Biografi Imam al Ghazali dan Ibn Taimiyah
A.
Biografi al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah
1.
Al-Ghazali
a.
Riwayat Hidup
Nama lengkap al-Gaza>li>
adalah Abu> H{ami>d Muh{ammad bin Muh{ammad bin Muh{ammad bin Ah{mad al-Gaza>li>
al-T{u>si>. Ia dikenal dengan H{ujjatul Isla>m[1]
maupun Zain al-Di>n, lahir di kota
Gazalah, sebuah kota
kecil dekat T{u>s di Khurasa>n pada tahun 450 H/1058 M.[2]
Al-Gaza>li> berasal dari keluarga yang taat beragama dan sederhana. Ayahnya, Muh}ammad, seorang pemintal dan pedagang kain wol di daerahnya. Sepeninggal ayahnya, al-Gaza>li> dititipkan kepada teman ayahnya, seorang sufi besar, bersama saudaranya sambil belajar ilmu agama. Mengingat faktor biaya yang tidak mencukupi, keduanya dimasukkan ke sebuah madrasah di T{u>s. Pada tempat inilah al-Gaza>li> memulai mempelajari fiqh.[3]
Al-Gaza>li> berasal dari keluarga yang taat beragama dan sederhana. Ayahnya, Muh}ammad, seorang pemintal dan pedagang kain wol di daerahnya. Sepeninggal ayahnya, al-Gaza>li> dititipkan kepada teman ayahnya, seorang sufi besar, bersama saudaranya sambil belajar ilmu agama. Mengingat faktor biaya yang tidak mencukupi, keduanya dimasukkan ke sebuah madrasah di T{u>s. Pada tempat inilah al-Gaza>li> memulai mempelajari fiqh.[3]
Saat usia 20 tahun,
al-Gaza>li> belajar kepada Abu> Nas}r al-Isma>’i>l di
Jurja>n, sebuah kota
di Persia
terletak di antara kota
Tabristan dan Ni>sa>bu>r. Sekembali darinya, al-Gaza>li>
melanjutkan ke Ni>sa>bu>r, dan bertemu dengan Abu>
al-Ma’a>li> al-Juwaini> (lebih dikenal Imam H}aramain, w. 478 H.).[4]
Selain itu, al-Gaza>li> belajar tasawuf kepada Abu> Ali> al-Fad{l
bin Muh{ammad bin Ali> al-Farmaz|i> dan Yu>suf al-Nassaj, dan belajar
hadis kepada beberapa ulama, seperti Abu> Sahal Muh{ammad bin Ah{mad
al-H{afs}i> al-Marwazi>, Nas}r bin Ibra>hi>m al-Maqdisi>.[5]
Selain belajar, ia sudah mulai mengajar dan menulis, diantaranya ilmu
fiqih.
Sepeninggal al-Juwani>,
al-Gaza>li> meninggalkan Ni>sa>bu>r menuju Mu’askar, bergabung
bersama para ulama dan bertemu Niz{a>m al-Mulk. Berkat kecerdasan yang
dimilikinya, al-Gaza>li> diangkat menjadi guru besar pada Madrasah
Niz}a>miyah tahun 1090 M di kota
Bagda>d.[6]
Popularitas dan kebahagiaan al-Gazali akhirnya dapat diperolehnya. Namun
demikian, baginya tidaklah memberikan ketenangan jiwanya, dan mengakibatkan
kegoncangan dalam hatinya.
Oleh karena itu,
al-Gaza>li> meninggalkan Bagda>d dan menjalankan sisi kehidupan sufi dan zuhud dunia,[7] dan menuju
ke Damaskus. Bagi al-Gaza>li>,
tempat tersebut membuatnya merasa nyaman dengan selalu melakukan riya>d{ah dan muja>hadah,
dan memotivasi dirinya untuk membersihkan atau mensucikan hati dan
mendidik akhlak, salah satunya dengan melakukan rih}lah.[8]
Adapun rih{lah yang
dilakukan al-Gaza>li>,
dari Damaskus kemudian Baitul Maqdis di Palestina dengan melakukan uzlah dan
zikir, dilanjutkan ke kota
Khali>li> sambil berziarah ke makam Nabi Ibra>hi>m as. Selanjutnya
pergi ke Mesir, Iskandariyah, Maroko, Mekkah dan Madi>nah. Dua kota terakhir inilah
sebagai akhir dari rih{lah-nya, sekaligus menunaikan ibadah haji. Saat
menunaikan haji inilah, al-Gaza>li> mendapat ilham di bawah naungan
Ka’bah dan dijadikannya sebagai pegangan dalam kehidupan sufi.[9]
Kurang lebih
sepuluh tahun lamanya mencari ilmu dan ketenangan batin serta hakekat
kebenaran, sang H}ujjatul
Isla>m, al-Gaza>li> meninggal dunia. Menurut Ibn Asa>kir, ia
kembali ke rahmatulla>h pada hari Senin, 14 Juma>dil A<khir 505 H atau
19 Desember 1111 M di T}u>s.[10]
Beliau dimakamkan di Pekuburan T{aberran, berdampingan dengan penyair terkenal,
Firdausi>.[11]
b.
Latar Belakang Kehidupan
Proses kehidupan
seseorang tak lepas dari berbagai faktor, baik sosial, politik maupun kultural.
Secara signifikan faktor-faktor ini sangat mempengaruhi kepribadiannya dalam
membentuk performance seseorang. Demikian halnya al-Gaza>li>
dalam hidupnya, yang akan dijelaskan dibawah ini dengan berusaha
menelusuri aspek yang melatarbelakangi kehidupannya.
Pada aspek
politik, eksistensi Bani Abbasiyah yang beribu kota di Bagda>d
tetap diakui, hanya saja kekuasaan waktu itu terbagi dalam beberapa wilayah
secara otonom, Dinasti Saljuk dan Fatimiyah. Kedua dinasti inilah nantinya
membawa kejayaan dunia Islam, disintegrasi politik dan perebutan kekuasaan.
Dinasti Saljuk
sebagai bagian dari Bani Abbasiyah telah banyak memberikan kontribusi penting
bagi dunia Islam. Masa kejayaan dinasti ini diraih saat kekuasaan Wazi>r Niz}a>m al-Mulk.[12]
Kesempatan baik pun diperoleh al-Gaza>li>
untuk mengembangkan keilmuan melalui institusi pendidikan di Madrasah Niz}a>miyah.
Perselisihan dan
perebutan kekuasaan yang terjadi waktu itu, mengakibatkan ketidakstabilan
situasi politik dan keamanan serta memberi peluang kelompok lain berusaha
merongrong integritas politik dan agama. Oleh al-Gaza>li>
dan Ibnu al-Jauzi‘ mencontohkan
dalam bidang sosial keagamaan, dengan munculnya gerakan Bat}iniyah, sebagai kelompok umat yang
berbajukan Islam dan cenderung menolak Islam,[13] berusaha menanamkan
fanatisme golongan,[14] dan paham anarkisme
sebagai alat propaganda penguasa dan secara negatif melakukan provokasi
terhadap aqidah umat dan menggoyang stabilitas politik.
Selain itu,
perbedaan persepsi terhadap ajaran agama sebagai salah satu pemicu terjadinya
konflik sosial, sehingga memunculkan pengaruh kultural pada ajaran Islam.
Pengaruh kultural waktu itu adalah filsafat. Oleh sekelompok orang, filsafat
dijadikan sebagai alat propaganda dalam tiap-tiap ajaran aliran di kalangan
intelektual.[15] Tak heran, bila
antara penguasa dan ulama terjadi ketergantungan positif dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.
c.
Aktivitas Keilmuan dan
Karyanya
Rih}lah al-‘ilmiyah merupakan salah satu
aktivitas ulama setempat dalam menimba ilmu, dengan menjumpai tokoh-tokoh
terkemuka. Demikian juga yang dilakukan al-Gaza>li>
dalam mengoptimalkan keilmuannya dan mencari hakekat kebenaran.
Pendidikan al-Gaza>li> dimulai
dengan belajar al-Qur'an pada ayahnya sendiri yang bekerja sebagai pemintal
wol. Sepeninggal ayahnya,
al-Gaza>li> dititipkan kepada
Ah}mad bin Muh}ammad al-Razi>kani>, seorang sufi besar, dan
bersamanya belajar ilmu fiqih, riwayat hidup para rasul dan kehidupan spiritual
mereka, juga belajar syair-syair.[16]
Pada tahun 479 H, al-Gaza>li> melanjutkan
studinya ke kota Jurja>n dan bertemu
Imam Abu> Nas}r al-Isma>’i>li>,
kemudian ke
Ni>sa>bur menimba ilmu kepada seorang teolog Asy’ariyah, Abu> al-Ma’a>li>
al-Juwaini> (Ima>m al-H}aramain).[17]
Menurut Ibn Khalikan, bersamanya ia belajar ijtihad dan menguasai berbagai
persoalan dan cabang ilmu.[18]
Setelah Imam al-H}aramain meninggal dunia, al-Gaza>li> pergi ke Mu‘askar
dan memperoleh kesempatan dari Niza>m al-Mulk untuk mengabdikan ilmunya di
Madrasah Niz}a>miyah di Bagda>d.[19]
Aspek
Intelektualitas dan peran al-Gaza>li>
di lembaga keilmuan dan struktural menjadikanya terkenal di penjuru wilayah.
Namun demikian, tidaklah memberi arti bagi ketenangan jiwanya, meski dengan
segala aktivitas ilmiah dan kemewahan dunia. Oleh karena itu, dirinya berusaha melawan
hawa nafsu, merubah sifat akhlak dan melawan setan kebodohan dan mencari jalan
ketenangan jiwa untuk mengharap nu>r
musya>hadah dengan
segenap kemurnian hatinya.[20] Perasaan
ragu inilah membuat al-Gaza>li>
termotivasi untuk melakukan rih}lah
dari satu tempat ke tempat lain, guna mencari ketenangan jiwa dan hakekat kebenaran.
Rih}lah yang dilakukan al-Gaza>li> dimulai dengan
berkhalwat di Masjid Damaskus hingga ke Mekkah dan Madinah. Usaha yang
dilakukan dalam rangka mencari sebuah pegangan dan ketenangan jiwa. Akhirnya,
al-Gazali mendapatkan ilham saat menunaikan ibadah haji. Proses yang dialaminya
ini dijadikan sebagai pegangan dalam "paham Sufi" dan kehidupan
spiritualitasnya, serta mengembangkannya di akhir hidupnya.
Adapun karya-karya
al-Gaza>li> terbilang
banyak jumlahnya, yang meliputi berbagai keilmuan yang telah dikuasainya. Karya
al-Gaza>li> yang
masih dikenal hingga saat ini, diantaranya Kitab
Ih}ya>' Ulu>m al-Di>n dan
al-Mustasfa' min Ilm al-Us}u>l.Karya-karya
al-Gaza>li> yang telah ditulisnya, antara lain :
a.
Dalam bidang Akhlak dan Tasawuf : Ih}ya>' Ulu>m al-Di>n (Menghidupkan
Ilmu-Imu Agama, Minhaj
al-'A<bidi>n (Jalan Orang-orang yang Beribadah), Kaimiya> al-Sa'adah (Kimia
Kebahagiaan), al-Munqi>z}
min al-D}ala>l (Penyelamat dari Kesesatan), Akhla>q al-Abra>r wa
al-Najah} min al-Asyra>r (Akhlak Orang-orang yang Baik dan
Keselamatan dari Kejahatan), Misykah
al-Anwa>r (Sumber Cahaya), Asra>r
'Ilm al-Di>n (Rahasia Ilmu Agama), al-Dura>r al-Fa>khirah fi> Kasyf 'Ulu>m
al-A<khirah (Mutiara-mutiara yang Megah dalam Menyingkap
Ilmu-ilmu Akhirat), dan al-Qurbah
ila> Alla>h 'azza> wa Jalla> (Mendekatkan Diri kepada
Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung);
b.
Dalam bidang Fiqh : al-Basi>t} (Yang
Sederhana), al-Wasi>t}
(Yang Pertengahan), al-Waji>z
(Yang Ringkas), al-Zari'ah
ila> Maka>rim al-Syari>'ah (Jalan Menuju Syari'at yang
Mulia), dan al-Tibr
al-Masbu>k fi> Nas}I>h}ah al-Muluk (Batang Logam Mulia:
Uraian tentang Nasihat kepada Para Raja);
c.
Tentang Us}u>l Fiqh : al-Mankhu>l min Ta'li>qa>t al-Us}u>l (Pilihan
yang Tersaring dari Noda-noda Usul Fiqh), Syifa>'
al-Gali>l fi> Baya>n al-Sya>bah wa al-Mukhi>l wa al-Masa>lik
al-Ta'li>l (Obat Orang yang Dengki: Penjelasan Tentang Hal-hal
yang Samar serta Cara-cara Pengilatan), Tahz|I>b
al-Us}u>l (Elaborasi Terhadap Ilmu Usul Fiqh), dan al-Mustasfa>' min 'Ilm
al-Us}u>l (Pilihan dari Ilmu Usul Fiqh);
d.
Tentang Filsafat : Maqa>s}id al-Fala>sifah (Tujuan
Para Filosof), Tah}a>fut
al-Fala>sifah (Kekacauan Para Filosof), dan Mi>za>n al-'Ama>l (Timbangan
Amal);
e.
Tentang Ilmu Kalam : al-Iqtis}a>d
fi> al-I'tiqa>d (Kesederhanaan dalam Beri'tikad), Filsafat al-Tafri>qah bain
al-Isla>m wa al-Zandaqah (Garis Pemisah Antara Islam dan
Kezindikan), dan al-Qist}a>s
al-Mustaqi>m (Timbangan yang Lurus);
f.
Tentang Ilmu al-Qur'an : Jawa>hir al-Qur'a>n
(Mutiara-mutiara al-Qur'an) dan Yaqut
al-ta'wi>l fi> Tafsi>r al-Tanzi>l (Permata Takwil dalam
menafsirkan al-Qur'an).[21]
d.
Karakter Pemikiran al-Gaza>li>
Secara
garis besar ada dua karakter pemikiran al-Gaza>li>. Pertama, bersifat filosofis dan kedua, bersifat mitis.
Berdasar dua hal tersebut, orang boleh mempunyai pandangan yang berbeda, apakah
filosofis ataukah seorang mistikus. Kalau mengkaji melalui gerbang karyanya Maqa>s}id
al-Fala>sifah, Tah}afut al-Fala>sifah, dan Mi‘ya>r al-Ilm orang akan mengambil kesimpulan bahwa
al-Gaza>li> adalah seorang filosuf. Tapi, kalau menelusuri pemikirannya
melalui Ih}ya>' Ulu>m al-Di>n, al-Munqiz\ min al-D}ala>l, maka
akan berkesimpulan bahwa dirinya adalah
seorang mistikus tulen.[22]
a.
Pemikiran Filosofis
Karya pertama al-Gazali dalam bidang filsafat
adalah Maqa>s}id al-Fala>sifah. Dalam karya tersebut, al-Gaza>li> menjelaskan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai oleh para filosof Yunani, dengan bahasa yang mudah dipahami dan
susunannya yang sistematis.[23]
Oleh karena itu, karya ini merupakan tulisannya tentang filsafat Yunani secara
deskriptif obyektif dan tidak ada tendensi politis dan ideologis apapun.
Sedangkan dalam karya Tah}afut
al-Fala>sifah, al-Gaza>li> mengemukakan tiga hal yang menyebabkan kekafiran. Pertama, tentang
keyakinan filosof bahwa alam itu qadim. Kedua, mengenai keyakinan mereka
bahwa Tuhan itu tidak mengetahui hal yang particular, dan ketiga, mengenai
keyakinan bahwa yang dibangkitkan pada
hari nanti adalah jasad an sich.[24]
Dengan demikian, karya ini bisa dipandang sebagai sebuah karya yang berpretensi
menghancurkan reputasi filosof di mata umat, karena adanya kerancuan pemikiran
mereka sehingga bertentangan dengan akidah yang benar.[25]
b.
Pemikiran Mistis
Dalam memahami pemikiran mistis al-Gaza>li>,
orang-orang dapat merujuk pada kitab Ih}ya>' Ulu>m al-Di>n. Selain
itu, merujuk pada kitab Munqiz\ min al-D}ala>l. Dalam kitab
ini al-Gaza>li>
menjelaskan bahwa dirinya mempelajari tasawuf dan berhasil mencapai tingkat
pengetahuan yang tidak mungkin dapat dicapai
dengan belajar saja, melainkan dengan perasaan (z\auq) dan menyelami kehidupan sufi.[26]
Berkenaan dengan persoalan tauhid, al-Gaza>li>
mengklasifikasikan tauhid menjadi empat tingkatan, yang dikupas dalam al-fana>
fi> al-tauh}i>d.
Maksud keempat tingkatan tauhid tersebut adalah, pertama, tauhid yang
berwujud ucapan seseorang bahwa tiada Tuhan selain Allah. Kedua
ketauhidan yang diikuti dengan pembenaran hati atas apa yang diucapkan. Ketiga,
melalui jalan kasyf seseorang dapat melihat sesuatu yang beraneka ragam,
yang bersumber dari Tuhan yang satu, dan keempat, merupakan tingkatan
seseorang yang tidak melihat dalam wujud kecuali melihat Tuhan saja. Hal ini
disaksikan oleh para s}ddi>qi>n dan para sufi menyebutnya dengan al-fana' fi> al-tauh}i>d.[27] Persoalan lain yang mempunyai keterkaitan
erat dengan pemikiran mistis al-Gaza>li> tentang zuhud dan ma‘rifat.
Menurut al-Gaza>li>, bahwa
dalam zuhud terdapat tingkatan, yaitu zuhud yang didorong oleh rasa takut
terhadap api neraka dan semacamnya, zuhud yang didorong oleh motif untuk
mencari kenikmatan hidup di akhirat, dan zuhud yang didorong oleh keinginan
untuk melepaskan diri dari memperhatikan hal selain Allah.[28]
Hal-hal yang menjadi perhatian dan perlu
digarisbawahi adalah masa al-Gaza>li> dan karya-karya yang telah
dihasilkan selama kehidupannya. Pada
masa mudanya mencerminkan kuatnya logika yang digunakan, sehingga tidak heran
ia dapat menulis kitab filsafat dan kitab fiqih yang berjudul al-Mus}tasfa>
fi ‘Ulu>m al-Us}u>l yang
cenderung mempunyai pola pikir yang normativ. Berbeda dengan karya-karyanya di
akhir usianya yang lebih kental nuansa tasawufnya, seperti Ih}ya>'
Ulu>m al-Di>n.
e.
Pengaruh al-Gaza>li> di Dunia Islam dan Luar
Dunia Islam
Al-Gaza>li> dikenal
sebagai ulama yang memiliki
pemikiran dan kapabilitas keilmuannya yang tidak diragukan, sehingga diakui
sebagai seorang pemikir yang paling berpengaruh sepanjang zaman. Karya-karya
yang telah dihasilkan menjadi sumber pokok bagi penyebaran kebudayaan dan
peradaban Islam.
Hal ini dibuktikan
dengan pemikiran al-Gaza>li> yang pada setiap pembahasannya dikaji secara
mendalam dan dianalisis secara komprehensif berdasarkan al-Qur'an, Hadis Nabi,
perkataan para sahabat ataupun para tabi'in. Kesemuanya ini telah menjadi ciri
dan bentuk (model) pemikirannya.[29]
Pengaruh pemikiran
al-Gaza>li> yang
telah menyebar hingga kini dapat diterima oleh umat. Sebab keterpengaruhannya
bukan saja terletak pada ketinggian keilmuannya, keberaniannya menentang
berbagai aliran sesat, tapi kekharismaan pada diri al-Gaza>li> yang terbentuk atas proses
usahanya dalam mencari nur ila>hiyah dan kebenaran haqi>qi>. Hal
ini sebagai implikasi dari kewara'-an al-Gaza>li>
dalam hal keduniaan, riya>d}ah dan muja>hadah-nya
serta perjalanannya dalam mencari keyakinan dan pendekatan dirinya kepada Allah
SWT. Semua ini menjadikan pribadi al-Gaza>li>
sebagai figur yang sangat berpengaruh, baik di kalangan umat Islam maupun
non-Islam.[30] Lebih
lanjut, pemikiran al-Gaza>li>
juga berpengaruh secara mendalam, baik dalam nalar umat dan pemikiran
Islam itu sendiri maupun aspek epistemologi di dunia Islam secara universal.
Pengaruh al-Gaza>li>
yang tidak kalah pentingnya adalah dalam pemikiran tasawufnya. Pemikiran
tasawufnya telah dianggap final oleh pengikutnya, tanpa ada kajian ulang dan
telah kritis. Selain itu, melihat sisi al-Gaza>li> sebagai “produk
pemikiran” filosofis dan keagamaan yang final dan taken for granted dan
tidak menempatkannya sebagai “produk pemikiran” keagamaan yang mengitarinya dan
tantangan zaman yang dihadapinya. Salah satu pengaruh tersebut dibuktikan
dengan karyanya, Kitab Ih}ya>’ Ulu>m al-Di>n yang hingga kini
tetap menjadi kajian penting dalam bidang tasawuf. Pengaruh tasawuf dan
filsafatnya, yang senantiasa mengemukakan hadis-hadis yang mendorong umat Islam
dapat menggerakkan jiwanya untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Selain itu,
pengaruh al-Gazali juga tersebar luas di wilayah Barat. Menurut Palacios,
pengaruh al-Gazali tampak jelas pada para ahli teologi Yahudi yang banyak
bersandar padanya dalam banyak pendapat mereka. Palacios menyebutkan bahwa dalam
buku-buku mereka terdapat paragraf-paragraf Imam al-Gaza>li>, bahkan
menukil beberapa halaman dari kitab al-Gaza>li>, seperti Maqa>s}id
al-Fala>sifah, Tah}afut al-Fala>sifah, al-Munqiz min al-D}ala>l,
al-Mi>za>n al-‘Amal. Pemikiran ini terjadi setelah penterjemahan
kitab tersebut di abad XIII, guna membentuk para filosof. Mereka mulai
menyebarkan kitab-kitab di Eropa dan sambutannya cukup luas. Lebih dari itu,
tokoh-tokoh barat, seperti Latov, Schmoelder, de Field menaruh perhatian besar
terhadap pemikiran al-Gaza>li>, sehingga banyak karyanya yang diterjemahkan.
Bahkan kajian tentang al-Gaza>li>, di Eropa Timur tidak kurang banyaknya.
Hernandes, seorang orientalis Spanyol mengatakan bahwa terdapat + 40
kajian yang membahas aspek kehidupan dan pemikirannya serta dampak terhadap
pemikiran Islam maupun Eropa.[33]
Pengaruh
al-Gaza>li> di luar Islam lainnya, ia dikenal sebagai “penyelamat”
warisan budaya intelektual muslim, di tengah-tengah akulturasi pemikiran Yunani
dan Islam. Menurut Alfred Guillaume, bahwa kaum kristen Barat mengenal
Aristoteles melalui Avicenna, al-Farabi, Alghazel, yang sebagian besar
bergantung pada info dan sumber Arab dan Eropa memberikan perhatian begitu
besar terhadap karya al-Gaza>li> serta menyimpannya sebagai kekayaan
kesusastraan dan filosofi yang tinggi nilainya itu. Profesor Gozhi dari Jerman
juga menulis sebuah tulisan tentang al-Gaza>li> yang diterbitkan di Berlin tahun 1858. Ia
mengutip beberapa halaman dari buku al-Gaza>li>.[34]
Khusus Kitab Ih}ya>'
Ulu>m al-Di>n mempunyai nilai dan pengaruh di kalangan ahli
psikologi. Sebab dalam kitab tersebut membahas akhlak yang mempunyai motif
serta adanya dampak yang ditimbulkan. Oleh para ahli dan peminat psikologi
kitab dan kajian ini dijadikan sebagai rujukan.[35]
2.
Ibnu
Taimiyah
a.
Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu
Taimiyah adalah Taqi'
al-Di>n Abu> al-'Abba>s Ah}mad ibn al-Syaikh Syiha>b al-Di>n
'Abd al-H}ali>m ibn Abu> al-Qa>sim ibn Taimiyah al-H}arra>ni.[36]
Beliau lahir pada hari Senin, tanggal 10 Rabi>’ al-Awwal 661 H atau 22 Januari 1263 M, di Harran.[37]
Sebenarnya Taimiyah[38]
adalah nama keluarga, namun tidak diketahui apakah berasal dari Arab atau
bukan, dan ini dimungkinkan sekali berasal dari suku Kurdi. Ibnu
Taimiyah sendiri berasal dari keluarga yang cerdik dan pandai serta terkemuka.
Terbukti peran ayahnya, kakek dan pamannya turut membantu proses pembentukan
jati dirinya, [39] dan
tumbuh di saat umat Islam dalam kondisi kritis dan kehilangan psychological
striking force.[40]
Sementara itu, di
Damaskus telah berdiri sebuah lembaga pendidikan Hanbali yang terkenal.[41]
Lembaga ini menjadi jembatan bagi Ibnu Taimiyah untuk ikut berpartisipasi aktif
di dalamnya. Terbukti di usia 21 tahun, ia mendapat tanggungjawab untuk
menggantikan kedudukan ayahnya di lembaga tersebut. Setahun kemudian, jabatan
guru besar hadis diserahkan kepada dirinya, dan dalam waktu yang singkat
namanya terkenal melebihi ahli-ahli hadis lainnya waktu itu.[42]
Sejak saat itu, Ibnu Taimiyah aktif berceramah,
berfatwa dan memberikan nasehat, baik kepada siswa, sahabat maupun ulama
sekitarnya. Usaha yang dilakukan dalam rangka menghidupkan kembali semangat
Nabi dan para sahabat dengan ide dasar praktek-praktek Islam yang murni, yang
belum terkontaminasi oleh ide-ide asing dan bid’ah. Akan tetapi, perjuangan yang dilakukan Ibnu
Taimiyah senantiasa membawa rangsangan, kekaguman dan tantangan, sehingga
memunculkan golongan yang berusaha mendukung dan menentangnya. Bagi
pengikutnya, menganggapnya sebagai seorang ahli yang sangat dipercaya. Berbeda
dengan penentangnya yang berusaha mencela dan merendahkan dirinya, menganggap
ide-idenya kosong belaka dan mempertanyakan keyakinannya.[43]
Akibat lain yang muncul adalah perselisihan
antara Ibnu Taimiyah dengan para “ulama”, dikarenakan pendapatnya seringkali
berlawanan dengan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang berdasarkan
al-Qur’an, Sunnah dan praktek-praktek salaf
al-s}a>lih} saat itu. Selain itu, perselisihan di
kalangan pemerintah, yang hanya mementingkan kepuasan dan keinginan pribadinya,
dan juga memunculkan terjadinya pergolakan agama dan sosial. Hal ini dapat
dicontohkan, pada tahun 698 H/ 1298-1299 M merupakan titik awal terjadinya
perselisihan. Munculnya al-Risa>lah
al-H}ama>wiyyah,[44]
merupakan sebagai salah satu bentuk dari perdebatan dan perselisihan antara
Ibnu Taimiyah dan para fuqaha.
Perdebatan terhenti beberapa bulan akibat
serangan pasukan Mongol. Kemudian, berlanjut dengan alasan, yaitu adanya
kecemburuan dan prasangka negatif atas popularitas Ibnu Taimiyah diperoleh di
bidang yudikatif dan pendidikan. Selain itu, sikap Ibnu Taimiyah yang benci
terhadap bid’ah dan berusaha memerangi tokoh-tokoh mistik beserta ide-idenya. Adanya
tuduhan terhadap Ibnu Taimiyah dan orang yang bermazhab H}anbali sebagai tokoh anthropomorfis
(mujassimah) serta sikapnya yang keras yang terkadang membuat hati dan
telinga orang lain panas.[45]
Keseluruhan sebab di atas berimplikasi
pada kehidupan Ibnu Taimiyah. Beliau dikenal sebagai tokoh terkemuka, tapi
banyak dimusuhi oleh para “ulama” dan pejabat pemerintah. Hakekatnya ia
menciptakan kekuatan dahsyat yang menghantam dirinya dan menjadikannya sebagai
korban permusuhan. Konflik yang tak henti-hentinya menjadikan keberanian
seorang Ibnu Taimiyah tetap memerangi kepalsuan dan bid’ah. Kesabaran dan
ketabahannya (patience and endurance) yang secara natural telah membekas
dalam dirinya, dan berusaha merefleksikannya dalam aspek kehidupan.[46] Maka tak heran bila
kehidupan Ibnu Taimiyah dilaluinya dengan perjuangan, pergolakan, kegelisahan
dan “penyiksaan”.
Mengingat kontroversialnya dalam
memberikan fatwa, dirinya sering di penjara dan terakhir kalinya pada tanggal 13
Juli 1326 hingga wafatnya. Lima
tahun sebelum penahanannya, Ibnu Taimiyah aktif mengajar dan memberi ceramah di
Madrasah H}anbaliyah maupun
di Madrasah Sukkariyah.[47] Selama
di tahanan, Ibnu Taimiyah juga aktif mengajar, menulis atau merevisi
buku-bukunya dan mampu menyelesaikan karya besarnya, Kitab Tafsir.[48]
Pada tahun 728 H/ 1328 M, Ibnu Taimiyah
dilarang menulis dan memberi fatwa, sehingga seluruh berkas-berkasnya diambil
dan dikirim ke perpustakaan al-Adiyah
al-Kubra>. Meskipun demikian, aktifitas menulis
terus dilakukan dengan batu arang.[49]
Siksaan batin yang sangat dirasakan olehnya ketika seisi ruangan diambil semua,
dan menyebabkan dirinya sakit dan meninggal dunia.[50]
Menurut
Syaikh Zain al-Di>n ‘Abd al-Rah}ma>n, bahwa Ibnu Taimiyah telah
mengkhatamkan al-Qur’an delapan puluh kali. Ketika sampai pada ayat :
إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِيْ جَنَّتٍ وَنَهَرٍ.
فِيْ مَقْعَدٍ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيْكٍ مُقْتَدِرٍ.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah meninggal dunia pada tanggal 20 Z\ulh}ijjah 728 H atau 26 September 1328 di
usia 67 tahun[51] dan
dimakamkan di pemakaman al-S}u>fiyyah, [52] bersebelahan dengan
saudaranya, Syarafuddi>n
Abdulla>h.
b.
Latar Belakang Kehidupan
Latar belakang dan
perjalanan hidup Ibnu Taimiyah memiliki ciri dan karakter tersendiri. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat itu, baik politik, sosial,
ekonomi maupun pendidikan. Di bawah ini akan dijelaskan aspek-aspek yang
menjadi pengaruh pada diri Ibnu Taimiyah.
Pertama, keadaan
politik. Saat Ibnu Taimiyah lahir imperium Mongol telah menguasai Mesir,
Syiria, Libanon dan Pelestina. Tiga tahun sebelum lahir, saat memasuki Damaskus
dan Aleppo ,
mereka menguasai dan menjarah kota
H}arra>n sehingga
masyarakat setempat berusaha mengungsi dan mencari perlindungan ke tempat lain.
Selain itu, Islam dihadapkan pada
serangan dari berbagai penjuru. Arah timur dari pasukan Mongol, arah barat dari
tentara Salib dan dari internal Islam sendiri, yakni permusuhan politik antar
penguasa yang disertai timbulnya persengketaan antar sekte-sekte Islam itu sendiri.[53] Pengaruh
internal ini berakibat munculnya bayang-bayang prasangka negatif, fanatisme
dan taqlid.
Kedua, kondisi sosial.
Masyarakat dibagi dalam beberapa lapisan, yaitu bangsa Mamluk (keturunan
penguasa), ahl
al-ima>mah (kaum serbanan) yang bekerja di kantor pemerintah,
pedagang dan penguasa serta para buruh, perajin dan kaum miskin.[54]
Ketiga, kondisi
intelektual dan pendidikan. Lingkungan pergaulan masyarakat disibukkan dengan
menuntut ilmu dengan melakukan rihlah ke berbagai daerah, sehingga
dinamika ilmu pengetahuan berkembang pesat. Bukti ini ditunjukkan dengan Mesir
dan Syria
dikenal sebagai kota
yang banyak dikunjungi oleh orang-orang yang datang dari berbagai penjuru untuk
menuntut ilmu, dan terkenal sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan lembaga
pendidikan.[55] Keempat,
kehidupan ekonomi. Kesuksesan pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang
makmur tergantung dari sisi kehidupan ekonomi dan pertahanan negara. Usaha yang
dilakukan pemerintah dengan menggali segenap sumber-sumber kesejahteraan, mengembangkan
pertanian, perdagangan dan industri.[56]
c.
Aktivitas Keilmuan dan Karyanya
Ibnu Taimiyah
dibesarkan dalam lingkungan intelektual, yang mayoritas menekuni bidang-bidang
keilmuan, dan kondisi revolusi yang panas akibat invasi pasukan Mongol.
Faktor keluarga
juga mempengaruhi intelektualitas Ibnu Taimiyah. Ia terlahir dari keluarga yang
cerdik-pandai dan terkenal dalam berbagai keilmuan. Tidak heran bila ia mampu
menyerap berbagai ilmu tidak hanya al-Qur'an, hadis, dan fiqh, tapi ahli dalam
matematika, sejarah, sastra, hukum, mantiq dan filsafat. Cabang studi yang
paling penting oleh Ibnu Taimiyah curahkan adalah teologi (Aqa>id).[57]
Selain memperoleh
ilmu dari keluarganya, juga menerima dari tokoh-tokoh agama terkemuka,
diantaranya Syams
al-Di>n Abd al-Rah}ma>n bin Muh}ammad al-Maqdisi>, seorang faqih
terkenal dan hakim agung pertama dari maz|hab H}anbali> di Syiria.[58] Selain itu, Muhammad bin Abd
al-Qawi> bin Badrun al-Maqdisi> al-Mardawi> (603 – 699 H), al-Manja'
bin 'Us|ma>n bin Sa'ad al-Tanawukhi (631 – 695 H) dan mendapat ilmu tentang
hadis dari seorang ulama wanita bernama Zainab bint Makki>.[59]
Berbagai ilmu yang
telah diserap oleh Ibnu Taimiyah dapat diabadikan oleh murid-muridnya. Ini
dilihat dari jumlah murid Ibnu Taimiyah sangat banyak dan tersebar dari Syiria
ke Mesir, Kairo ke Alexandria
dan sampai ke India .
Di antara mereka yaitu Ibn
al-Qayyim al-Jauziyah, Syams al-Di>n
Abu> Abdulla>h Muh}ammad al-Z|ahabi>, Ima>d al-Di>n
Isma>'i>l bin Umar bin Kas|i>r al-Bas}ari>, Muh}ammad bin Ah}mad
bin Abd al-Ha>di> al-Maqdisi>, Syarf al-Di>n bin al-H}usain
al-Masyhu>r, Ibn Muflih}, dan al-Mizzi>.[60] Salah satu muridnya yang terkenal dan
menjadi penulis besar adalah Ibn
al-Qayyim al-Jauziyah.
Aktivitas ilmiah
yang dilakukan Ibnu Taimiyah adalah menulis, berdakwah dengan menyampaikan
lembaran pamflet – himbauan, saran maupun kritikan. Selain itu, menjadi mufti
dan tahun 682 H/ 1284 M sebagai direktur Da>r
al-H}adi>s| al-Sukkariyah dan pertama kalinya memberikan kuliah umum
tafsir di Masjid Raya Damaskus, juga di perguruan tinggi al-Ami>n dan Madrasah al-Sali>niyyah di
Mesir.[61]
Sekitar tahun 683
H – abad XIII Masehi – Ibnu Taimiyah diakui sebagai Syaikh al-H}adi>s| di Da>r al-H}adi>s|. Meskipun
keilmuannya secara esensial berpijak pada teologi dan hukum, pengetahuannya di
bidang hadis dan tafsir oleh Muh}ammad
bin Ah}mad H}anbali mempunyai penilaian tersendiri terhadapnya :
"Ibnu Taimiyah mempunyai pengetahuan yang luas
mengenai ilm rija>l
al-h}adi>s| (mengenai perawi, kecacatan, adil, derajat, segi
nilai-nilai hadis, sanad yang
'a>li> maupun na>zil, s}ah}i>h} maupun
lemah) yang memperlihatkan matan-matannya yang jarang didapat oleh orang lain.
Segala hadis yang termuat dalam kutub
al-Sittah al-Musnad,
tidak terlepas dari penilaian itu semua, sehingga dikatakan bahwa "setiap
hadis yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah bukanlah hadis"… Dalam
bidang tafsir, serahkan padanya dalam menjelaskan ayat sebagai dalil. Begitu
menakjubkan, memiliki daya ingatan yang begitu mengherankan".[62]
Menurut Abu> Zahrah[63] dalam
bukunya menjelaskan bahwa sejak kecil hingga menjadi ulama terkenal, telah
mempunyai kecerdasan dan daya hafal yang luar biasa. Selain itu, kemauan yang
keras dan tekun dalam belajar, serta cermat dalam memecahkan masalah dan bebas
dalam berpikir merupakan bagian penting yang ada dalam dirinya.
Pergolakan, perdebatan dan penyiksaan batin dalam
hidupnya mampu menghasilkan berbagai karya. Oleh muridnya, Ibn Qayyim
al-Jauziyah bahwa karya Ibnu Taimiyah kurang lebih 350 karya, diantaranya:
a.
Studi Qur'an dan Tafsir,
meliputi al-Tabya>n
fi> Nuzu>l al-Qur'an, Tafsir surat
al-Nu>r, Tafsi>r al-Mu'awid}atain (chapter 113 and 114), Tafsi>r
Su>rat al-Ikhla>s} (chapter 112) dan Muqaddimah fi> Us}u>l al-Tafsi>r.
b.
Fiqh (Hukum Islam),
diantaranya Majmu>'a>t
al-Fata>wa> al-Kubra> 5 volumes, Majmu>' Fata>wa> Ibnu
Taimiyah. 37 volumes dan al-Qawa>'id al-Nu>ra>niyah al-Fiqhiyah,
Kita>b Mana>sik al-Hajj, Risa>lah fi> al-'Uqud al-Muh}arramah,
Kita>b al-Farq al-Mubi>n baina al-T}ala>q wa al-Yami>n, Kita>b
fi> Us}u>l al-Fiqh, Risa>lah fi> Raf al-H}anafi> Yadaihi fi>
al-S}ala>h, Risa>lah fi> Suju>d al-Sahw dan Mas'alat al-H}alf bi
al-T}ala>q.
c.
Ilmu Tasawuf, diantaranya al-Furqa>n
baina Auliya>' al-Rah}ma>n wa-Auliya>' al-Syait}a>n, Amra>d
al-Qulu>b wa Syifa>'uha>, al-Tuhfah al-'Ira>qiyah fi> A'ma>l
al-Qulu>b, al-'Ubu>diyah, al-Risa>lah al-Tadmu>riyah, Dara>jat
al-Yaqi>n, Bughyat al-Murtad (al-sab'iniyah), Ibt}a>l Wahdat
al-Wuju>d, al-Tawassul wa al-Wasi>lah, Risa>lah fi> al-Sama' wa
al-Raqs dan
al-'Iba>dat al-Syar'iyah.
d.
Ushuluddin dan Ilmu Kalam,
meliputi Risa>lah
fi> Us}u>l al-Di>n, Risa>lah fi> al-Ihtija>j bi al-Qadar,
Jawa>b Ahl al-'Ilm wa al-I<ma>n, al-Ikli>l fi> al-Mutasya>bih
wa al-Ta'wi>l, al-Risa>lah al-Madaniyah, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyah fi
Naqd Kala>m al-Syi>'ah al-Qadariyah, al-Muntaqa> min Akhba>r
al-Mus}t}afa>, Syarh} al-'Aqi>dah al-As}fah}aniyah, Ma'a>rij
al-Wus}u>l ila> Ma'rifat anna Us}u>la al-Di>n wa Futu>'ahu qadd
bayyanaha> al-Rasu>l, Aqwa>mu ma> qi>la fi> al-Masyi>'ati
wa al-H}iki>nati wa al-Qada'i wa al-Qadari wa al-Ta'li>li wa Butla>ni
al-Jabri wa al-Ta'ti>l, Risa>lah fi> al-Qada'i wa al-Qadar, Kita>b
al-I<ma>n, al-Furqa>n baina al-Haqqi wa al-Ba>t}il, al-Was}iyah
al-Kubra>, Naqd Ta'si>s al-Taqdi>s, dan al-Radd 'ala> al-Nusairiyah.
e.
Ilmu Mantiq dan Filsafat,
diantaranya al-Radd
'ala> al-Mant}iqiyyi>n, al-Risa>lah al-S}afa>diyah, Naqd al-Mant}iq
dan
al-Risa>lah al-'Arsyiyyah.
f.
Akhlak, Politik dan Sosiologi,
meliputi al-H}asanah wa
al-Sayyi'ah, al-Wasiyyah al-Jami'ah li Khair al-Dunya> wa al-A<khirah,
Syarh} H}adi>s| "Innama> al-A'ma>lu bi al-Niyya>t",
al-Siya>sah al-Syar'iyyah fi> Is}la>h al-Ra>'i wa al-Ra>'iyah,
al-H}isbah fi> al-Isla>m, al-Maz}a>lim al-Musytarakah dan al-Syatranj.
g.
Tanggapan terhadap Pengikut
Agama Lain, diantaranya
al-Jawa>b al-S}ah}i>h} li-man Baddala Di>na> al-Masi>h,
al-Radd 'ala> al-Nas}a>ra>, Takhji>l Ahl al-Inji>l,
al-Risa>lah al-Qubrusiyyah, dan Iqtida>' al-S}ira>t}
al-Mustaqi>m Mukha>lafat Ash}a>b al-Jahi>m.
h.
Hadis,
seperti Ah}a>di>s| al-Qus}s}as.
d.
Alam Pikiran Ibnu Taimiyah
Berdasarkan
riwayat hidup dan perjuangan Ibnu
Taimiyah , ia termasuk
pemikir cemerlang, mempunyai pandangan jelas tentang ajaran, bagaimana ajaran
itu harus dihayati. Ia menganggap bahwa ajaran dan nilai syari'ah harus diikuti
dan mencela dengan keras bagi yang menyeleweng.
Bentuk ini mencirikan
pemikiran Ibnu Taimiyah bersifat salaf (tradisionis) dan menganut sistem
pemikiran ahl sunnah
wal jama>'ah, terutama
Ah}mad bin H}anbal dan
tokoh mazhab lainnya.[64] Sebagai penganut salaf,
ia percaya bahwa syari'at dan aqidah serta dalil-dalil yang ditunjukkan oleh nas} merupakan wahyu dari
Allah. Ini merupakan pencerminan Islam sebagai sistem ajaran yang konsekuen,
diberikan kepada manusia melalui utusan-Nya, dan dapat diimplementasikan dalam
aspek kehidupan manusia.
Orientasi yang
hendak diwujudkan dalam ajaran atau pemikiran salaf ini adalah upaya
pembaharuan (tajdi>d)
yang mencakup empat aspek.
Pertama,
pembaharuan di bidang aqidah dan penolakan terhadap tradisi syirik. Kedua,
kritik terhadap logika filsafat, ilmu kalam dan mengunggulkan metode pengambilan
dasar al-Qur'an dan Sunnah atas segala metode pengambilan hukum dan gaya bahasa yang ada. Ketiga,
sanggahan terhadap sekte-sekte non Islam, meluruskan aqidah-aqidah,
tradisi-tradisi dan pengaruhnya, dan keempat, pembaharuan dalam disiplin
ilmu agama dan membangkitkan kembali pemikiran agama.[65]
Pada aspek tauhid,
Ibnu Taimiyah sangat gigih memberantas dari berbagai kebid'ahan dan khurafat,
seperti adanya campur tangan kalam, filsafat, sufisme metafisik sampai pada
amalan sehari-hari, antara lain ziarah kubur,
istiga>sah dan lain-lain. Sehingga dalam karya-karyanya (tentang
tauhid) memunculkan keprihatinan tentang hubungan
al-Kha>liq dan
al-makhlu>q,
hubungan sang pencipta dan alam semesta. Sesudah zaman salaf, muncul
berbagai pendapat keliru dari umat Islam yang bertentangan dengan ajaran s}a>lih}. Aliran
kalam, termasuk Mu'tazilah dan Asy'ariyah serta para filosof Islam jatuh ke
dalam kesalahan ta't}il,
dan kaum
sufi beserta Syi'ah berbuat
tasybih.[66] Oleh karena al-Qur'an
dan hadis merupakan sumber acuan yang di dalamnya terdapat ajaran s}a>lih}.
Kritik dan
penolakannya terhadap logika dan filsafat Yunani terletak pada konsep al-Tajri>bah (eksperimentasi). Menurut ahli mantiq,
pengalaman orang lain tidak dapat dijadikan argumen kecuali bagi yang mengalaminya.
Bagi Ibnu Taimiyah, jika argumen logika ini diterima maka waktu yang menjadi
sumber kebenaran yang diyakini benar dari Allah SWT.[67]
Secara umum alur
pemikiran Ibnu Taimiyah dapat diketahui bahwa menurutnya akal pikiran amatlah
terbatas. Dalam menafsirkan al-Qur'an dan hadis, akal diletakkan di belakang nas} agama dan tidak
berdiri sendiri. Akal tak berhak menafsirkan, menguraikan atau mentakwilkan
al-Qur'an, kecuali dalam batas-batas tertentu itupun dikuatkan dengan hadis.
Menurutnya akal
pikiran hanyalah saksi penjelas dan pembenar dalil-dalil al-Qur'an. Baginya tidak ada
pertentangan antara cara memakai dalil naqli yang
s}ah}i>h} dengan cara aqli yang
s}a>rih}. Akal
tidak mengemukakan dalil sebelum didatangkan dalil naqli. Bila ada pertentangan
harus dikonfirmasikan dengan dalil yang
qat}'i.
e.
Pengaruh Dalam Dunia Islam
Proses kehidupan
yang dilalui Ibnu Taimiyah dalam mewujudkan ajaran Islam yang s}a>lih} li kulli
zama>n wa maka>n, telah membawa implikasi positif dalam
kehidupan selanjutnya. Terlihat peran Ibnu
al-Qayyim al-Jauzi’ dalam penyebaran ajaran Ibnu Taimiyah. Tokoh-tokoh
lain yang terpengaruh pemikiran
tajdi>d, antara
lain
al-Z|ahabi>, Ibnu Sya>kir al-Kutubi>, Ibnu Rajab dan Ibnu Kas|i>r.
Pengaruh pemikiran
Ibnu Taimiyah dapat diketahui dalam gerakan-gerakan pembaharuan di dunia Islam
abad ke-12. Gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muh}ammad bin Abdul Waha>b, Muh}ammad
al-Murtad}a> dan
Muh}ammad bin Ali> al-Syaukani> serta di
India oleh Syaikh Waliulla>h yang
mengaku dirinya sebagai pengikut aliran pikiran Ibnu Taimiyah.
Pada abad ke-19, Sayyid Ah}mad Khan dan Ahlul
Hadis di India, gerakan Sanusi di Libia dan Cad, Gerakan “Padri” di
Minangkabau-Sumatera Barat mencerminkan program Ibnu Taimiyah melalui gerakan
Wahabilah, dengan berusaha melaksanakan tajdi>d
al-Isla>m berdasarkan
al-Qur’an dan Hadis. Tak ketinggalan, peran Muh}ammad
Abdu>h} sebagai seorang pemikir berusaha menghidupkan kembali ajaran
Ibnu Taimiyah, dan Rasyi>d
Ri>d}a> – selaku muridnya -mempopulerkan ajaran Muh}ammad Abdu>h melalui
gerakan Manar di
Mesir, Arab Saudi dan Siria, tokoh-tokoh gerakan pembaharuan di Indonesia
menerima pengetahuan tentang ajaran Ibnu Taimiyah. Sebagai contoh, Ahmad
Dahlan, sikap Ibnu Taimiyah mengenai fiqih dan tasawuf maupun peran Islam dalam
sistem politik mempengaruhi perkembangan pikiran Muhammadiyah,[68] yang hingga sekarang
eksis dalam gerakan pembaharuan.
Kalau memandang dunia Islam sekarang, pengaruh Ibnu
Taimiyah telah menyebar ke penjuru dunia. Berbagai karya dan pemikirannya telah
banyak dikaji dan ditransliterasikan serta diterbitkan ke dalam bahasa lain.
Hal ini menunjukkan bahwa aspek intelektual dan kultural yang telah dibangun
oleh Ibnu Taimiyah memberi arti tersendiri, khususnya dalam ruang lingkup
gerakan pemurnian ajaran Islam. Yang demikian sehingga memunculkan gerakan
transformasi sosial yang berusaha menghalau dan menghilangkan doktrin taqlid,
bid’ah, tahayul dan kurafat.
[1] Gelar H{ujjatul Islam diberikan
karena ide-ide gemilangnya dalam mempertautkan kembali perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam dan meminimalisir perpecahan , gejolak ataupun goncangan
jiwanya. Lihat. Syaikh Abu>l H}asan Ali an-Nadawi>, Tokoh-tokoh Pemikir dan Dakwah Islam, terj. M. Qodirun Nur (Solo:
Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 171.
[2] Kota tersebut salah satu pusat ilmu
pengetahuan saat itu. Muh}ammad Ibra>hi>m al-Fayyu>mi>, al-Ima>m al-Gaza>li> wa Allaqah
al-Yaqi>n bi al-Aql (Kairo: Da>r al-Fikr al’Arabi, tth), hlm. 25.
Lihat. http://www.masjidits.cjb.net,
akses tanggal 15 Januari 2005.
[3] Abdul Aziz Dahlan (ed.), “Imam
al-Gazali” Dalam Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, 1996), II, hlm.
404.
[4] Imam H}aramain adalah tokoh
Asy’ariyah yang memimpin perguruan tinggi Niz}a>miyah di
Ni>sa>bu>r. Bersamanya ia belajar ilmu fiqih, usul, ilmu diskusi,
teologi, mantiq dan filsafat. Lihat. Abu>l H}asan Ali> an-Nadawi>, Tokoh-tokoh …..., hlm. 173.
[6] "Imam
al-Gaza>li>", http://www.masjidits.com/cetak.php?IDNews=1771,
diakses tanggal 15 Januari 2005.
[7] Zurkani Jahja, Teologi al-Gazali: Pendekatan Metodologi (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 73.
[8] Laily Mansur, Ajaran dan Teladan Para Sufi (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 158. Lihat. Taha Abdul Baqi Surur, Alam
Pemikiran al-Gaza>li> terj. LPMI (Solo: Pustaka Mantiq, 1993), hlm.
[9] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam al-Gaza>li> (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), hlm. 47-48.
[11] Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup……, hlm. 53.
[12] Philip K. Hitti, History of Arab (London: The Macmillan
Press ltd, 1970), hlm. 474-475.
[13] Yu>suf al-Qard}a>wi>, Al-Gaza>li> Antara Pro dan Kontra :
Membedah Pemikiran Abu> H{ami>d al-Gaza>li> al-T{u>si>
Bersama Para Penentangnya dan Pendukungnya, terj. Hasan Abrori (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), hlm. 95.
[15] Diantara filsafat yang berpengaruh adalah filsafat Yunani , India
dan atau filsafat Persia .
Untuk para teolog dan filosof Islam menyerap filsafat Yunani, kaum sufi
mengadopsi filsafat India
dan doktrin Syi’ah tentang konsep Ima>mah dipengaruhi filsafat Persia . Lihat.
Viktor Said Basil, Manhaj al-Bah}s| ‘an
al-Ma’rifah ‘inda al-Gaza>li> (Beirut : Dar al-Kutub
al-Lubnani, tth.), hlm. 8. lihat juga.
Zurkani Jahja, ibid, hlm. 69.
[16] "Imam al-Gaza>li>", http://www.masjidits.com/cetak.php?IDNews=1771,
akses tanggal 15 Januari 2005. al-Gazali> belajar ilmu tasawuf kepada
Yu>suf al-Nassa>j, sufi terkenal di T}u>s. Lihat. Zainal Abidin
Ahmad, Riwayat Hidup…..., hlm. 31.
[17] Nama lengkapnya adalah Abdul
Ma>lik bin Abdilla>h bin Yu>suf, dan terkadang Dhiauddin (419 – 478
H/1028 – 1085 M). Beliau juga seorang Pimpinan di Universitas Niz}a>miyah
Ni>sa>bur.
[18] Al-Gaza>li> menguasai
persoalan mazhab, perbedaan pendapat, perdebatan, teologi, usul fiqih, mantiq
dan filsafat serta menguasai berbagai pendapat tentang semua. Lihat. Abu>
al-Wafa>’ al-Ganimi> al-Taftazani>, Sufi Dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rafi’ Usmani (Bandung:
Pustaka, 1997), hlm. 148-149.
[20] Al-Gaza>li>, Mutiara
Ihya'……, hlm. 10. Lihat juga. Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1984), hlm. 99.
[21]Abdul Aziz Dahlan (ed.),
"Imam al-Gazali"……, hlm. 405.
[22] Amin Abdullah, Studi
Agama: Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 270.
[23] Lihat Pengantar Sulaiman Dunya, Maqasid
al-Falasifah, cet. III (Mesir: Da>r al-Ma‘a>rif, tt), hlm. 24.
[24] Sulaima>n Dunya>, Taha>fut
al-Fala>sifah li al-Gaza>li> (Mesir: Da>r al-Ma‘a>rif, 1972),
hlm. 287.
[25] Nanang Maulana,
"Konsep Ta'wil Menurut al-Gazali dan Ibn Taimiyah", Skripsi, Fakultas
Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2003, hlm. 25.
[26] Abu> H}ami>d
al-Gaza>li>, "Munqi>z\ min al-D}ala>l", Dalam Majmu>‘
Rasa>'il al-Imam al-Gaza>li> (Beirut: Da>r al-Fikr, 1996), hlm.
552.
[28] Ibid. hlm.
221.
[31] Sikap berharap mencari keridlaan
Allah dengan mengenyampingkan hak-hak dirinya. Ucapan yang keluar dari hati
akan langsung menembus ke relung hati dan bila dari puncak lidah tidak akan
menembus gendang telinga. Lihat. Al-Gaza>li>, Teosofia al-Qur'an, terj.
M. Luqman H. dan Hosen Arjaz Jawad (Surabaya :
Risalah Gusti , 19960 , hlm. 254-269.
[34] Jamil Ahmad, Seratus
Muslim Terkemuka, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1984), hlm. 100.
[35] Abul Hasan Ali
an-Nadawi, Tokoh-tokoh Pemikir dan Dakwah Islam, terj. M. Qodirun Nur
(Solo: Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 230.
[36] Ibn Kas|i>r, al-Bida>yah
wa al-Niha>yah (Beirut
: Da>r al-Fikr, tth), jilid 7, juz 13-14, hlm. 241.
[37]
Ibn Taimiyah, al-Furqa>n Baina Auliya>’ al-Rah}ma>n wa
Auliya>’ al-Syait}a>n (Beirut : Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>,
1995), hlm. 11. Sebuah kota
yang terletak antara Sungai Tigris dan Efrat
di Jazirah Arab. Lihat. Ibn Taimiyah, Risalah Ibn Taimiyah Tentang Tafsir
al-Qur’an, terj. As’ad Yatin dkk (Solo: Pustaka Mantiq, 1996), hlm 12.
Sebelum Islam, H}ara>n dikenal sebagai salah satu pusat filsafat dan
kediaman para filosof, dan tempat basis agama Sabi’ah dan para pemeluknya.
Lihat juga. Abu> Zahrah, Ibn Taimiyah H}aya>tuhu wa ‘Asruhu wa
Ara>uhu wa Fiqhuhu (Beirut :
Da>r al-Fikr, tt), hlm. 17.
[38] Menurut riwayat, kakek Ibn
Taimiyah pernah ditanya mengenai asal usul nama Taimiyah. Nama Taimiyah
berawal ketika dirinya menunaikan ibadah haji, waktu itu isterinya sedang
hamil. Dalam perjalanan pulang, ia melihat seorang gadis kecil cantik yang
muncul dari pintu gerbang Taimiya. Ketika pulang, didapati isterinya telah
melahirkan seorang anak perempuan, seraya memanggil : Ya Taimiyah, Ya Taimiyah.
Selain itu dikatakan, nama Taimiyah dinisbahkan kepada nenek moyangnya Ibn
Taimiyah. Lihat. Al-Syaukani>, Nail al-Aut}a>r : Syarh} Muntaqa>
al-Akba>r (Beirut : Da>r al-Jail, 1975), jilid I, hlm. 14.
[39] Qamaruddinn Khan, Pemikiran
Politik Ibn Taimiyah, terj. Anas Mahyudin (Bandung: Pustaka, 1999), hlm.
11-12.
[40] Maksudnya kehilangan daya
dorong psikologis dan situasi yang kritis sebagai akibat dari perang salib yang
panjang dan serangan pasukan Mongol selama dua abad, yang dilakukan di luar batas
kemanusiaan. Lihat. Ibn Taimiyah, Siya>sah Syari>’ah : Etika Politik
Islam, terj. Rafi’ Munawar (Surabaya : Risalah Gusti, 1995), hlm. v.
[41]Pendirinya Abu> Faraj ‘Abd
al-Wa>hid al-Fa>qih al-H}anbali> (w. 486 H), merupakan murid seorang qa>d}i
maz|hab H}anbali> ternama,
Abu> Ya’la>, pada penghujung abad V Hijriyah. Lihat. Ibn Taimiyah, ibid. Lihat.
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern (Bandung : Mizan, 2001),
jilid 2, hlm. 244.
[42] Ulama hadis yang dimaksud
adalah Ibn Daqa>iq al-‘Id, Kama >l
al-Di>n al-Zimlikani> dan Syams al-Di>n al-Z|ahabi>. Lihat.
Qamaruddinn Khan, Pemikiran…..., hlm.16.
[46] Ibn Taimiyah (1263 – 1328 CE), www.islamicstreets.com/personalities/
theologians/ibntaimiyah.htm.
[47] Abul H}asan Ali>
an-Nadawi>, Syaikhul Isla>m Ibn Taimiyah, terj. M. Qadirun Nur
(Solo: Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 114.
[49] A. A. Is}la>hi, Konsepsi
Ekonomi Ibnu Taimiyah, terj. Anshari Thayib (Surabaya: Bina Ilmu,
1997), hlm. 70.
[51] Abul Hasan Ali
an-Nadawi, Syaikul Islam……, hlm. 121.
[52] Pemakaman al-S}u>fiyyah
merupakan pemakaman orang-orang sufi dan terkenal untuk memakamkan para tokoh
ilmu dan pembaharu, seperti Ibn Asa>kir, Ibn S}ala>h, Ibn As|i>r, Ibn
H}ujjah, Imaduddi>n ibn Kas|i>r dan lain-lain. Abul Hasan Ali an-Nadawi,
ibid., hlm. 122.
[58] Bernard Lewis (ed.),
"Ibn Taimiyah", The Encyclopedia of Islam, vol. III (Leiden : EJ. Brill,
1979), hlm. 951.
[62] Ka>mil MM. 'Uwaidah, Taqi'
al-Di>n Ah}mad ibn Taimiyah Syaikh Isla>m (Beirut : Da>r al-Kutub
al-Ilmiyah, 1992), hlm. 49-50.
[64] Ibnu Taimiyah juga mengambil
pikiran empat tokoh mazhab dan para ahli hadis, seperti Bukha>ri>,
Sya>fi'i>, T}abari>, Ibnu Qutaibah, Ibnu H}azm, Ibnu Jauzi',
al-Baihaqi> dan lain-lain. Ia menerima semua pemikiran sejauh itu sejalan
dengan pandangan Ahlu Sunnah wal Jama>'ah. Lihat. Rasyad Sali>m, Al-Gaza>li>
Versus Ibnu Taimiyah, terj. Ilyas Isma'il al-Sendany (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1989), hlm. 15.
[66] Maksud ta't}il dan tasybih,
kalau ta't}il adalah menganggap Allah terlalu jauh dari ciptaannya
dan akibatnya syari'at Allah tidak mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia.
Sedangkan tasybih adalah mengidentikan Allah dengan ciptaan-Nya dan
peranan-Nya sebagai pencipta diperkecil (dipersempit). Lihat. Tom Michel SJ,
"Ibnu Taimiyah: Alam Pikirannya dan Pengaruhnya di Dunia Islam",
dalam Orientasi, 1983, hlm. 176-177.
[67] Menolak fanatisme mazhab,
melarang taklid dan mengikuti pemikiran ahli fiqih tertentu merupakan bagian
dari pembaharuan dalam membangkitkan disiplin ilmu dan pemikiran agama. Lihat.
Juhaya S. Praja, "Epistemologi Ibnu Taimiyah", op. cit., 78.
0 Response to "Biografi Imam al Ghazali dan Ibn Taimiyah"
Post a Comment