Haramkah Nikah karena Hasil Persusuan Bank ASI?
HUKUM BANK ASI MENURUT ISLAM
HUKUM PERNIKAHAN KARENA PERSUSUAN BANK ASI MENURUT ISLAM
Seiring
berkembangnya teknologi kedokteran, dewasa ini telah dikembangkan berbagai
metode baru yang berkaitan dengan pemberian ASI terhadap bayi yang sangat
membutuhkan. Sekarang ini telah berkembang fenomena baru, yaitu munculnya Bank ASI,
yang beroperasi dengan cara menerima ASI yang masih segar dari para donor,
yaitu wanita yang masih produksi ASI-nya masih berjalan, tetapi dia sudah tidak
memerlukannya lagi yang disumbangkan secara sukarela. Susu yang terkumpul
selanjutnya disterilkan dan disimpan untuk digunakan di masa mendatang.
Misalnya diberikan kepada bayi–bayi prematur yang secara patologis sangat
sensitif pada jenis-jenis susu lainnya lantaran ibunya tidak bisa memberikan ASI
kepadanya.[1]
Para ilmuwan di Children's Nutrition
Research Centre di Houston ,
Texas , Amerika Serikat, telah berhasil
mengembangkan suatu resep baru untuk bayi-bayi prematur. Resep baru yang
terbukti lebih baik dibandingkan dengan formula susu sapi ini dibuat dari susu
ibu yang dipasok oleh Humam Milk Bank (bank ASI) dari Centre itu,
kemudian susu ibu yang sudah dikumpulkan itu dijadikan bubuk.[2]
Selama tinggal di Unit Perawatan Khusus Bayi,
bayi akan diberi susu dari susu yang sudah tersimpan di Bank ASI yang berasal
dari para donor. Persoalan yang timbul apakah anak-anak dari wanita-wanita
donor tersebut beserta anak-anak lain yang mengkonsumsi susu mereka dipandang
sebagai saudara dan karenanya tidak boleh menikah satu sama lain? Larangan itu
tentunya akan meluas mencakup jaringan yang luas diluar bayi-bayi yang menyusu,
seperti kakak dan lainnya yang secara nasab menjadi mah{ram.
Pemberian
ASI dengan cara yang demikian, juga menyebabkan ASI masuk sampai ke perut bayi
secara tidak langsung. Karena ASI yang dikonsumsi oleh bayi tersebut sudah
ditampung sebelumnya bahkan telah melewati beberapa proses. Meskipun ASI
tersebut menjadi bahan makanan pokok bagi bayi akan tetapi, karena cara
pemberiannya tidak dilakukan secara langsung dari ibu susuan kepada bayi maka
tidak masuk kategori Rada’ah dalam arti etimologi, yaitu menyusu atau
menetek. Sehingga penyusuan yang dilakukan melalui lembaga Bank ASI atau yang
sejenisnya tidak menyebabkan keharaman nikah. Pada dasarnya, pendirian bank ASI
ini mempunyai tujuan yang mulia, yaitu memberikan pertolongan kepada yang
membutuhkan, dalam hal ini bayi-bayi prematur yang membutuhkan ASI.
Dengan
cara kerja bank ASI yang demikian, akan sulit untuk mencatat setiap donor juga
kadar yang didonorkan. Maka, cara yang demikian bukan merupakan penyusuan yang
menyebabkan larangan nikah, karena tidak memenuhi kriteria Rada’ah yang
menyebabkan keharaman nikah, yaitu menetek secara langsung kepada ibu.
Pemberian ASI secara langsung,
yaitu bayi menetek langsung dari ibu, akan menimbulkan terjadinya hubungan
batin yang sangat kuat antara keduanya, sehingga melahirkan rasa keibuan dalam
diri ibu, dan ketergantungan anak padanya. Yusuf Qard{awi berpendapat bahwa
yang menjadikan asas pengahramannya itu adalah ada pada "keibuan yang
menyusukan", sebagaimana dalam ayat 23 surat an-nisa. Adapun makna keibuan
yang ditegaskan dalam ayat tersebut itu terbentuk karena adanya hubungan yang
sangat dekat yang akan melahirkan kasih sayang antar si ibu dan si anak, kasih sayang
si ibu dan ketergantungan si anak.[3]
Demikianlah tujuan di balik adanya larangan
menikah dengan ibu susuan atau dengan saudara-saudara dari sepersusuan, karena
hubungan mereka yang terjalin sudah seperti hubungan dengan saudara kandung.
Jika memang inilah yang menjadi alasan (‘illah) diharamkannya nikah
karena hubungan Rada’ah,
maka tertolaklah pendapat yang dalam menetapkan syarat Rada’ah tidak
dapat sampai menimbulkan rasa kasih sayang ibu dan anak. Untuk dapat mencapai
tujuan tersebut, caranya adalah dengan melakukan kontak fisik antara ibu dan
anak, sehingga akan menimbulkan hubungan batin yang kuat. Dengan demikian,
proses pemberian ASI yang dilakukan oleh bank ASI dan semacamnya yang
banyak berkembang dewasa ini, tidak menjadi sebab kaharaman nikah. Hal ini akan
lebih memberikan kemudahan dan lebih
dekat dengan tujuan maslahat, yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum
syara'. Kaum muslimin
haruslah lebih bebas untuk memilih pandangan yang menjamin kepentingan terbaik
bagi bayinya dan dengan cara yang lebih mudah serta lebih praktis, suatu sikap
yang lebih selaras dengan tujuan-tujuan dalam fiqh Islam yaitu maqa>sid
al-syar>i'ah, yaitu mewujudkan maslahat bersama.
[1] Hassan Hathout, Revolusi
Seksual Perempuan: Obstetri dan Ginekologi dalam Tinjauan Hukum Islam, cet.
1 (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 50.
[2] Munawwar Ahmad Anees, Islam
dan Masa Depan Biologi Umat Manusia: etika, Gender dan Teknologi, cet. 3
(Bandung: Mizan, 1991), hlm. 127.
[3] Yusuf Qard{awi,
Fatwa-fatwa Kontemporer, alih bahasa As'ad Yasin, cet. 1, Jakarta : Gema Insani
Press, 1995. 786-787.
0 Response to "Haramkah Nikah karena Hasil Persusuan Bank ASI?"
Post a Comment