Makalah Pembelajaran Bahasa Arab
Makalah Pembelajaran Bahasa Arab |Bahasa merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun kolektif sosial. Secara individual, bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan isi gagasan batin kepada orang lain. Secara kolektif sosial, bahasa merupakan alat berinteraksi dengan sesamanya.
Konsep Pembelajaran Bahasa Arab
A. Bahasa dan Bahasa Arab
1.
Pengertian Bahasa
Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin
hidup sendiri dalam arti luas. Ia memerlukan bantuan orang lain. itulah
sebabnya manusia senantiasa hidup berkelompok, bekerja sama, dan berinteraksi
di antara sesamanya. Interaksi merupakan perwujudan naluri tiap orang untuk
memenuhi kebutuhannya. Salah satu cara memenuhi kebutuhan adalah bekerja sama
dan bergaul tukar-menukar informasi dan pengalaman. Untuk menyatakan isi
gagasan atau batinnya, manusia mutlak memerlukan alat pengungkap yang sempurna.
Alat itu adalah bahasa.[1]
Bahasa merupakan
alat utama untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia, baik secara individual
maupun kolektif sosial. Secara individual, bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan
isi gagasan batin kepada orang lain. Secara kolektif sosial, bahasa merupakan
alat berinteraksi dengan sesamanya.[2]
Secara umum, bahasa adalah pernyataan
perasaan jiwa dengan kata yang dilisankan atau yang ditulis.[3]
Seseorang dikatakan cukup menguasai suatu bahasa ketika ia mampu menggunakan
bahasa tersebut dalam berkomunikasi, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Penguasaan bahasa itu sendiri menurut Ngalim
Putwanto dan Djeniah Alim ada dua macam; yaitu penguasaan bahasa pasif dan
penguasaan bahasa aktif. Bahasa pasif adalah apabila seseorang mengerti maksud
dari perkataan atau tulisan orang lain, baik melalui bacaan yang ia baca atau
melalui pendengaran. Sedangkan bahasa aktif adalah kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan dengan isi hatinya baik melalui tulisan atau dengan perkataan
langsung kepada orang lain.[4]
Istilah "bahasa" yang dalam bahasa
Arab dikenal dengan (lughotun)
لغة atau dalam bahasa
Inggris sama dengan "language" hanyalah merupakan seperangkat
sistem lambang-lambang berupa bunyi yang digunakan oleh segolongan masyarakat
tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi.[5]
Secara umum bahasa juga sering didefinisikan sebagai berikut:
- Bahasa: Perkataan-perkataan yang
diucapkan atau yang ditulis.
- Bahasa: Merupakan alat komunikasi
bagi manusia.
- Bahasa: Kata benda, kata kerja,
kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan dan sebagainya yang kita pelajari di
sekolah.
Fungsi dan Peran Bahasa
Bahasa memiliki fungsi dan peran yang sangat
signifikan dan fungsional dalam kehidupan manusia, dikatakan signifikan karena
tanpa bahasa tidak mungkin manusia dapat berkomunikasi atau berinteraksi dengan
lingkungannya. Bisa kita bayangkan seorang anak manusia yang tersesat ditengah
hutan belantara yang hidup jauh dari peradaban, tentunya akan mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Sedangkan dikatakan fungsional karena bahasa
memiliki fungsi dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Manusia dapat
mengekspresikan semua yang ada dalam perasaannya dengan bahasa hingga muncullah
karya-karya sastra, lain ketika, seseorang yang mencoba mempengaruhi orang lain
agar orang lain tersebut menuruti apa yang diinginkannya, maka ia akan
menggunakan bahasa, baik melalui forum diskusi, pertukaran pikiran, dan lain
sebagainya. Orang juga akan mudah mengidentifikasi atau mengenali seseorang
dengan melihat pada bahasanya. Pepatah Arab mengatakan;
سيرة المرء تنبئ عن سريرته. (المحفوظات)
"Gerak-gerik
(tingkah laku) seseorang menunjukkan pada rahasia-rahasia yang disembunyikannya".
Gerak-gerik atau tingkah laku yang dimaksud
bisa juga dilihat dari bahasa. Seorang turis asing berbicara bahasa Inggris
yang berwisata di Yogyakarta misalnya, tentu
anggapan semua orang terhadap turis tersebut sama bahwa ia adalah dari Inggris,
walaupun ada kemungkinan lain kalau orang tersebut berasal dari Amerika , Australia ,
dan lain sebagainya. Kalau ada orang yang bicara "ngapak-ngapak"
masyarakat Yogyakarta atau masyarakat lain
pada umumnya tentu akan menyangka kalau orang tersebut dari Tegal, Kebumen, dan
daerah sekitarnya, dan akan muncul banyak kasus berhubungan dengan bahasa
seseorang.
Bahkan bahasa juga bisa menjadi alat
pemersatu pada suatu bangsa di antara kelompok-kelompok masyarakatnya yang
terdapat perbedaan-perbedaan ras, suku, agama yang dengan bahasa tersebut
masyarakat akan dapat bersatu dan tetap kompak, berkat ikatan yang dijalin oleh
kesatuan bahasa, contohnya bahasa Indonesia .[7] Sebagai
contoh, bahwa Indonesia
terdiri dari berbagai macam suku, setiap suku memiliki bahasa yang berbeda.
Tapi dengan bahasa Indonesia ,
masyarakat dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lain, walaupun mereka
dari suku bangsa yang berbeda. Dari sedikit paparan di atas, bahwa fungsi
bahasa adalah alat komunikasi dan alat interaksi.
Kebanyakan orang mengartikan bahasa adalah
alat komunikasi, baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal, pemahaman
semacam ini tidaklah keliru. Namun sebenarnya bukan itu saja, karena bahasa
bisa juga digunakan sebagai sarana berfikir.
Masih banyak di antara kita yang melihat
bahasa hanya "dengan bahasa" atau hanya memperhatikan "tentang
bahasa" itu sendiri, padahal yang lebih penting sebenarnya adalah harus
berfikir "melalui bahasa", atau lebih mudahnya adalah apa yang bisa
kita lakukan melalui bahasa.[8]
Anggapan semacam itu muncul karena kebanyakan
pembelajaran bahasa hanya menitik beratkan pada pengetahuan tentang bahasa
bukan bahasa itu sendiri. Pembelajaran pengetahuan tentang bahasa hanya akan
menghasilkan pengetahuan bahasa secara kognitif saja, dalam hal ini peserta
didik hanya akan banyak mengetahui kaidah-kaidah bahasa melalui hafalan semata
sementara pada aspek psikomotor peserta didik tersebut kurang mendalami apalagi
pada aspek afektif.
Pengajaran Bahasa di Dunia Pendidikan
Berbicara masalah bahasa, pada dasarnya tidak
terlepas pada pembicaraan mengenai pengajarannya pula. Kalau di atas telah
dikemukakan bahwa pengajaran bahasa hanya menekankan pada pengetahuan tentang
bahasa, sesungguhnya itulah gambaran nyata yang terjadi di dunia Indonesia .
Pengajaran dan pembelajaran bahasa hanya berorientasi agar peserta didik
mengetahui aspek-aspek bahasa secara gramatika, tetapi kurang menekankan pada
penciptaan situasi berbahasa. Sangat jarang lembaga pendidikan yang selalu
menerapkan situasi berbahasa pada saat pembelajaran bahasa. Peserta didik yang
sedang mempelajari suatu bahasa hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi
berbahasa tersebut, artinya peserta didik hendaknya selalu menggunakan bahasa
itu di mana dan kapan saja, baik dengan tulisan maupun lisan.
Tujuan umum seseorang mempelajari bahasa asing
adalah agar ia dapat menguasai bahasa sasaran. Sedangkan tujuan penguasaan
berbahasa adalah agar seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Namun
secara terperinci tujuan belajar bahasa dapat dikatergorikan antara lain tujuan
praktis, estetis, filologis, dan linguistis. Tujuan secara praktis yaitu
seseorang mempelajari bahasa (belajar berbahasa) karena ingin dapat
berkomunikasi dengan pemilik bahasa. Tujuan secara estetis penguasaan berbahasa
adalah agar seseorang meningkatkan kemahiran dan penguasaannya dalam bidang
keindahan bahasa seperti para sastrawan yang menghasilkan novel, roman, puisi,
cerita pendek, cerita bersambung, dan lain sebagainya. Tujuan filologis yaitu
seseorang mempelajari bahasa agar dapat mengungkapkan nilai-nilai kebudayaan
yang terkandung dalam bahasa tersebut. Tujuan linguistis yaitu seseorang yang
mempelajari bahasa dengan bahasa itu sendiri sebagai obyeknya. Bahasa sebagai
bidang ilmu, tujuan utamanya adalah berusaha mengetahui kaidah-kaidah
kebahasaan yang terdapat pada bahasa itu.[9]
Bahasa akan berkembang menurut pada
kreativitas para penggunanya. Semakin maju masyarakat maka mereka akan semakin
menghargai bahasa. Bahasa akan statis kalau penggunanya juga statis, sebaliknya
bahasa akan berkembang dinamis jika para pengguna bahasa tumbuh secara positif.
Sebagai contoh adalah semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di
negara-negara maju seperti sekarang ini yang tersebar menurut bahasa penciptanya,
kemudian yang menjadi persoalan adalah bagaimana kreativitas masyarakat (di
negara-negara berkembang) yang baru menggunakan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dengan bahasa berbeda dapat menyikapi
perkembangan bahasa mereka.
Kalau mereka tetap diam, mereka akan merugi
dua langkah; pertama mereka akan semakin ketinggalan zaman, dan kedua
bahasa mereka tidak akan berkembang, karena yang menentukan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah bahasa. Kalau masyarakat baru tersebut aktif
dan kreatif tentu akan terjadi proses pengayaan pada bahasa mereka, akan muncul
istilah-istilah baru untuk menyikapinya.
2.
Bahasa Arab dan Perkembangannya.
Kebanyakan orang Indonesia beranggapan bahwa bahasa
Arab adalah bahasa Islam, bahasa Al-Qur'an, dan bahkan bahasa Tuhan. Sehingga
tujuan orang belajar bahasa Arab hanya sekedar untuk mendalami Islam yang
"kebetulan" literaturnya kebanyakan berbahasa Arab, mereka belajar
agar dapat membaca kitab-kitab "kuning" sebagai salah satu sumber
pustaka ke-Islaman. Anggapan dan tujuan orang-orang tersebut tidak sepenuhnya
salah, hanya paradigma tentang bahasa Arab dan tujuan belajar mereka yang
sebenarnya perlu dibenahi.
Perkara di atas merupakan hal yang sangat
wajar, karena pada awalnya bahasa Arab mulai dikenal di Indonesia
hampir berbarengan dengan berkembangnya Islam di Indonesia. Sehingga masyarakat
Indonesia
pada umumnya dan kaum muslimin Indonesia
pada khususnya menganggap bahwa bahasa Arab bukan lagi bahasa "asing"
bagi mereka. Namun anggapan ini tidak didukung oleh timbulnya rasa kecintaan
terhadap bahasa Arab, bahwa bahasa Arab adalah merupakan bahasa ilmu
pengetahuan. Kebanyakan masyarakat kita hanya mengenal bahasa Arab hanya sebagai
bahasa agama dan hal inilah yang menyebabkan bahasa Arab hanya berkembang
dikalangan minoritas muslimin Indonesia
saja.[10]
Padahal dalam beberapa hal bahasa Arab
memiliki literatur yang sangat kaya dengan peradaban ilmu pengetahuan, kita
bisa melihat karya-karya besar yang dihasilkan oleh para pendahulu kita yang
bisa menciptakan karya ilmiah dalam bidang filsafat, sejarah, sastra,
kedokteran, dan lain sebagainya yang hampir seluruhnya menggunakan bahasa Arab.
Bahasa Arab yang berkembang di hampir seluruh
semenanjung Arabia adalah bahasa komunikasi resmi yang digunakan oleh penduduk
negara-negara Timur Tengah seperti negara Irak, Iran, Uni Emirat Arab, Kerajaan
Saudi Arabia, Kuwait, Yaman, Oman, dan lain sebagainya. Selain di semenanjung Arabia , bahasa Arab juga berkembang di Afrika, seperti di
negara Maroko , Mauritania , Al-Jazair , Libya ,
Mesir , Sudan .[11]
Bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa-bahasa
Semit, dimana dalam bahasa-bahasa Semit terkenal terdapat beraneka ragam
persamaan-persamaan dari segi sintaksis, bunyi, perbendaharaan kata, serta tata
aturan bahasa. Sebagai contoh ambillah kata "damai" yang dalam bahasa
Arab diartikan sebagai "salam" dan di dalam bahasa Yahudi
"shalom", contoh lain adalah kata lidah yang dalam bahasa Arab
dikenal sebagai "lisan" sedangkan dalam bahasa Yahudi dikenal
dengan "lashon".[12]
Namun agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan, maka penelitian ini tidak
akan menjelaskan lebih jauh tentang asal-usul bahasa Arab dan perkembangannya
secara mendetail.
Fungsi dan Peran Bahasa Arab
Bahasa Arab sebenarnya tidak hanya menjadi
alat komunikasi bagi kaum muslim saja tapi juga telah menjadi bahasa dunia.
Contoh kecil adalah digunakannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi pada
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPB), Bahasa Arab merupakan bahasa asing yang
dipelajari di Indonesia, selain mayoritas penduduk Indonesia yang beragama
Islam juga karena bahasa tersebut mengandung nilai sastra yang sangat tinggi.
Bagi kaum muslim Indonesia atau orang Indonesia pada
umumnya mempelajari bahasa Arab saat ini adalah bertujuan:
-
Agar memahami ajaran agama yang
terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits.
-
Agar memahami apa-apa yang dibaca
tatkala menjalankan rutinitas ibadah seperti sholat, haji, dan lain
sebagainya.
-
Agar pandai berbicara bahasa Arab
sebagai alat untuk berhubungan dengan kaum muslim di luar negeri.
-
Agar dapat menguasai berbagai
macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia yang bersumber dari Arab.
Pengajaran Bahasa Arab
Berbicara tentang bahasa Arab tentunya tidak
terlepas dari pembahasan tentang pengajarannya pula.
Pengajaran bahasa Arab di Indonesia secara
umum telah dimulai sejak munculnya pondok-pondok pesantren pada beberapa abad
silam. Tujuan pengajaran bahasa Arab ketika itu adalah agar peserta didik
(santri) dapat membaca kitab-kitab kuning yang merupakan rujukan utama
pengajaran agama Islam. Kemudian pada zaman penjajahan Belanda banyak sekali
mahasiswa Indonesia yang belajar di beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah,
mereka mempelajari bahasa Arab bukan hanya sebagai alat tapi juga sebagai
tujuan, hingga akhirnya mereka dapat menggunakan bahasa Arab secara aktif,
mampu menguasai semua ketrampilan berbahasa. Setelah kembali, kemudian mereka mengadakan
pembaharuan dalam pengajaran bahasa Arab.[13]
Pada tingkat Madrasah Aliyah, sebagaimana diterangkan
dalam GBPP Kurikulum Bahasa Arab 1994 yang menerangkan bahwa peserta didik diharapkan
mampu menggunakan bahasa Arab baik secara aktif maupun pasif serta menguasai 4
keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara dan menulis).
Tujuan lain yang hendak dicapai dalam
pembelajaran bahasa Arab ini adalah agar peserta didik menguasai secara aktif
dan pasif sejumlah perbendaharaan kata bahasa Arab (mufradat baru untuk
kelas III + 175 kata sebagai kelanjutan dari kelas I dan kelas II,
kata-kata baru ini tersaji dalam bentuk kata dan pola kalimat yang diprogramkan
sehingga dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan sebagai dasar memahami
buku-buku agama Islam yang berbahasa Arab, termasuk Qur'an dan Hadits.[14]
Namun kenyataan di lapangan berkehendak lain,
kebanyakan dari lulusan madrasah Aliyah belum mampu seutuhnya menggunakan
bahasa Arab secara aktif, mereka hanya bisa memahami perkataan dan tulisan dari
orang lain dan belum bisa untuk memberi umpan balik kepada orang tersebut, juga
belum bisa menulis sesuai dengan kata hatinya. Ini adalah problematika yang
biasanya dialami oleh para peserta didik Madrasah Aliyah non Pesantren,[15] walaupun
Madrasah Aliyah yang berada di bawah naungan pesantren belum tentu menjamin
suksenya pembelajaran bahasa Arab. Tapi paling tidak dan harus menjadi
perhatian, bahwa pada beberapa pesantren juga diterapkan beberapa aturan khusus
yang mewajibkan para santrinya untuk selalu berlatih berbahasa Arab. Hal
tersebut setidak-tidaknya dapat membantu proses pembelajaran bahasa Arab,
karena biasanya dalam Madrasah Aliyah tersebut menerapkan Nadzariyah Al-Furu'
dalam kurikulum bahasa Arab, dan dalam Nadzariyah Al-Furu' mata
pelajaran muhadatsah dan insya' diberikan secara terpisah dan memberikan
porsi latihan yang lebih banyak serta konsentrasi yang lebih mendalam karena
lebih banyak waktu yang tersedia, juga didukung oleh lingkungan pesantren yang
sangat mendukung sebagai media untuk aktif berbahasa Arab. Adanya kesan
mewajibkan (bahkan terkesan memaksakan) untuk berbahasa Arab dan bahasa Inggris
pada beberapa pesantren sebenarnya memberikan pengaruh yang cukup positif.
Pengaruh negatifnya hanya munculnya "pemberontakan" dari segelintir
santri dan itu juga dapat diminimalisir dan bahkan dieliminir. Dampak positif
yang bisa ditimbulkan adalah
- Bahwa adanya pemaksaan ini menjadi
suatu stimulus bagi peserta didik untuk mentaati peraturan tersebut sebagai
respons.
- Setelah adanya
"keterpaksaan" untuk mengikuti peraturan, maka yang tinggal adalah
kebiasaan
- Pada taraf kebiasaan ini, peserta
didik akan belajar "trial and error" dan pembenahan-pembenahan
selanjutnya akan dilakukannya secara mandiri.
Bahasa Arab Aktif dan Bahasa Arab Pasif
Bahasa Arab aktif yang dimaksud adalah suatu
keadaan dimana seseorang yang sedang melakukan aktivitas bicara dan menulis
dengan menggunakan bahasa Arab, sedangkan bahasa Arab pasif adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang ketika ia sedang mendengarkan orang lain
yang sedang berbicara dalam bahasa Arab dan ketika seseorang membaca teks yang
berbahasa Arab.
Dalam penelitian ini, sebagaimana telah
diterangkan pada bab sebelumnya, bahasa Arab aktif meliputi muhadatsah
dan insya', muhadatsah suatu mata pelajaran bahasa Arab yang
menghendaki agar peserta didik mampu bercakap-cakap (berbicara) dalam
pembicaraan sehari-hari dengan menggunakan bahasa Arab,[16]
dan insya' adalah suatu mata pelajaran yang menghendaki peserta didik
agar mampu mengarang (menulis) dalam bahasa Arab, untuk mengekspresikan isi
hati, pikiran-pikiran, dan pengalaman yang dimilikinya.[17]
1) Pembelajaran Bahasa Arab Sebagai Bahasa Kedua
Kondisi Riil
Semua orang sepakat dan setuju bahwa bahasa
Arab merupakan bahasa asing dan merupakan bahasa kedua setelah bahasa Indonesia .
Namun yang justru harus menjadi perhatian adalah bagaimana pembelajaran bahasa
Arab di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, apakah sudah berhasil guna sebagaimana
pembelajaran bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, dan
lain sebagainya?
Tentunya perlu telaah khusus untuk sekedar
menjawab pertanyaan di atas. Dunia pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab
telah berkembang sedemikian pesat, hal ini tidak bisa dipungkiri, kalau dulu
orang-orang yang belajar bahasa Arab hanya di pesantren-pesantren atau di
surau-surau yang tujuannya hanya sebagai alat untuk mempelajari ajaran agama
Islam. Namun saat ini, seiring dengan berubahnya pola pikir dan paradigma
masyarakat akan bahasa Arab itu sendiri yang telah memposisikan bahasa tersebut
secara proporsional, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Hal ini bisa
dilihat pada semua sekolah yang bercirikan Islam, bahasa Arab sudah menjadi program
bidang studi yang wajib diikuti oleh semua peserta didik, dan bahkan
akhir-akhir ini lembaga-lembaga pendidikan yang notabenenya adalah lembaga
pendidikan non Islam atau umum sudah banyak menawarkan program bahasa Arab. Dan
sebagai bahasa asing, tentunya dalam pengajaran dan pembelajarannya tidak
semudah pengajaran bahasa Indonesia pada umumnya.
Sebagian orang pada umumnya berpendapat,
bahwa bahasa Arab merupakan pelajaran yang sulit dan sukar, apalagi bagi orang
yang masih sangat asing dengan bahasa tersebut. Karena banyak sekali perbedaan
antara bahasa Arab dengan bahasa pertama yang ia pelajari (kuasai),
perbedaan-perbedaan itu seperti pada aspek suara, kosa kata, tata kalimat,
bahkan pada tulisan. Bagi pelajar pemula, mempelajari huruf-hurufnya saja sudah
sangat susah, ia akan banyak mendapatkan kesulitan dalam melafalkan dan
menuliskannya, misalnya pada pengucapan huruf
ا, ع, د, ذ, ض, ظ, ث, س, ش dan lain sebagainya. Dalam segi penulisan
pun akan banyak sekali kesulitan yang dihadapi. Tulisan, pada umumnya selalu
dimulai dari kiri ke kanan tapi untuk tulisan Arab selalu dimulai dari kanan ke
kiri. Dan masih banyak lagi berbagai macam perbedaan yang dianggap sebagai “kesukaran”
yang ada pada bahasa Arab.
Hal di atas, jelas memerlukan perhatian
serius bagi pengajar bahasa arab, agar perbedaan-perbedaan tersebut tidak menjadi
suatu hal yang menakutkan, tetapi peserta didik akan menganggap hal itu sebagai
suatu yang menyenangkan atau bahkan hal baru yang penuh tantangan.
Jika ditinjau dari segi sumber belajar yang
ada, kebanyakan buku-buku yang berkembang di dunia pendidikan (Khususnya bahasa
Arab) ialah buku-buku yang dikhususkan bagi para pelajar-pelajar Arab asli
(orang Arab) dan bila itu diterapkan bagi pelajar Indonesia, akan banyak
ditemukan berbagai macam kesulitan, seperti pada buku-buku al-Nahwu
al-Wadih, al-Balaghah al-Wadihah, Jami' ad-Durus al-Lughoh al-Arabiyah, Qawaid
al-Lughoh al-Arabiyah dan lain sebagainya. Dr. Ahmad Syalaby dalam bukunya
"Ta'limul Lughoh Arabiyah" yang dikutip oleh Umar
Asassudi Sokah menyatakan;
"…bahwa buku-buku yang diterbitkan di Mesir itu, amat sedikit
membawa hasil bagi para pelajar, karena buku-buku tersebut ditulis bagi
murid-murid yang telah mengetahui bahasa Arab semenjak mereka lahir, dan besar
dalam bahasa itu, maka untuk mengajar mereka hanya mengatur saja segala sesuatu
yang telah diketahui meraka, dan mereka sama sekali tak membutuhkan
perbendaharaan kata"[18]
Walaupun sekarang telah ada buku-buku yang
khusus dibuat bagi pelajar-pelajar Indonesia seperti تعليم
اللغة العربية baik untuk tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah karangan
HD Hidayat, ada juga satu buku العربية للناشئين
yang walaupun dikarang oleh orang Arab asli tetapi buku tersebut dikhususkan
bagi orang-orang non Arab. Namun pada kenyataannya itu belum banyak membantu
bagi peningkatan pembelajaran bahasa Arab.
Faktor
Pendukung dan Faktor Penghambat
Beberapa hal di
atas hanyalah sepenggal dari problematika yang dialami oleh pelajar-pelajar Indonesia dalam
pembelajaran bahasa Arab. Masih lagi berbagai macam problematika yang kelak
akan ditemui para pelajar. Berikut dikemukakan beberapa unsur-unsur dalam
pelajaran bahasa Arab yang kadang dianggap terlalu rumit dan sering dianggap
sebagai faktor penghambat;
a.
Semantik (mufradat), yaitu
cabang ilmu bahasa yang mempelajari kosa kata. Mempelajari kosa kata sangat penting
kaitannya dengan tuntunan penguasaan kemahiran berbahasa khususnya pada muhadastah
dan insya' demikian juga dengan qira'ah. Karena saking banyaknya
kata-kata yang harus dihapalkan agar bisa berbicara dengan lancar kerap menjadi
momok yang sangat menakutkan bagi peserta didik.
b.
Morfologi (dala bahasa Arab
disebut dengan Nidzamus Sharfiy), yaitu cabang ilmu bahasa yang
mempelajari kaidah perubahan-perubahan kata. Satu kata dalam bahasa Arab bisa
berubah menjadi beratus-ratus kata baru bahkan bisa lebih. Hal ini juga sering
membuat peserta didik enggan untuk bergelut lebih jauh dengan bahasa Arab.
Contoh;
كتب- يكتب- كتابة-
مكتب- مكتبة- مكتوب- كتاب- اكتب- الخ.
c.
Sintaksis (Nidzam al-Nahwiy),
yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari tata kalimat, pola kalimat, dan
struktur kalimat. Menghafalkan banyaknya kaidah agar dapat membentuk
pola kalimat yang benar tidak jarang membuat peserta didik malas.
d.
Idiomatik (Ibarat al- Istilahiy),
yakni cabang ilmu bahasa Arab yang membahas tentang spesifikasi susunan kata
yang mempunyai arti tertentu; sebagai contoh;
Berarti membenci رغب عن (من رغب عن سنّتى
فليس منّى) :
,
Berarti Menyukai : رغب
فى (رغبت فيك) dan lain sebagainya.
Unsur-unsur di atas
harus dikuasai oleh peserta didik ketika mempelajari bahasa Arab. Sebab tanpa
menguasainya atau salah satunya bahasa Arab akan sulit dipahami secara
utuh. Drs. Mudjahid
menguraikan beberapa hipotesis yang menyebabkan pembelajaran bahasa Arab kurang
berhasil, antara lain:
1.
Faktor Minat
Mempelajari
bahasa Arab lebih sulit ketimbang bahasa-bahasa yang lain. Hal ini disebabkan
karena metode pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan kebutuhan dan
daya tangkap peserta didik.
2.
Faktor Ekonomis
Mempelajari
bahasa Arab dinilai kurang mendatangkan keuntungan material yang besar. Berbeda
dengan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Inggris, Jerman, Perancis, Mandarin,
Jepang yang memang dibutuhkan di berbagai lapangan pekerjaan. Kebanyakan
lapangan sektor industri kurang membutuhkan tenaga kerja yang terampil
berbahasa Arab.[19]
Selain
itu, kesulitan belajar bahasa juga beberapa faktor yang menyebabkannya, antara
lain; faktor internal yang berupa psikis dan fisik serta faktor eksternal yaitu
faktor sosial dan non sosial. Gangguan fisik akan mempengaruhi pada fungi
syaraf motorik yang berimplikasi pada rendahnya daya tangkap atas rangsangan
dari luar, tingkat kecerdasan yang rendah, kurangnya minat, bakat, dan motivasi
belajar juga akan mempengaruhi belajar. Faktor eksternal penyebab kesulitan
belajar dapat muncul dari keluarga, sekolah, dan lingkungan yang kurang
mendukung proses pembelajaran. Faktor non sosial yang menyebabkan kesulitan
belajar bahasa Arab seperti tujuan belajar yang kurang jelas dan tidak sesuai
penunjangnya seperti sarana dan prasarana, akan membebani proses pembelajaran
bahasa Arab, materi pelajaran yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi peserta didik, dan metode pengajaran, kelemahan metodelogi pengajaran
akan menyebabkan peserta didik kesulitan menangkap inti materi pengajaran,
pelajaran yang sebenarnya gampang akan menjadi sulit dan berat. Suksesnya
penerapan metodologi pengajaran sangat bergantung pada kreativitas guru.
Salah
satu faktor yang dianggap mendukung adalah bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah
kaum muslimin yang sudah tidak asing lagi dengan bahasa Arab, karena bahasa yang digunakan
dalam ritual peribadatan mereka adalah bahasa Arab, seperti dalam sholat, istighosah,
dziba'an, dan lain sebagainya. Dan ini dapat membantu bagi Sebagian
kecil peserta didik yang berlatar belakang agama yang kental dengan
tradisi-tradisi seperti tersebut di atas.
Solusi yang Ditawarkan
Bahasa Arab adalah
bahasa target yang ingin dicapai atau dikuasai oleh pembelajar (peserta didik).
Dalam proses ini peserta didik secara sadar atau tidak sadar akan melalui dua
cara; yaitu proses pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition).[20]
Pemerolehan adalah
penguasaan bahasa secara tidak disadari (implisit), informal, atau alamiah.
Penguasaan itu diperoleh dengan cara menggunakan bahasa itu untuk
berkomunikasi. Proses ini berlangsung secara alamiah untuk pengembangan
kompetensi linguistik. Kompetensi linguistik ini akan tampak melalui
performansi berbahasa.[21]
Sebagai contoh; apabila seorang anak kecil (orang Arab asli) telah dapat
menggunakan bahasa Arab-nya untuk berkomunikasi, baik aktif maupun pasif. Maka
anak tersebut berarti telah memiliki kompetensi komunikatif dalam berbahasa
Arab.
Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, proses ini terjadi karena adanya keinginan kuat agar seseorang dapat bersosialisasi dengan warga pemilik bahasa itu, tidak direncanakan, dirancang, dan disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi dengan disengaja, pembelajaran bahasa ini diperoleh dengan disengaja, terjadi karena adanya keinginan untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu, terjadi karena ada pihak lain yang merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, tujuan demi tujuan. Pemerolehan bahasa lebih mementingkan bahan bahasa yang meaningfull atau sesuai dengan konteks atau situasi yang terjadi, sedangkan pembelajaran bahasa dapat terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.[22]
Pembelajaran merupakan usaha yang sadar dilakukan untuk menguasai kaidah-kaidah kebahasaan. Dalam pada ini pembelajaran bahasa dilakukan dalam situasi formal, misalnya pembelajaran bahasa Arab dalam kelas. Namun demikian, pembelajaran ini terus berlangsung tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya tidak harus berlangsung di dalam kelas. Proses pembelajaran ini dapat berlangsung di mana pun, tetapi diarahkan pada penguasaan kaidah kebahasaan secara sadar.[23]
Dan dalam proses pembelajaran ini guru memegang peran yang sangat menentukan dalam pembentukan kompetensi komunikasi yang diharapkan. Tugas seorang pendidik dalam hal ini adalah mengarahkan agar kegiatan berbahasa pada peserta didik tetap pada satu jalur yaitu penguasaan kaidah kebahasaan. Hingga pada akhirnya muncul suatu pertanyaan "apakah para peserta didik mempelajari bahasa Arab (yang dalam hal ini sebagai bahasa kedua) hanya karena tuntutan kurikulum yang ada di tempatnya belajar ataukah ia benar-benar ingin menguasai bahasa tersebut sehingga ia akan mudah mempelajari agama, mempelajari kebudayaan Arab, ataukah ia ingin menjadi orang Arab?
Pertanyaan di atas sama sekali tidak terkait dengan penelitian ini, atau pun membutuhkan perenungan yang mendalam untuk menjawabnya. Namun hal tersebut menjadi penting kaitannya dengan pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa kedua, karena keberhasilan pembelajarannya juga akan ditentukan oleh tujuan yang telah dicanangkan.
Suksesnya pembelajaran bahasa Arab ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari tujuan, metode yang digunakan, materi, guru, sumber belajar, dan yang tidak kalah penting adalah motivasi dari peserta didik itu sendiri.
Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, proses ini terjadi karena adanya keinginan kuat agar seseorang dapat bersosialisasi dengan warga pemilik bahasa itu, tidak direncanakan, dirancang, dan disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi dengan disengaja, pembelajaran bahasa ini diperoleh dengan disengaja, terjadi karena adanya keinginan untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu, terjadi karena ada pihak lain yang merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, tujuan demi tujuan. Pemerolehan bahasa lebih mementingkan bahan bahasa yang meaningfull atau sesuai dengan konteks atau situasi yang terjadi, sedangkan pembelajaran bahasa dapat terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.[22]
Pembelajaran merupakan usaha yang sadar dilakukan untuk menguasai kaidah-kaidah kebahasaan. Dalam pada ini pembelajaran bahasa dilakukan dalam situasi formal, misalnya pembelajaran bahasa Arab dalam kelas. Namun demikian, pembelajaran ini terus berlangsung tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya tidak harus berlangsung di dalam kelas. Proses pembelajaran ini dapat berlangsung di mana pun, tetapi diarahkan pada penguasaan kaidah kebahasaan secara sadar.[23]
Dan dalam proses pembelajaran ini guru memegang peran yang sangat menentukan dalam pembentukan kompetensi komunikasi yang diharapkan. Tugas seorang pendidik dalam hal ini adalah mengarahkan agar kegiatan berbahasa pada peserta didik tetap pada satu jalur yaitu penguasaan kaidah kebahasaan. Hingga pada akhirnya muncul suatu pertanyaan "apakah para peserta didik mempelajari bahasa Arab (yang dalam hal ini sebagai bahasa kedua) hanya karena tuntutan kurikulum yang ada di tempatnya belajar ataukah ia benar-benar ingin menguasai bahasa tersebut sehingga ia akan mudah mempelajari agama, mempelajari kebudayaan Arab, ataukah ia ingin menjadi orang Arab?
Pertanyaan di atas sama sekali tidak terkait dengan penelitian ini, atau pun membutuhkan perenungan yang mendalam untuk menjawabnya. Namun hal tersebut menjadi penting kaitannya dengan pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa kedua, karena keberhasilan pembelajarannya juga akan ditentukan oleh tujuan yang telah dicanangkan.
Suksesnya pembelajaran bahasa Arab ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari tujuan, metode yang digunakan, materi, guru, sumber belajar, dan yang tidak kalah penting adalah motivasi dari peserta didik itu sendiri.
1.
Tujuan
Telah
dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa tujuan dari pembelajaran bahasa
Arab secara umum adalah agar dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tersebut dengan menguasai semua unsur kecakapan berbahasa yang meliputi
kemampuan mendengar, berbicara, menulis dan digunakan sebagai alat untuk
mempelajari ajaran agama Islam, karena sebagian besar referensinya berbahasa
Arab. Tujuan-tujuan tersebut akan sangat menentukan proses pengajaran yang akan
dilakukan
2.
Metode
Mulyanto
Sumardi mengatakan metode merupakan aspek yang terpenting dalam proses
pembelajaran, apalagi dalam pembelajaran bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah
bahasa asing yang memiliki banyak sekali unsur-unsur bahasa, seperti unsur
semantik, morfologi, stylistik, sintaksis, idiomatik. Dan kelima unsure
tersebut harus dikuasasi oleh peserta didik, sebab tanpa menguasai salah
satunya bahasa Arab akan sulit dikuasai.
Dalam pengajaran bahasa, salah satu segi yang sering disorot orang
adalah segi metode. Sukses tidaknya suatu program pengajaran bahasa sering kali
dinilai dari segi metode yang digunakan, sebab metodelah yang menentukan isi
dan cara mengajarkan bahasa.[24]
Banyak
sekali metode yang ditawarkan dalam pengajaran bahasa Arab, seperti metode langsung
(direct method), metode membaca (reading method), metode terjemah
(translation method), metode mim-mem (meniru dan menghafal), metode imla
/dikte (dictation method), metode campuran (eclectic method), dan
lain sebagainya.
3.
Materi
Materi
juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa
Arab. Materi pelajaran akan sangat dipengaruhi oleh tujuan yang hendak dicapai,
dan rumusan materi adalah salah satu perangkat untuk mencapai tujuan pengajaran.
Materi bahasa Arab harus disesuaikan dan dicocokkan dengan kebutuhan peserta
didik, juga harus mempertimbangkan faktor usia dan tingkat kecerdasan peserta
didik. Dan sebaiknya materi yang diberikan adalah dengan mencari persamaan
dengan bahasa ibu yang digunakan.[25]
4.
Guru
Guru
dalam istilah bahasa Jawa berarti “digugu lan ditiru”, pada posisi ini
guru merupakan salah satu tonggak lingkungan sebagai penentu proses
keberhasilan pembelajaran. Selain memiliki posisi yang secara makro berperan
sebagai model (yang ditiru perkataan dan perbuatannya) guru juga memiliki
posisi sebagai pemberi umpan balik.
Pembelajaran
bahasa Arab yang juga mementingkan peran lingkungan (dalam hal ini guru
berperan sebagai lingkungan baik secara makro dan mikro), guru dituntut menjadi
seseorang yang selalu menjadi nara
sumber, pemberi masukan, dan yang lebih penting adalah sebagai model bahasa
sasaran, dan pemberi balikan.[26]
Seorang
guru bahasa Arab setidak-tidaknya seorang yang pintar dalam berbahasa Arab dan
mampu berperan sebagai pemberi motivasi, mampu memperhatikan kebutuhan dan hal-hal
yang menghambat proses belajar peserta didik.
Umar
Asassudin Sokah membuat kriteria atau syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
guru bahasa Arab, antara lain;
a. Telah
mengetahui dasar pengetahuan pendidikan dan ilmu jiwa disamping pengalaman
mengajar.
b. Mengetahui
bahasa Arab dengan baik serta metode mengajarkannya.
c. Mencintai
profesinya sebagai pengajar, mencintai bahasa Arab dan dapat menanamkan pada
murid rasa cinta kepada bahasa Arab.
d. Penuh
vitalitas dan terbuka menghadapi murid, sehingga tidak kaku dan menjemukan, di
samping ia dapat memikat untuk diperhatikan dan dicintai murid.
e. Dapat
mengemukakan cirri-ciri bahasa murid dan mengungkapkan persamaanya dengan
bahasa Arab, dan dapat mengetahui kesulitan-kesulitan pengucapan pada
masing-masing bahasa.
f. Mengenal
negeri Arab dari segi kebudayaan, social dan politik serta ekonomi.[27]
5.
Peserta didik
Sebagai
subyek utama dalam proses pembelajaran, peserta didik diharuskan mempunyai
motivasi yang tinggi dalam belajar. Terlebih dalam pembelajaran bahasa Arab,
mereka harus selalu dalam keadaan aktif berada dalam lingkungan atau situasi
berbahasa, karena tanpa adanya motivasi, peran aktif dari peserta didik
mustahil akan dapat dicapai tujuan pembelajaran.
6.
Sarana
Metode
pengajaran dan materi ajara yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta
didik, guru yang berkompetens, serta peserta didik yang bermotivasi tinggi
kiranya belumlah cukup untuk menempuh proses pembelajaran dalam rangka mencapai
kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu faktor yang tidak
kalah penting adalah adanya sarana belajar, terlebih dalam pembelajaran bahasa
Arab. Adanya buku-buku yang menunjang dalam perpustakaan yang memadai,
laboratorium bahasa yang canggih, serta lingkungan yang mendukung pembelajaran
bahasa Arab.
7.
Evaluasi
Untuk
mengatakan bahwa pembelajaran berhasil, salah satu jalan yang harus ditempuh
adalah pengadaan evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu faktor pembentuk
motivasi bagi peserta didik, mereka (peserta didik) akan selalu berkompetisi
dengan sesamanya untuk mencapai hasil yang terbaik.
Evaluasi
bagi peserta didik setidak-tidaknya berfungsi sebagai;
a.
Mengukur mengetahui kemajuan
belajar siswa
b.
Memberikan dorongan belajar bagi
siswa
Selain beberapa
faktor di atas, harus diperhatikan juga beberapa prinsip pengajaran bahasa Arab
(sebagai bahasa asing), prinsip-prinsip tersebut antara lain;
1)
Ujaran sebelum tulisan
Pembelajaran
bahasa hendaknya selalu dimulai dengan melatih percakapan dan pendegaran, baru
kemudian dilanjutkan dengan bacaan dan tulisan.
2)
Kalimat-Kalimat Dasar
Peserta
didik hendaknya selalu menghafalkan kalimat-kalimat percakapan dasar secermat
mungkin, dengan selalu membaca dan menghafalkan pola dialog yang memperagakan
sebuah percakapan akan melatih peserta didik untuk senantiasa berbicara sesuai
dengan konteks (situasi) yang dihadapinya.
3)
Pola-pola sebagai Kebiasaan
Pola
kalimat (bentuk kalimat sederhana) hendaknya selalu dibiasakan melalui Pattern
practice (praktek pola). Hal ini penting kaitannya dengan penguasaan bahasa
sebagai usaha untuk mewujudkan tercapainya kemahiran berbahasa. Dengan pola
kalimat peserta didik akan mengetahui bentuk variasi bahasa.
4)
Sistem Bunyi untuk Digunakan
Ajarkan
struktur system bunyi untuk digunakan dengan cara demonstrasi, tiruan, dan
drill.[29]
B. Konsep Pembelajaran Bahasa Aktif
Istilah pembelajaran aktif terdiri dari dua
kata, yaitu kata pembelajaran dan aktif. "Aktif" diartikan dengan
"giat, selalu bergerak"[30] dan
pembelajaran aktif jika diartikan secara verbal adalah usaha yang secara sadar
dilakukan oleh seseorang tanpa adanya paksaan dari pihak lain, dengan tujuan
untuk memperoleh informasi baru yang berguna dan bermanfaat baginya, dengan
harapan bahwa informasi baru tersebut dapat membimbingnya untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Pembelajaran sendiri diartikan sebagai proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku
ke arah yang lebih baik
Beberapa ahli membuat pengertian yang berbeda
antara satu sama lain dalam mendefinisikan dan membuat tafsiran tentang
belajar, perbedaan tersebut dikarenakan aliran yang mereka anut juga berbeda.
Pengertian yang paling sederhana adalah
"belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan",[31] pada
pengertian ini yang menjadi tujuan kegiatan adalah berubahnya tingkah laku pada
peserta didik, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap.
Berikut dikemukakan beberapa uraian tentang
definisi belajar oleh beberapa ahli seperti:
1) Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning
mengemukakan, bahwa "belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat
dijelaskan atau dasar kecenderungan pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat
seseorang.
2) Cagne, dalam bukunya The Conditions of Learning
menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari
waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi
tadi.
3) Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman.
4) Witherington dalam bukunya Educational Psychology
mengemukakan; belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.[33]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di
atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang menjadi ciri
pengertian belajar, yaitu bahwa:
a. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dan perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku negatif.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan
dan pengalaman.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan tersebut harus relatif
mantap dan harus menjadi akhir dari pada proses panjang.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
beberapa aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis; seperti ketrampilan,
kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.[34]
Belajar menuntut adanya perubahan perilaku
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Engkoswara membuat klasifikasi tujuan
belajar yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang secara sistematis
digolongkan sebagai berikut:
1) Perilaku kognitif, yaitu
perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan,
informasi, dan masalah kecakapan intelektual, seperti:
-
Pengetahuan siap yang dapat segera
muncul bila diperlukan
-
Komprehensif dalam penafsiran
informasi
-
Mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh
-
Menganalisis dalam arti menguraikan
pengetahuan yang diperoleh ke dalam berbagai bagian
-
Mengadakan sintesis antara
berbagai pengetahuan untuk menghasilkan suatu konsepsi atau pengetahuan baru
-
Mengadakan evaluasi terhadap
pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan berbagai kriteria
2) Perilaku afektif yang berupa sikap, nilai-nilai, dan apersepsi.
Perilaku afektif ini terdiri atas lima
tingkat;
-
Penerimaan, yaitu tingkat
penarikan perhatian
-
Respons, yaitu keinginan untuk
mereaksi
-
Penilaian untuk posisi tertentu
-
Mengorganisasikan dengan mengambil
penyesuaian dari berbagai alternatif yang ada
-
Mengemukakan suatu pandangan atau
pengambilan keputusan sebagai integrasi dari kepercayaan, ide dan sikap
seseorang.
3) Perilaku psikomotor, terutama kelincahan tangan dan
koordinasinya;
- Gerakan badan yang benar-benar
terkoordinasi secara rapi, misalnya antara gerakan tangan dengan jari-jari
tangan.
-
Komunikasi tanpa verbal, misalnya
berupa ekspresi muka, cetusan hati, atau gerakan-gerakan badan yang penuh arti.
-
Perilaku berbahasa dalam arti
peningkatan perilaku yang secara halus.
Hal yang penting dan harus menjadi perhatian
guru adalah bahwa belajar merupakan masalah individu setiap peserta didik, maka
tidak mengherankan bila dalam suatu kelas, walaupun diajar oleh guru yang sama,
dengan materi dan metode yang sama akan muncul hasil yang berbeda setelah
diadakan evaluasi hasil belajar. Hal ini dikarenakan antara individu satu
dengan yang lain lebih banyak terdapat perbedaan dari pada persamaan. Persamaan
itu hanya tampak sekilas, tetapi perbedaan akan terlihat jelas pada semua
peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung, seperti pada tingkat
emosi, abilitas (kecakapan atau kepandaian), dan minat. Pada posisi ini guru
harus memfokuskan perhatiannya kepada hal-hal yang dilakukan oleh individu di
samping terhadap bahan dan kegiatan-kegiatan belajar.
Jenis-jenis perbedaan individual peserta
didik banyak variasinya yang antara lain, perbedaan kecerdasan, perbedaan
pengetahuan, perbedaan bakat.[35]
1) Perbedaan kecerdasan
Peserta didik yang memang tingkat
kecerdasannya rendah akan lamban dalam mengikuti proses pembelajaran. Mereka
memerlukan waktu yang lebih banyak untuk belajar dan ikut berperan serta secara
aktif dalam setiap kegiatan belajar. Dan peserta didik yang memiliki IQ yang
tinggi akan mempunyai tingkat perhatian yang baik, belajarnya cepat, dapat
menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang singkat, melibatkan diri secara
aktif pada setiap kegiatan belajar tanpa paksaan dari pihak luar. Perbedaan
tingkat kecerdasan ini adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam
proses pembelajaran dan akan menentukan kesuksesannya.
2) Perbedaan pengetahuan
Perbedaan pengetahuan pada peserta didik
menjadi modal dasar bagi proses pembelajaran selanjutnya. Kurangnya pengetahuan
pada materi pelajaran tertentu akan mengakibatkan rendahnya partisipasi peserta
didik dalam belajar, tidak adanya minat dikarenakan rendahnya motivasi yang
dimiliki. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran aktif, yang
membutuhkan partisipasi yang penuh dalam setiap kegiatan belajar, adanya minat
yang tinggi dan selalu memiliki motivasi kuat dalam setiap proses belajar.
3) Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan untuk melaksanakan
sesuatu tanpa ada latihan untuk melakukan sesuatu itu. William B. Michael memberikan
definisi, “Bakat adalah kapasitas seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat
melakukan suatu tugas di mana sebelumnya sedikit menjalani latihan atau sama
sekali tidak memperoleh latihan lebih dahulu.[36]
Perbedaan-perbedaan lain yang harus
diperhatikan adalah perbedaan kreativitas dan perbedaan cacat fisik.[37]
Daya kreativitas peserta didik dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran,
salah satu cara yang dapat dilakukan adalah guru senantiasa menciptakan kondisi
belajar yang baik yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan
kreativitasnya. Sedangkan perbedaan fisik (penglihatan, pendengaran, kemampuan
berbicara) secara langsung atau pun tak langsung akan sangat berpengaruh dalam
proses pembelajaran, dan bahkan malah akan menjadi hambatan.
1. Paradigma Pembelajaran Aktif
Sungguh merupakan pekerjaan yang tidak mudah
untuk mendefinisikan sebuah kata “pembelajaran aktif”, karena sebenarnya cara
belajar pada setiap peserta didik berbeda-beda. Masing-masing peserta didik
memiliki gaya
belajar antara satu dengan lainnya. Keaktifan belajar akan tampak pada peserta
didik dalam bentuk perilaku yang ia sukai. Ada sebagian peserta didik yang menyukai
metode ceramah pada saat gurunya menyampaikan materi pelajaran, di sisi lain,
ada peserta didik yang lebih senang menulis, mendiskusikan, dan ada pula yang
lebih senang dengan langsung mempraktekkan materi yang dipelajarinya.
Hal di atas, merupakan sesuatu yang tidak
bisa dihindari, namun apakah jenis-jenis gaya
atau cara belajar pada peserta didik seperti tersebut di atas mencirikan
keaktifan belajar? Ini menjadi sangat penting untuk diketahui terutama oleh
guru, juga berkaitan dengan bermanfaat atau tidak aktifitas peserta didik
tersebut. Karena satu hal yang harus diperhatikan adalah adakah keterlibatan mental,
intelektual, emosional, dan bukan hanya keterlibatan fisik semata yang terjadi
dalam aktifitas belajar mengajar.
Apa yang terlintas dalam benak kita ketika
mendengar istilah “belajar aktif?” sebagian besar dari kita mempunyai pendapat
masing-masing. Ada
yang berpendapat bahwa belajar aktif adalah membuat peserta didik untuk
terlibat aktif, bergerak, atau melakukan segala sesuatu dengan aktif. Ada pula pendapat lain
yang mengatakan bahwa belajar aktif bukanlah belajar secara fisik saja. Tetapi
juga melibatkan aktifitas otak, yaitu berfikir.[38]
Pada dasarnya, pengertian belajar aktif
adalah sebuah proses belajar mengajar yang menitik beratkan keaktifan peserta
didik baik secara mental, emosional, maupun intelektual, walaupun proses
belajar mengajar tersebut dilangsungkan dengan berbagai macam metode untuk
mencapai tujuan pendidikan yang berwawasan kognitif, afektif, dan psikomotor
secara optimal.
Belajar aktif lebih mementingkan peran otak,
ini dimaksudkan untuk menutupi kekurangan dan kelemahan peserta didik dari segi
fisik, karena apabila keaktifan secara fisik belaka yang menjadi prioritas
pembelajaran tanpa adanya peranan otak sebagai pengatur dan memproses informasi
yang diterima oleh peserta didik. Otak mengatur dan memproses apakah informasi
yang diserap menjadi ingatan jangka panjang ataukah hanya menjadi informasi
yang "mampir" (ingatan jangka pendek) sejenak lalu
hilang?
Konsep belajar aktif sebenarnya bukanlah
konsep baru, konsep ini muncul dengan lahirnya istilah “cara belajar siswa
aktif” (CBSA), atau jauh sebelumnya muncul istilah “student active learning”
(SAL). SAL lebih menitikberatkan pada proses pembelajaran yang mengacu pada
pentingnya siswa belajar aktif dibandingkan dengan aktifitas guru sebagai
pengajar.
CBSA diartikan sebuah proses belajar mengajar
yang menggunakan berbagai metode yang menitik beratkan pada keaktifan siswa dan
melibatkan berbagai potensi siswa baik yang bersifat fisik, mental, emosional,
maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan
kognitif, afektif, dan psikomotor secara optimal.[39] Sebagai
sebuah konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek
didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul
berperan serta dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar.
Pembelajaran aktif sangat diperlukan oleh
peserta didik kaitannya dengan usaha pencapaian tujuan belajarnya; berikut
dikemukakan beberapa alasan mengapa belajar aktif itu diperlukan yang ditinjau
dari aspek pendidikan:
a. Tujuan Pendidikan
Bahwa esensi dari tujuan pendidikan adalah
pembentukan manusia yang bukan hanya dapat menyesuaikan diri hidup di dalam
masyarakatnya, melainkan mampu menyumbang bagi penyempurnaan masyarakat itu
sendiri.[40]
b.
Keterlibatan mental intelektual subyek
didik
Dalam proses belajar-mengajar subyek didik
harus dilibatkan secara penuh. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan sikap
rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, sehingga akan menjadi penggerak
bagi keberhasilan belajar.
c.
Komunikasi seimbang
Multimetode dan multimedia merupakan
kebutuhan tersendiri dalam proses belajar-mengajar, karena dengan ini akan
banyak memberikan kesempatan bagi pendidik untuk mengevaluasi efektifitas
pengajaran. Bahkan pendidik dapat melakukan evaluasi tersebut pada saat proses
belajar-mengajar berlangsung.
d.
Peningkatan mutu pendidikan
Model satuan pelajaran, metode, strategi dan
pendekatan dalam proses belajar-mengajar harus disesuaikan dengan kebutuhan subyek
didik, sehingga akan tercipta suatu proses belajar-mengajar yang menyenangkan
dan berkualitas.
2. Teori Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif atau Active
Learning merupakan bentuk pendekatan dalam proses belajar mengajar, dimana
peserta didik dapat memiliki keterlibatan langsung dalam pembelajaran baik
secara emosional maupun intelektual. Yang dapat dinyatakan secara fisik dalam
proses pembelajaran sejak pra instruksional sampai pada tahap evaluasi dan
pengembangan, sehingga dapat terjadi proses asimilasi dan akomodasi kognitif
dalam pencapaian pengetahuan, mungkin terbentuknya pengalaman langsung dalam
pembentukan ketrampilan baik yang bersifat motorik, kognitif, maupun sosial.
Belajar aktif yaitu proses belajar mengajar
yang menggunakan berbagai metode yang menitik beratkan pada keaktifan peserta
didik serta melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik,
mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang
berhubungan dengan wawasan kognitif, efektif, psikomotor secara optimal.
Bagi Mell Silberman, beberapa hal penting
yang harus menjadi perhatian dalam proses belajar aktif, yaitu:
a. Belajar aktif bukan hanya sekedar kegembiraan, tetapi banyak
teknik belajar aktif menghadapkan peserta didik pada tantangan-tantangan yang tidak
biasa yang mengharuskan kerja keras.
b. Belajar aktif memiliki berbagai saran untuk membantu peserta
didik merefleksikan apa yang telah mereka alami
c. Belajar aktif memerlukan waktu lebih dari pada mengajar
langsung, tetapi terdapat banyak cara untuk menghindari pembuangan waktu
d. Ketika pelajaran yang membosankan, sering kali hanya dengan
metode-metode belajar aktif yang menyenangkan dapat memenuhi peserta didik dan memotivasi
mereka untuk menguasainya, sekalipun materinya membosankan.
e. Banyak petunjuk dan teknik dalam belajar aktif digunakan untuk
berbagai problem seperti mencegah kelompok-kelompok belajar dari memubadzirkan
waktu yang tidak produktif.
f. Terdapat beberapa teknik dalam belajar aktif yang memberikan
alternatif pada belajar kelompok kecil melalui berbagai variasi belajar
g. Apabila belajar aktif diperkenalkan secara bertahap, maka akan
terorganisir dengan baik dan penyampaian materi akan efektif dan efisien.
h. Belajar aktif cenderung memudahkan pemindahan melalui penyediaan
cara-cara kongkrit untuk membangun aktifitas, variasi dan partisipasi ke dalam
kelas.[41]
Dengan demikian Active Learning adalah
pembelajaran yang di dalamnya menekankan keaktifan peserta didik pada aspek
mental atau kognitif dan juga melibatkan fisik, yang meliputi aspek afektif dan
juga motorik. Belajar aktif bukanlah membuat peserta didik aktif bergerak dan
melakukan sesuatu dalam bentuk fisik saja. Berikut beberapa indikator yang
menunjukkan kadar keaktifan siswa, yang muncul dalam proses belajar mengajar,
antara lain;
a. Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan dan
permasalahannya.
b. Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan persiapan proses dan kelanjutan belajar.
c. Menampilkan berbagai macam usaha atau keaktifan belajar dalam
menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar sampai mencapai keberhasilannya.
d. Melaksanakan hal-hal di atas tanpa adanya paksaan dari guru mau
pun dari faktor extern lainnya.[42]
Ketika muncul suatu pertanyaan "mengapa
harus belajar aktif?" Sriyono dalam bukunya Teknik Belajar Mengajar
dalam CBSA menawarkan berbagai macam alternatif jawaban, antara lain;
a. Karena anak bukanlah manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya
yang mempunyai potensi untuk berkembang.
b. Setiap individu atau anak didik berbeda kemampuannya.
c. Individu atau anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif,
kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya.
Masih menurut Sriyono, yang mengutip pendapat
Grafer, seorang psikolog; yang menyatakan bahwa setiap pembelajar (peserta
didik) memiliki tipe-tipe belajar antara lain:
a. Tipe Incremental
Siswa pada tipe ini mempunyai gaya belajar selangkah
demi selangkah. Atau sering disebut "block builders"
b. Tipe Intuitive
Siswa pada tipe ini mampu belajar secara
tidak berurutan. Ia mampu menerima dan mensintesakan pelajaran dengan tepat,
jenis ini termasuk jenis "bright learner (siswa cerdas)"
c. Tipe Sensory Specialist
Siswa tipe ini hanya mampu mempelajari
sesuatu dengan menggunakan indera tertentu saja.
d. Tipe Sensory Generalist
Siswa tipe ini mampu belajar dengan berbagai
media dan tipe ini sangat sensitif.
e. Tipe Emosional
Siswa tipe ini baru bisa belajar bila melalui
orang perorangan (from face to face). Siswa macam ini baik ditempatkan
dalam kelompok, sebab yang bersangkutan suka berdiskusi.
f. Tipe Emosional Neutral Learning
Siswa tipe ini hanya dapat belajar dari
kenyataan saja.
g. Tipe Elektrik
Siswa pada tipe ini dapat belajar dalam
berbagai situasi.[44]
Ahli psikologi lain menyusun tipe-tipe
belajar dan cara menerima informasi seorang pembelajar dalam tipe-tipe sebagai
berikut:
-
Tipe mendengarkan: seorang peserta
didik dapat menerima dengan baik setiap informasi dengan mendengarkan.
-
Tipe penglihatan: seorang peserta
didik dapat menerima informasi dengan baik bila ia melihat langsung.
-
Tipe merasakan: seorang peserta
didik dapat menyerap informasi dengan merasakan langsung.
-
Tipe motorik: seorang peserta
didik akan menerima informasi dengan baik bila melakukan sendiri secara
langsung.
Pembagian tipe-tipe di atas disusun hanyalah
untuk membedakan kecenderungan pada cara penerimaan peserta didik dalam
menyerap informasi (pelajaran baru), namun pada kenyataannya tidak terdapat
peserta didik yang mempunyai satu tipe saja, namun ada salah satu tipe yang
paling menonjol dan itu yang paling berpengaruh dalam membantunya dalam proses
belajar.
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki membuat
kriteria lain mengenai cara-cara belajar, mereka menyebutnya dengan modalitas
belajar atau gaya
belajar. Menurutnya gaya
belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi.[45] Penting
bagi seorang guru untuk mengetahui modalitas atau gaya belajar yang dimiliki oleh peserta
didik, dengan mengetahui modalitas tersebut maka akan mudah bagi guru untuk mengembangkan
bakat dan kreativitas peserta didik. Gaya
belajar berfungsi untuk mengembangkan kreativitas belajar para peserta didik
baik di sekolah, maupun ketika ia berada di lingkungan belajar lainnya.
Bobbi dan Mike lebih lanjut menjelaskan
beberapa macam modalitas menjadi tiga, antara lain;
a. Modalitas Visual
Seseorang yang memiliki modalitas ini mempunyai kecenderungan belajar
dengan cara melihat, dan belajar melalui gambar.
b. Modalitas Auditorial
Seseorang yang memiliki modalitas ini berkecenderungan belajar dengan
cara mendengar. Pada modalitas ini, belajar seseorang akan lebih cepat bila ia
mendengarkan musik sebagai pendukung.
c. Modalitas Kinestetik
Seseorang yang bermodalitas kinestetik memiliki kecenderungan belajar
dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Cirri-ciri berikut ini penting diketahui oleh
seorang guru untuk mengetahui modalitas peserta didik, dan penting juga bagi
peserta didik untuk lebioh meningkatkan semangat belajarnya;
Orang-orang Visual:
-
Rapi dan teratur
-
Berbicara dengan cepat
-
Perencana dan pengatur jangka
panjang yang baik
-
Teliti terhadap detail
-
Mementingkan penampilan, baik
dalam hal pakaian maupun presentasi
-
Pengeja yang baik dan dapat
melihat kata-kata yang sebenarnya alam pikiran mereka
-
Mengingat apa yang dilihat dari
pada yang didengar
-
Mengingat dengan asosiasi visual
-
Biasanya tiak terganggu oleh
keributan
-
Pembaca yang cepat dan tekun
-
Lebih suka membaca dari pada
dibacakan
-
Membutuhkan pandangan dan tujuan
yang menyeluruh dan bersikap secara waspada sebelum secara mental merasa pasti
tentang suatu masalah
-
Lebih suka demontrasi dari pada
pidato
-
Lebih suka seni dari pada musik
-
Lebih mengetahui apa yang harus
dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata
-
Mudah kehilangan konsentrasi
ketika ingin memperhatikan
Orang-orang Auditorial;
-
Berbicara kepada diri sendiri saat
bekerja
-
Mudah terganggu oleh keributan
-
Senang membaca dengan keras dan
mendengarkan
-
Merasa kesulitan untuk menulis,
tetapi hebat dalam bercerita
-
Berbicara dengan irama yang
berpola
-
Biasanya seorang pembicara yang
fasih
-
Lebih suka musik daripada seni
-
Belajar dengan mendengarkan dan
mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
-
Suka berbicara, berdiskusi, dan
menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar
-
Lebih pandai mengeja dengan keras
dari pada menuliskannya
-
Lebih suka gurauan lisan dari pada
membaca komik
Orang-orang Kinenstetik;
-
Berbicara dengan perlahan
-
Menangapi perhatian fisik
-
Menyentuh orang mendapat perhatian
mereka
-
Berdiri dekat ketika berbicara
dengan seseorang
-
Selalu berorientasi pada fisik dan
banyak bergerak
-
Belajar melalui manipulasi dan
praktik
-
Menhafal dengan cara berjalan dan
melihat
-
Menggunakan jari untuk menunjuk
ketika membaca
-
Banyak menggunakan isyarat tubuh
-
Menggunakan kata-kata yang
mengandung aksi
-
Kemungkinan tulisannya jelek
-
Ingin melakukan segala sesuatu
Pada dasarnya setiap orang memiliki semua
modalitas sebagaimana tersebut di atas,
namun hanya ada satu yang paling berpengaruh. Hal itu dapat dilihat pada saat
seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan mengetahui kecenderungan modalitas
yang ada pada dirinya, seseorang akan lebih
menemukan eksistensi dirinya dan mengembangkan bakat serta kreativitas.
3. Konsep Pembelajaran Bahasa Arab Aktif
Telah dikemukakan di muka bahwa pem,bahasa
pada skkripsi ini adalah pembelajaran bahasa Arab pada tingkat Madrasah Aliyah.
Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Arab adalah suatu proses kegiatan yang
diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan
bahasa Arab fusha.[47]
Telah dijelaskan dimuka tentang apa yang
dimaksud dengan pembelajaran aktif dan Pengertian sekilas bahasa Arab, lantas
bagaimanakah konsep pembelajaran bahasa Arab Aktif.
Penelitian ini menghendaki bahasa Arab
sebagai dipelajari sebagai sarana komunikasi dengan pendekatan komunikatif.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran
bahasa bermula dari suatau teroi yang berlandaskan "bahasa sebagai
komunikasi". Tujuan pengajaran bahasa adalah mengembangkan kompetensi
komunikatif.[48]
Kompetensi komunikatif merupakan suatu batasan apa yang perlu diketahui oleh
seorang penutur atau pembicara agar dia mempunyai kompetensi secara komunikatif
dalam masyarakat bahasa. Ada
empat dimensi yang terdapat dalam kompetensi komunikatif, yaitu;
a. Kompetensi Strategik; mengacu pada pelekukan strategi yang
dipakai oleh para komunikator guna memprkarsai, mengakhiri, memelihara,
mereparasi, dan mengarahkan kembali komunikasi.
b. Kompetensi Wacana; mengacu pada interpretasi unsur-unsur pesan
pribadi, menyangkut antar hubungan dan cara m,enyatakan makna dala hubungan
keseluruhan wacana atau teks.
c. Kompetensi Gramatikal; mengacu pada kompetensi linguistik
d. Kompetensi Sosiolinguistik; mengacu pada pemahaman konteks
sosial tempat berlangsungnya komunikasi (termasuk hubungan peranan, pembagian
informasi, dan tujuan interaksi komunikatif).[49]
Pembelajaran bahasa Arab aktif menghendaki
agar guru dapat memerankan dirinya sebagai fasilitator, partisipan mandiri,
pembimbing, organisator. Dan peserta didik sebagai negosiator atau perunding,
peserta didik juga harus bisa memposisikan diri antara diri pribadi, proses
pembelajaran, dan obyek pembelajaran.[50]
Dalam era pemberdayaan kompetensi peserta
didik ini, tugas guru harus bisa memahami mereka melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut kaitannya dengan peranannya sebagai fasilitator, antara lain:
a. Mengobservasi
peserta didik dalam berbagai situasi, baik di dalam maupun di luar kelas.
b. Menyediakan
waktu untuk mengadakan pertemuan dengan peserta didiknya, sebelum, selama,
setelah sekolah.
c. Mencatat
atau mengecek seluruh pekerjaan peserta didik dan memberikan komentar yang
konstruktif.
d.
Mempelajari catatan peserta didik yang adekuat.
e.
Membuat tugas dan latihan
kelompok.
Tugas seorang fasilitator tidak sekedar
menjadi guru yang hanya mengajar sebuah meteri pelajaran di dalam kelas tetapi
lebih dari itu, seorang fasilitator membuka ruang yang selebar-lebarnya kepada
peserta didik untuk melakukan aktifitasnya, mendinamisasikan peserta didik agar
belajar lebih aktif. Sedangkan kaitannya dengan peranan guru sebagai
pembimbing, ia harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Jika teori-teori di atas diaplikasikan dalam
pembelajaran bahasa Arab, setidak-tidaknya akan memunculkan sebuah pandangan
baru tentang pengajaran bahasa Arab itu. Kalau dahulu pengajaran bahasa Arab
lebih sering dilakukan dengan metode-metode klasik, maka saat ini, seiring
dengan pemberlakuan KBK yang menghendaki pemberdayaan potensi peserta didik seutuhnya,
pembelajaran bahasa Arab sebaiknya selalu berkiblat pada kurikulum yang humanis
atau kurilukum yang memandang semua aspek dalam KBM (kegiatan belajar mengajar)
sebagai sesuatu yang harus diberdayakan semestinya, dan yang lebih penting
adalah semua elemen yang ada harus saling mendukung dan tidak berjalan
sendiri-sendiri.
a.
Tujuan
Tujuan pengajaran bahasa Arab dibuat sedemikian rupa agar
tidak membebani semua aspek yang terlibat dalam KBM terutama pengajar dalam hal
ini adalah guru dan peserta didik. Tujuan mempelajari bahasa Arab adalah agar
peserta didik mampu menggunakan bahasa tersebut sebagai sarana komunikasi dan
juga sebagai alat untuk mempelajari ajaran agama Islam.
b.
Metode
Metode harus dirancang sedemikian rupa dengan
mempertimbangkan semua faktor dalam KBM, terutama dengan materi ajar yang
nantinya berguna sebagai aplikasi dari metode tersebut. Hal lain yang harus
dijadikan bahan pertimbangan adalah bahwa bahasa Arab adalah bahasa asing yang
sudah jelas tidak akrab dengan latar belakang budaya dan sosial peserta didik,
metode juga harus disesuaikan dengan pengalaman tingkat kemahiran dan
pengalaman guru. Dan yang lebih penting adalah harus sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan dan waktu yang tersedia.
Mulyanto Sumardi menjelaskan, bahwa dalam metode pengajaran
bahasa asing (termasuk bahasa Arab) setidak-tidaknya ada empat kegiatan yang
harus diperhatikan, yaitu; seleksi, gradasi, persentasi, repetisi.[52]
-
Seleksi; seleksi yang dimaksud berlaku kaitannya dengan
materi yang akan disampaikan. Sebab tidak semua materi yang ada dalam bahasa
Arab dapat dilaksanakan sekaligus, lebih penting lagi adalah materi yang diajarkan
diurut dari yang termudah hingga yang tersulit.
-
Gradasi, gradasi ini sering disebut dengan pentahapan.
Hal ini dimaksudkan agar materi yang akan diberikan kepada peserta didik
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan peserta didik menyerap materi
ajar yang diberikan, dimulai dari yang termudah hingga yang sulit. Ini
dilaksanakan agar materi baru yang diberikan tidak mengacaukan m,ateri yang
sudah diajarkan.
-
Presentasi, maksudnya adalah penyajian bahan yang
sudah diseleksi dan diurutkan itu disampaikan dan dapat dipahami peserta didik
dengan baik.
-
Repetisi; repetisi diartikan dengan pengulangan bahan,
materi-materi yang sudah diberikan hendaknya diulang kembali. Hal ini dilakukan
agar ingatan peserta didik disegarkan kembali sebelum memasuki materi
berikutnya.
Dalam pembelajaran bahasa Arab ini, Metode yang paling
efektif untuk menunjang suksesnya penguasaan bahasa Arab secara aktif pada
peserta didik adalah dengan metode dialog lisan yang aplikatif, hal ini
sebaiknya dilakukan sebagai pendorong kemampuan berbahasa secara aktif dan
ekspresif. Dan untuk menerapkan metode-metode tersebut, dibutuhkan teknik
tertentu yang konsisten dengan metode dan pendekatan yang dipilih. Pengembangan
teknik pengajaran ini akan sangat bergantung pada kemampuan dan tingkat
imajinasi guru.
c.
Materi.
Kaitannya dengan Metode pembelajaran, materi merupakan aspek
penting yang tidak boleh terabaikan perhatiannya oleh pengajar (guru).
Pemberian materi kepada peserta didik harus mempertimbangkan kondisi mereka,
seperti; faktor usia, minat, serta kondisi psikis dan fisik peserta didik.
Materi juga harus diberikan secara berurutan dari yang sulit-sulit hingga ke
materi-materi yang paling susah, hal ini penting agar memudahkan peserta didik
dalam menyerap materi tersebut. Materi pelajaran bahasa Arab sebaiknya memperbanyak
latihan-latihan bagi peserta didik, hal ini dimaksudkan agar mereka semakin
menguasasi bahasa yang sedang mereka pelajari.
Ruang lingkup materi pelajaran bahasa Arab berdasarkan KBK
untuk Madrasah Aliyah meliputi:
·
Unsur Bahasa
a.
Bentuk kata (sharf).
·
الأسم
الضمير والإشارة و المعرف بأل و المضاف إلى المعرفة و الموصول
(النكرة و المعرفة) المذكر والمؤنث. والمفرد والجمع. وبعض الظروف المكانية
والزمانية – و المصدر الصريح والمصدر المؤول واسم الفاعل و المفعول.
·
الفعل
العفل الماضى و الفعل المضارع وفعل الأمر و أوزن الفعل الثلاثى المزيد
بحرف و بحرفين وبثلاثة احرف استفعل ومعانى الزيادة الكثيرة الورود والفعل المبنى
للمجهول
·
الأدوات
بعض الأدوات الجرّ و أدوات النفي والنهي واوو العطف و إنّ و أن و كان, يكون.
b.
Struktur Kalimat (Nahwu)
·
(عمدة الكلام والمبتدا والخبر) المفرد والجملة الفعلية وشبه الجملة
والخبر المقدم, والفاعل ونائب الفاعل
·
فضلة الكلام والمفعول به والنعت والإضافة المعنوية. والعطف
بالواو
·
الإعراب بالحركات لعناصر عمدة الكلام والمفعول به والنعت
والمضاف اليه والمعطوف عليه بالواو
e.
Mufradat
Mufradat,
termasuk idiom, yang diberikan selama di Madrasah Aliyah berjumlah + 575
mufradat baru yang berhubungan dengan kehidupan beragama dan kemasyarakatan.[53]
Materi-materi di atas tentu saja dapat berubah dan menjadi
pengayaan bagi peserta didik apabila dalam kurikulum bahasa Arab diterapkan Nadzariyah
Al-Furu',[54]
yang memfokuskan pelajaran bahasa Arab menjadi beberapa bagian (jam pelajaran,
pengajar, buku pelajaran).
d.
Guru.
Telah sekilas dijelaskan pada pembahasan di atas tentang
kriteria seorang guru bahasa Arab, yang antara lain menghendaki agar guru
memiliki keilmuan bahasa Arab yang tinggi. Terlebih dalam pembelajaran aktif
yang menuntut peran serta guru secara utuh. Guru bahasa Arab harus bisa menjadi
seorang native speaker dalam, bahasa tersebut, hal ini dimaksudkan,
bahwa dalam lingkungan belajarnya peserta didik akan merasa tertarik untuk
selalu bercakap-cakap dengan guru dengan bahasa sasaran. Guru selalu merangsang
agar peserta didik secara sadar aktif dengan berbahasa baik di luar maupun di
dalam kelas, dengan menciptakan agar peserta didik selalu dalam situasi
berbahasa.
e.
Peserta didik
Peserta didik sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran
ini harus melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan berbahasa. Mereka
dituntut untuk berkreasi dalam kegiatan berbahasa, seperti diskusi, pidato,
cerdas cermat dalam bahasa Arab dan membentuk lingkungan-lingkungan yang
berbahasa. Dengan diadakannya kegiatan semacam itu, secara langsung maupun
tidak langsung akan membuat peserta didik terbiasa dalam situasi berbahasa.
f.
Sarana
Sarana meliputi perangkat keras (laboratorium bahasa,
perpustakaan, lingkungan belajar dan media belajar lainnya) dan perangkat lunak
(kurikulum). Pengadaan laboratorium bahasa akan sangat menunjang berhasilnya
pembelajaran bahasa Arab jika diatur dengan sedemikian dengan peserta didik
melibatkan peserta didik aktif di dalamnya. Azhar Arsyad menjeslakan bahwa
pengadaan media pembelajaran akan sangat berm,anfaat bagi peserta didik, antara
lain;
1)
Menarik minat siswa
2)
Meningkatkan pengertian siswa
3)
Memberikan data yang kuat dan terpercaya
4)
Memadatkan informasi
5)
Membangkitkan motivasi belajar serta memberikan
stimulus bagi kemauan belajar. [55]
g.
Evaluasi
Evaluasi penting dilaksanakan sebagai alat untuk mengukur tingkat
keberhasilan, kemajuan pembelajaran yang dicapai oleh peserta didik. Evaluasi
hasil belajara bahasa Arab adalah upaya untuk memperoleh infomasi untuk
menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap suatu kompetensi, yang
meliputi; pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai. Untuk mengukur ranah
afektif dilakukan dengan cara non tes, seperti dengan skala penilaian,
observasi vdan wawancara, sedangkan ranah psikomotor dapat dilakukan dengan tes
perbuatan dengan menggunakan lembar pengamatan.[56]
[2] Ibid.
[3] M.
Ngalim Purwanto dan Djeniah Alim, Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia (Jakarta:
Rosda Jayaputra, 1997), hlm. 19.
[4] Ibid
[5] A. Akrom Malibary, dkk. Pedoman
Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN (Jakarta:
Depag RI, 1976), hlm. 19.
[8] Suminto A. Sayuti,
"Bahasa Bukan Sekedar Alat Komunikasi", Majalah Gerbang, Edisi
4 Th III, Oktober 2003. hlm. 17.
[10] A. Akrom Malibary, dkk. Pedoman
Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN (Jakarta:
Depag RI, 1976), hlm. 11.
[13] A. Akrom Malibary,
dkk. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN
(Jakarta: Depag RI, 1976), hlm.59.
[14] H. D Hidayat, dkk. Pelajaran
Bahasa Arab untuk Kelas III Madrasah Aliyah, Kurikulum 1994, (Jakarta:
Hikmah Syahid Indah, 1995), hlm. iii.
[15] Madrasah Aliyah non
Pesantren adalah madrasah yang tidak berada dalam sistem kepondokan, artinya
madrasah ini berdiri sendiri dean langsung berada di bawah naungan Departemen
Agama. Karena menurut pengam,atran penulis, kebanyakan pesantren yang ada di Indonesia
juga menyelengarakan pendidikan dari tingkat Madrasah Ibtidaiyyah sampai
tingakt masdrasah Aliyah, bahkan tidak sedikit juga beberapa pesantren
terkemuka di Indonesia yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi, seperti Pondok
Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur.
[16] Tayar Yusuf dan Syaiful
Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1997), hlm. 191.
[18] Umar
Asassudin Sokah, Problematika Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris (suatu
tinjauan dari segi metodologi), (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1982), hlm.16.
[19] Drs.
Mudjahid, "Kesulitan Belajar Bahasa Arab, Mengatasi Kesulitan Belajar
Bahasa Arab di Madrasah Aliyah", Suara Aliyah, I/IV-V/ 1997, hlm.
19.
[21] Ibid
[22] A.M
Slamet Soewandi, Belajar Bahasa Indoensia dengan Diskusi, http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/AMSlametSoewandi.doc.
p.132.
[23] Suwarna
Pringgawidagda, op-cit, hlm. 18.
[24] Mulyanto Sumardi, Pengajaran
Bahasa Asing, Sebuah tinjauan dari Segi Metodologi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), hlm. 7.
[27] Umar Asassudi Sokah, Problematika
Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris, (Yogyakarta: Nurcahaya, 1982), hlm. 12.
[28] Tayar Yusuf dan Syaiful
Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997), hlm. 211.
[30] Pius A Partanto dan M
Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm,.
17.
[31] Syaiful Bahri Djamarah
dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta:
1996), hlm. 11.
[32] A. Tabrani Rusyan, dkk, Pendekatan
dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung, Remaja Rosdakarya: 1994), hlm. 9.
[37] E.
Mulyasa , Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik,
dan Implementasi (Bandung :
Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 126-128.
[38]
Hisyam Zaini, hlm. 111.
[40] Moedjiono Hasibuan.,
Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) hlm. 9.
[45] Bobbi De Porter dan Mike
Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Alih
bahasa; Alwiyah Abdurahman), (Bandung :
Kaifa, 2000), hlm. 112.
[47] Departemen Agama RI, Kurikulum
Berbasis Kompetensi (Bahasa Arab Untuk Madrasah Aliyah), (Jakarta : Departemen Agama
RI, 2003), hlm. 1.
[48] Henry Guntur Tarigan,
Metoodologi Pengajaran Bahasa, jilid 1, (Bandung: Penerbit Angkasa,
1991), hlm. 265.
[51] E. Mulyasa. Kurikulum
Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung : Remaja Rosda
Karya, 2002), hlm. 186.
[52] Mulyanto Sumardi, Pengajaran
Bahasa Asing, Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), hlm. 41-56.
[54] Penyusun berpendapat
bahwa Nadzariyah Al-Furu' juga bisa diterapkan di sekolah-sekolah non
pesantren. Hal ini didasarkan, karena sekarang telah banyak disuarakan adanya
program full day school.
[55] Azhar Arsyad, Bahasa
Arab dan Metode Pengajarannya, (Beberapa Pokok Pikiran), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm,. 75-76.
0 Response to "Makalah Pembelajaran Bahasa Arab"
Post a Comment