikan menjadi penindasan.
Untuk itu perlu ada kajian ulang mengenai permasalahan yang sebenamya tentang aspek psikologis peserta didik sehingga pendidik dalam mengajar bahasa Arab yaitu lebih memahami dari segi-segi kemanusiaannya. Maka makalah ini mencoba memberikan kajian khusus dalam pendekatan humanistik dengan harapan tujuan pengajaran bahasa Arab dapat tercapai.

PEMBAHASAN
PENDEKATAN PSIKOTERAPI SISWA DALAM BELAJAR BAHASA ARAB
Pendekatan humanistik dapat diartikan sebagai pandangan atau pendapat yang diambil dari sudut kemanusiaannya atau masalah-masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri (Soemanto, 1998
Dalam makalah ini akan kami sajikan dua pandangan .tentang psikologi humanistik yaitu Abraham Maslow dan Carl Roggers.
1. Humanismenya Abraham Maslow
Kajian tentang manusia Abraham Maslow beranggapan bahawa manusia mempunyai tujuh kebutuhan dasar yaitu : kebutuhan tisiologis yang merupakan kebutuhan pertama dalam mempertahankan hidupnya, misalnya kebutuhan makan, minum dan sebagainya. Kebutuhan kedua adalah kebutuhan akan rasa aman yang menurut Maslow biasanya terpuaskan pada orang-orang dewasa yang normal dan sehat. Para psikolog anak maupun guru menemukan bahwa anak-anak membutuhkan suatu dunia yang dapat diramalkan.
Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika unsur-unsur ini tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Kebebasan yang ada batasnya Iebih disukai daripada serba dibiarkan sama sekali. Menurut Maslow, kebebasan yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya perlu demi perkembangan anak
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki dan dimiliki. Selanjutnya orang akan mendambakan hubungan penuh kasih sayang dengan orang lain pada umumnya, khususnya kebutuhan akan rasa meiniliki tempat di tengah kelompoknya, dan ia akan berusaha keras mencapai tujuan yang satu mi. Ia akan berharap memperoleh tempat semacam itu melebihi segalagalanya di dunia ini, bahkan mungkin kini ia lupa bahwa tâtkala ia merasa lapar in mencemoohkan cinta sebagai sesuatu yang nyata, tidak perlu atau tidak penting.
Keenam kebutuhan akan penghargaan, menurut Maslow, setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan : yakni, harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dan orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan. Seseorang yang memilik cukup harga diri akan lebih percaya diri serta iebih mampu maka juga lebih produktif. Sebaliknya jika harga dirinya kurang maka ia akan diliputi rasa rendah diri serta rasa tidak berdaya yang selanjutnya dapat menimbulkan rasa putus asa serta tingkah laku neurotik. Harga diri yang paling stabil, karenanya juga yang paling sehat, tumbuh dan penghargaan yang wajcir dan orang-orang lain. Bukan karena nama harum, kemasyhuran serta sanjungan kosong.
Kebutuhan kelima adalah kebutuhan akan aktualisasi diri yang merupakan salah satu aspek penting dalam motivasi pada manusia. Maslow mengatakan bahwa kebutuhan ini sebagai hasrat untuk makan menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Dan ini akan muncul sesudah kebutuhan akan cinta terpuaskan secara memadai.
Keenam adalab hasrat untuk tahu dan memahami yang merupakan ciri mental yang sehat. Kebutuhan terakhir adalah kebutuhan estetik yaitu kebutuhan akan suatu keindahan yang dirasakan oleh setiap orang. Keindahan dipandang sebagai terapi yang menjadikan seseorang lebih sehat. Kebutuhan estetik ini berhuhungan dengan diri seseorang. Mereka yang tidak menjadi lebih sehat oleh keindahan adalah orang-orang yang terbelenggu oleh gambaran orang yang rendah.

B. Humanismenya Carl Roggers
Rogers dalam hal pendekatan humanistik mengemukakan gagasan tentang motif yang ada pada setiap orang yang disebutnya sebagai tendensi pengaktualisasian. Tendensi pengaktualisasian menurutnya merupakan master motive pada manusia untuk mengembangkan potensi pribadiriya dengan berbagai cara dengan tujuan memelilhara dan meningkatkan diri. Bagnya motiv-motiv seperti lapar, haus, seks hanyalah ekspresi yang spesifik yang bersumber dari tendensi pengaktualisasian. Demikian juga motiv berprestasi, mengejar sukses tidak lain sebagai upaya meningkatkan diri. Tendensi pengaktualisasian menjadi penggerak bagi setiap individu untuk aktif berkreasi mengungkapkan segenap potensi dan berusaha ke arah pertumbuhan diri yang optimal (Koswara, him. 216-218)
Konsep psikologinya adaiah non-directive counseling atau client centered rheraphy yang ditulis dalam buku Controversia Counseling And Psicoteraphy. Menurutnya seorang client bisa menemukan solusinya sendiri, konselor tidak diperkenankan memberi solusi, petunjuk, interpretasi, niemuji atau mencela atau membenikan anjuran (Encyclopedia, him. 142).
Selain itu Rogers menggaris bawahi satu kebutuhan mendasar yang menjacli prasyarat bagi pertumbuhan diri yang sehat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan pandangan positif (need for positive regard). Ini berarti setiap individu mempunyai hasrat untuk memperoleh perlakuan baik, dihargai dan dicintai oleh orang lain. Meskipun kebutuhan ini merupakan bawaan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Iingkungan mempengaruhi.
Kebutuhan akan pandangan positif ini mempunyai pengaruh motivasional yang besar akan tingkah laku individu, artinya untuk memperoleh pandangan yang positif individu bersedia melakukan apa saja. Pandangan positif bisa menunjang tendensi pengaktualisasian hanya bila pandangan positif ini diperoleh tanpa syarat karena kenyataannya lingkungan akan hanya memberikan pandangan positif dengan syarat seseorang bertingkah laku sesuai yang diharapkan.
Pandangan positif bersyarati ini akan mengakibatkan energi pengaktualisasian yang ada, sebagian besar digunakan untuk perlindungan diri dan ancaman-ancaman kecemasan, sehingga individu tersebut tidak memiliki cukup energi untuk menumbuhkan diri.  Sedangkan pandangan positif yang diberikan kepada individu tanpa memandang apakah individu tersebut bertingkah laku yang sesuai atau tidak. Dengan demikian memungkinkan individu bebas dan ancaman serta bebas pula untuk tumbuh dan berubah, sehingga individu tersebut bisa mencapai pertumbuhan diri yang optimal menjadi orang yang menurut Rogers disebut berfungsi penuh (Fully Functioning) (Koswara, lthn 219220)..
Menurut Rogers ada tiga persyaratan bagi therapi dalam sikapnya  menghadapi klien anatara lain
1.      Congruence, artinya therapist menunjukan sikap terbuka kepada klient.
2.      Unconditional Positif Regard; therapist harus bisa menerima klien sebagai manusia dengan segala kemanusiaannya. Therapi tidak boleh menilai dengan menyetujui atau menolak tiñgkah lakunya.
3.      Empatic Understandirig; therapist haruss menunjukkan kepada klien bahwa ía memahami apa yang kilen rasakan tentang dirinya serdiri, tentang lingkungan sekitar dan tentang persoalan hidup yang dihadapinya. (Nana sudjana, 174).

C. Korelasinya Dengan Pengajaran Bihasa Arab
Dan uraian singkat di atas, kita dapat mengambil sebuah relevansinya dengan proses pengajaran bahasa Arab yang selama ini dipandang kurang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan peserta didik terutama kebutuhan rasa aman dan kasih sayang harus kita kaji. Maka dalam hal ini sehnarusnya seorang pendidik terlebih dahulu memenuhi kebutuhan rasa aman bagi peserta didik , misal menciptakan suasana kelas yang menyenangkan atau dengan komunikasi yang harmonis antara pendidik dan peserta didik.
Pendidik hanya sebagai fasilitator atau konselor dan siswa adalah kliennya. Jadi pendekatan humanistik berorientasi pada siswa yang mementingkan aspek kebebasan, otonomi, tanggung jawab dan kreativitas yang menjadi bagian siswa.
Untuk memberikan rasa aman pada siswa seorang pendidik yang humanis haruss mengambil sikap yang fasilitatif, ramah,  penuh pengertian,  mengiakan dan berbagi rasa. Curran mengajukan enam konsep yang diperlukan untuk menumbuhkan learning yaitu Security, Attmiion-Agression, Retention-reflection, dan discrimination (SARD).
Dalam hal ini guru sebagai pemberi rasa aman dan nyaman kepada siswa untuk belajar bahasa Arab. Proses pembelajaran berlangsung tidak satu arah melainkan terjadinya komunikasi antara guru dan siswa./

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Pendekatan Humanistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab"

Post a Comment