Strategi Pembelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah
STRATEGI PEMBELAJARAN FIQIH DI MADRASAH
ALIYAH
Proses belajar
mengajar dilihat dalam konteks pendidikan adalah sebagai suatu proses
memanusiakan manusia.[1] Bila
ditelusuri secara mendalam proses belajar mengajar yang merupakan inti dari pendidikan
formal di sekolah, di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen
pengajaran antara lain guru, isi (materi) dan siswa.[2] Dalam proses belajar mengajar
guru memegang peranan penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. Ia
adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji
apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam
batas-batas norma yang ditegakkan secara
konsisten.[3]
Pada saat ini
teknologi pendidikan untuk membantu proses pembelajaran memang berkembang
dengan pesatnya, namun demikian kehadiran guru masih tetap memegang peranan
penting. Peranan guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran belum dapat
digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling
modern sekalipun.[4] Banyak
unsur manusiawi yang tidak dapat digantikan oleh teknologi pendidikan seperti
penanaman sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, keteladanan moral, hubungan
personal, kebiasaan dan lain-lainnya.
Kegiatan
belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang diharapkan anak dapat mengikuti
apa yang diajarkan. Dalam aktivitas tersebut selalu diharapkan adanya hasil
yang memuaskan berupa kecakapan dan kemampuan sebagai manifestasi tercapainya
tujuan yang diharapkan dari kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
yang diharapkan dalam proses belajar
mengajar hendaknya harus dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisir
dengan baik.
Melihat
pentingnya keseriusan dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama proses
pembelajaran fiqih, maka keberhasilan dalalm proses belajar mengajar sangat
penting, karena fiqih merupakan salah satu bagian mata pelajaran agama Islam
yang dalam pengajarannya diharapkan dapat mencapai tujuan yang tidak hanya
pencapaian aspek kognitif saja melainkan semua aspek yaitu aspek afektif dan
aspek psikomotorik.
Untuk
mendapatkan hasil belajar yang optimal, maka seorang guru dituntut untuk mampu
bagaimana mengorganisasikan materi pelajaran, menerapkan metode yang tepat,
menggunakan media yang sesuai serta mendesain program pembelajaran sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan setiap peserta didik. Sebagaimana telah
dikemukakan oleh Oemar Hamalik bahwa proses belajar dan hasil belajar para
siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya,
akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan
membimbing mereka. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan
belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelasnya,
sehingga belajar siswa berada pada tingkat optimal.[5]
Mata pelajaran
fiqih yang diajarkan pada Madrasah Aliyah sering disajikan sebatas pada
penguasaan dalil-dalil dan belum sampai pada tingkatan merangsang kesadaran dan
perhatian anak didik untuk berpikir dan mengeluarkan ide-ide kreatif serta
menceritakan pengalamannya.
Dalam proses
belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas seorang guru hendaknya dapat
memerankan berbagai macam kompetensi
profesional yang bersifat psikologis, yaitu :
1. Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta)
2. Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa)
Memang mutu
pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru melainkan oleh mutu masukan
(siswa), sarana dan faktor-faktor instrumental lainnya. Tapi semua itu pada
akhirnya tergantung pada mutu pengajaran dan mutu pengajaran tergantung pada
mutu guru.[7] Oleh
karena itu guru yang berkualitas merupakan tuntutan dan salah satu syarat
utama.
Berdasarkan
paparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang pembelajaran fiqih
yang dilaksanakan di MAN Yogyakarta II yang berlokasi di jalan K.H. Ahmad
Dahlan No. 130 Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan
latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran fiqih ?
2. Bagaimanakah kualitas kompetensi profesional guru fiqih di MAN
Yogyakarta II ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pengelola untuk
meningkatkan kompetensi profesional
guru?
Proses pembelajaran merupakan urutan yang berlangsung
secara berkesinambungan, bertahap, berpikir, terpadu dan secara keseluruhan
mewarnai dan memberikan karakteristik bertahap belajar mengajar. Proses
pembelajaran mempunyai pengertian kegiatan nyata yang mempengaruhi anak didik
dalam situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara guru dan siswa,
siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungan belajarnya.[1]
Dalam proses pembelajaran ada dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu belajar dan mengajar. Belajar mengacu kepada apa yang
dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh
guru. Kedua hal tersebut menjadi terpadu manakala terjadi hubungan timbal balik
antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam proses belajar mengajar.
Inilah makna belajar dan mengajar sebagai suatu proses. Interaksi guru dengan
siswa sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang efektif.
a. Pengertian Belajar
Berbagai definisi belajar telah dikemukakan oleh para ahli
sebagai berikut:
1) M. Arifin M. Ed, mengatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan
anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran
yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai
bahan pelajaran yang disajikan itu.[2]
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah
suatu rangkaian proses kegiatan respon yang terjadi dalam proses belajar
mengajar yang menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman
dan pengetahuan yang diperoleh.
2) Belajar adalah proses pertumbuhan yang tidak disebabkan oleh proses pendewasaan
biologis. Karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku (baik yang
bisa dilihat maupun tidak), maka keberhasilan belajar terletak pada adanya
perubahan tingkah laku yang secara relatif bersifat permanen.[3]
3) Morgan mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari
latihan atau pengalaman.[4]
4) Dari berbagai definisi di atas dapat dikemukakan beberapa
ciri-ciri belajar yaitu:
a). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri
individu yang belajar, baik aktual maupun potensial.
b). Perubahan tersebut pada pokoknya berupa perubahan kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu yang relatif sama.
c). Perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
1) Faktor Intern
a).
Faktor jasmani diantaranya
faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b).
Faktor psikologi yaitu
meliputi intelegensia, perhatian, minat, bakat, motivasi, pematangan dan
kelelahan.
c).
Faktor kelelahan
Kelelahan pada seseorang dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).
2) Faktor Ekstern
a). Faktor Keluarga
(1).
cara orang tua mendidik
(2).
relasi antar keluarga
(3).
suasana rumah
(4).
keadaan ekonomi keluarga
(5).
pengertian orang tua
(6).
latar belakang kebudayaan
b).Faktor Sekolah
(1). metode mengajar
(2). kurikulum
(3). relasi guru dengan siswa
(4). relasi siswa dengan siswa
(5). disiplin sekolah
(6). alat-alat pelayanan
(7). waktu sekolah, dan lain-lain.
c). Faktor Masyarakat
(1). kegiatan siswa dalam masyarakat
(2). mass media
(3). teman bergaul
(4). bentuk kehidupan masyarakat.
c. Komponen-Komponen Mengajar
Dalam proses belajar mengajar ada beberapa komponen yang
mendukung terhadap jalannya kegiatan belajar mengajar, yaitu tujuan
pembelajaran, bahan pelajaran, metode, media/alat serta penilaian. Kelima
komponen tersebut tidaklah berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling
mempengaruhi satu dengan lainnya. Untuk dapat memahaminya dari beberapa
komponen diatas, maka dari itu dibawah ini akan penulis jelaskan satu persatu
komponen-komponen tersebut:
1) Tujuan Pembelajaran
Tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan langkah
pertama yang harus dirumuskan. Pada dasarnya tujuan ini merupakan rumusan
tingkah laku dan kemampuan-kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki peserta
didik setelah menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses
pengajaran. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai
suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajar.[6]
2) Bahan Pelajaran
Disamping tujuan ada komponen lain yang menunjang
keberhasilan suatu proses belajar mengajar yaitu menetapkan bahan pelajaran.
Bahan pelajaran pada hakikatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang
studi yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar
mengajar. Dalam perencanaannya pembelajaran hendaknya guru menetapkan bahan
pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Guru harus memilih bahan mana yang
perlu diberikan dan bahan mana yang tidak perlu diberikan kepada siswa. Dalam
menetapkan pilihan tersebut hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a). Menetapkan bahan yang serasi dan menunjang tujuan pembelajaran.
b). Bahan itu penting untuk diketahui oleh siswa atau bersifat
aktual.
c). Minimal bahan itu wajib diberikan sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
d). Bahan yang diberikan mempunyai manfaat bagi siswa dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Metode Mengajar
Metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.[8]
Peranan metode disini sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.
Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan
dengan kegiatan belajar mengajar guru atau dengan kata lain tercipta interaksi
edukatif. Proses interaksi ini akan berjalan dengan baik kalau siswa banyak
aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah
metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Pada dasarnya setiap metode mempunyai keunggulan dan
kelemahan masing-masing, sehingga terjadi pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode secara bervariasi. Dapat pula dilaksanakan secara
berdiri sendiri. Ini tergantung pada pertimbangan didasarkan situasi belajar
mengajar yang relevan. Namun proses belajar mengajar yang baik, hendaknya
menggunakan berbagai metode mengajar secara bergantian atau saling bahu membahu
satu sama lainnya.
4) Alat atau Media
Media atau alat dalam mengajar memegang peranan penting
sebagai alat Bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif.
Setiap proses belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsure antara
lain tujuan, bahan, metode, alat dan evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan
unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai
cara untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam proses
belajar mengajar alat peraga dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar
proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.
Media pengajaran sangat beraneka ragam, Brets
mengklasifikasikannya berdasarkan cirri-ciri tertentu. Brets membuat
klasifikasi berdasarkan tiga ciri, yaitu: suara (audio), bentuk (visual), gerak
(motor).[10]
Disamping itu banyak sekali fungsi media pembelajaran
diantaranya, yaitu:
a). Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir.
b). Memperbesar perhatian siswa.
c). Membuat pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan.
d). Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para
siswa.
e). Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu.
f). Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan
kemampuan berbahasa.
g). Menarik minat siswa dalam belajar.
5) Evaluasi atau Penilaian.
Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu komponen
sistem pengajaran. Evaluasi sebagai alat penilai hasil pencapaian tujuan dalam
pengajaran harus dilakukan secara terus menerus lebih dari hanya sekedar untuk
menentukan angka keberhasilan belajar. Yang penting adalah sebagai dasa untuk
umpan balik (feed back) dari proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Oleh
karena itu kemampuan guru menyusun alat dan melaksanakan evaluasi merupakan
bagian dari kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar secara
keseluruhan
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan
kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu guru
harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan
kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
Dalam hal ini guru berperan sebagai pengelola proses
belajar mengajar bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi
belajar mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajar mengajar,
mengembangkan bahan pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus
mereka capai.
Sebagai pengukuran terhadap penilaian keefektifan proses
pembelajaran termasuk dalam hal ini pembelajaran fiqih, Uzer Usman mengemukakan
kriteria-kriteria yang dapat digunakan
sebagai tolak ukur proses pembelajaran sebagai berikut:
a).
Melibatkan siswa secara
aktif.
b).
Menarik minat dan perhatian
siswa.
c).
Membangkitkan motivasi
siswa.
d).
Prinsip individualitas.
2. Kompetensi Profesional Guru
Guru adalah sebagai tenaga profesional di bidang
kependidikan, di dalam kegiatan mengelola interaksi belajar mengajar. Guru
paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendesain program
dan ketrampilan mengkomunikasikan program itu kepada anak didik.[13]
Ali Imron membagi tugas profesional guru menjadi tiga,
yakni: sebagai pengajar, sebagai pembimbing dan sebagai administrator kelas.
Sebagai pengajar guru lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan
melaksanakan pengajaran. Dalam hal ini guru dituntut memiliki pengetahuan dan
ketrampilan mengajar disamping menguasai materi yang akan diajarkan. Tugas guru
dalam membimbing meliputi pemberian bantuan baik yang menyangkut materi
pelajaran maupun dalam aspek pembentuk karakter dan transfer nilai. Tugas guru
sebagai administrator meliputi keseluruhan tugas yang bersifat administratif.[14]
Menurut Suharsimi Arikunto, kompetensi profesional artinya
bahwa guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subyek
matter (bidang studi) yang diajarkan, serta metodologis dalam arti konsep
teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakan dalam proses
belajar mengajar.[15]
Pendapat senada juga telah dikemukakan oleh Dedi Supriadi
yang mengutip dari jurnal terkemuka manajemen pendidikan, educational
leadership edisi maret 1993 yang menurunkan laporan utamanya tentang
profesionalisme guru. Dalam jurnal tersebut mengemukakan adanya lima hal yang harus
dimiliki guru yang profesional.
Pertama, guru mempunyai komitmen pada siswa dalam
proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada
kepentingan siswanya.
Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan atau
mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru hal ini merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan.
Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil
belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku
siswa sampai tes hasil belajar.
Keempat, guru mampu berfikir sistematis tentang apa
yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada
waktu untuk guru untuk mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah
dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar
dan mana yang salah, serta baik buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
Kelima, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi lainnya.[16]
Berkaitan dengan profesional guru, maka guru agama
diharapkan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. harus menguasai mata pelajaran.
b. zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi dan hanya mengajar
karena mencari keridlaan Allah.
c. seorang guru harus bersikap baik dan terhindar dari sifat-sifat
tercela.
d. ikhlas dalam pekerjaan.
e. seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia seorang guru.
Dengan demikian mengacu pada beberapa pendapat tokoh di
atas dapat dikatakan bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional di
bidang kependidikan. Untuk menjadi seorang profesional seorang guru harus mampu
memahami dan melaksanakan hal-hal yang bersifat filosofis, konseptual dak
teknis. Di antara ketiga hal tersebut, kemampuan secara teknis merupakan hal
yang urgen untuk menjadi seorang profesional. Mengenai kemampuan teknis ini adalah
bagaimana seorang guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar. Untuk itu
guru harus mampu mendesain program pembelajaran dan mengkomunikasikan program
tersebut kepada peserta didik.
[2] M.Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama
di Sekolah dan Rumah Tangga, (Jakarta:Bulan Bintang, 1976), hlm.163.
[6] Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi
Belajar Mengajar Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran
(Bandung:Tarsitoh,1982),hlm.55.
[8] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar, (Bandung :
Sinar Baru Algensindo,2002), hlm.78.
[11] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,
(Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya Offset,2001), hlm.32.
[13] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar,
(Bandung:Sinar Baru Algesindo,1998), hlm.29.
[15] Suharsimi Arikunto, Managemen Pengajaran Secara
Manusiawi, (Jakarta: Rineka Cipta,1993), hlm.234.
[17] M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok
Pendidikan Islam, Alih Bahasa Bustami A.Gani dan Djohan Bahry,
(Jakarta: PT. Bulan Bintang,1993), hlm.137-139.
[2] Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung, Sinar Baru Algesindo offset,1996),hlm.4.
[5] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi, (Jakarta :
PT. Bumi Aksara,2002), hlm. 3.
[7] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra Dan
Martabat Guru, (Yogyakarta:Adicipta Karya Nusa,1999), hlm.97.
0 Response to "Strategi Pembelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah"
Post a Comment