Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini Menurut Islam
Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini | Pendidikan seks Untuk Anak dalam Islam |
A. Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C. Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini
A. Latar Belakang Masalah
Masa anak usia sekolah dasar sering disebut sebagai
masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian
bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik dari pada sebelum
dan sesudahnya.[1]
Pada usia sekolah dasar (6-12) tahun anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
kognitif. Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih
bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan usia SD daya
pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima
akal). Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berpikir
khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata).[2] Dengan begitu anak mulai merebut atau
menguasai dunia sekitar secara obyektif. Dalam fase inilah anak telah
menceburkan diri ke dalam masyarakat luas yaitu masyarakat di luar keluarga,
taman kanak-kanak, sekolah dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Karena
kebanyakan anak wanita usia 12 tahun mengalami pertumbuhan paling cepat, baik
tinggi maupun berat. Begitu juga pada usia ini, anak laki-laki juga mengalami
perkembangan kelamin.
Jadi
pendidikan seks untuk anak usia 6-12 tahun sangat diperlukan sebagai pedoman
mereka dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam dirinya baik secara fisik
maupun psikis dan juga dalam menghadapi berbagai informasi yang dapat
membangkitkan dorongan seksualnya akibat dari pertumbuhannya itu. Seperti film porno dan berbagai media, baik
cetak maupun elektronik.
Telah cukup
sering polisi Jakarta menyita gambar dan video porno dari toko yang menjual
atau menyewakannya. Jumlahnya mencapai puluhan ribu. Suatu jumlah yang
tidak main-main. Belum lagi yang tidak tersita dan beredar di tangan
masyarakat, khususnya remaja[3] Seperti
adanya sekelompok orang yang “menjajakan seks” biasanya dikarenakan terdesak
oleh suatu kebutuhan dan terpengaruh oleh lingkungannya. Selain itu kadang
dijumpai adanya pelecehan seksual yang dilakukan sekelompok orang terhadap
wanita. Bahkan akhir-akhir ini banyaknya berita tentang adanya pelecehan
seksual yang dilakukan terhadap anak dibawah umur, orang tua kandung kepada
anaknya, majikan kepada pembantu.[4]
Menurut penelitian dr. Bayke (muslimah, oktober,
2002), disebutkan bahwa 100 % remaja AMU dan 75 % remaja SMP di Jakarta pernah
menonton VCD porno. Hal itu wajar karena harga satu VCD murah banget, sekitar
Rp. 8000. sudah jelas mereka akan tertarik melakukan hubungan seks yang
seharusnya boleh dilakukan oleh suami istri. Hubungan itu bisa saja
dilampiaskan pada teman sebaya maupun anak-anak yang lebih kecil dari mereka
dengan menggunakan cara-cara fisik maupun kekerasan.[5] Usia antara 13-19 tahun disebut pula masa
penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada
periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan
fungsi-fungsi rokhaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.[6] Usia ini dinilai paling rentan
terpengaruh, mereka bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang ditayangkan.
Apabila VCD-VCD porno, gambar-gambar cabul, dan novel-novel porno sangat
berpengaruh terhadap perilaku penyimpangan anak dan remaja. Terjadinya banyak kasus
perkosaan setelah melihat VCD porno, sebagai bukti konkrit bahwa media
informasi yang tidak bertanggung jawab akan berakibat fatal terhadap perilaku
penyimpangan. Belum lagi kasus perzinahan hamil di luar nikah, penyimpangan
seksual dan penyalahgunaan organ reproduksi semakin merajalela.
Banyak
orang tua merasa tidak sanggup memberikan pendidikan seks kepada
anak-anaknya. Sebagian karena tidak tahu
yang harus dan layak untuk disampaikan.
Sebagian lain karena tidak tahu harus memulai dan berbicara perihal
seksualitas kepada anak-anaknya.[7]
Islam
menganjurkan agar anak mumayiz dilatih untuk minta izin (isti'dzan)
ketika memasuki kamar orang dewasa pada tiga waktu berdasarkan tuntunan
Al-Qur'an sebagaimana firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِيْنَ مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ وَالَّذِيْنَ لَمْ
يَبْلُغُوْا اَلْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلاَةِ الْفَجْرِ
وَحِيْنَ تَضَعُوْنَِ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيْرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلاَةِ
الْعِشَاِء ثَلاَثُ عَوْرَاٍت لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلاَ عَلَيْهِمْ
جُنَاٌح بَعْدَهُنَّ طَوَّافُوْنَ
عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ الله ُلَكُمُ اْلَايَاتِ
وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh
diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu
sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah
hari, dan sesudah sembahyang isya', (itulah) tiga aurat bagi kalian. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula)
atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu
(ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
(Q.S. an-Nur : 58).[8]
Isti’dzan tiga kali yang ditetapkan dalam ayat ini
merupakan pendidikan seksual yang dikhususkan kepada para pembantu yang
dimiliki seseorang dan anak-anak yang dalam usia tanpa dosa atau belum mencapai
usia baligh. Mereka diperintahkan untuk minta izin sebelum masuk kamar ibu,
bapak, ataupun saudara-saudaranya.[9]
Melihat
realitas semacam ini, Nashih Ulwan memandang perlu diadakan pendidikan seks
pada anak-anak dengan cara-cara yang setaraf dengan usia pertumbuhan mereka,
baik di rumah maupun sekolah. Kita tekankan bahwa pendidikan ini harus
dilaksanakan dalam konteks ideologi Islam dan ajaran Islam supaya para anak dan
remaja memperoleh pengetahuan psikologis dengan baik dan memiliki kesadaran penuh akan kesucian hubungan seks
dalam Islam.[10]
Namun sampai saat ini masih ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan
pendidikan seks. Karena dikhawatirkan akan mendorong keingintahuan
terhadap seks, dan kemudian mencobanya.
Padahal sikap mentabukan seks pada anak hanya mengurangi
kemungkinan-kemungkinan untuk membicarakannya secara terbuka tetapi tidak
menghambat hubungan seks itu sendiri.
Dengan demikian tidak ada alasan untuk menghindari pendidikan seks
tersebut.
Para perumus hukum Islam dan para ilmuwan sepakat
tentang pentingnya mendidik anak mumayiz sebelum usia baligh dengan
memberikan dasar-dasar pengetahuan seksual beserta hukum-hukum fikihnya.[11] Hal
tersebut sebagai bentuk persiapan untuk menata aktivitasnya menuju fase
dewasa. Pendidikan dan persiapan ini
sepatutnya dimulai sejak masa kanak-kanak periode kedua, khususnya pada
bulan-bulan terakhir. Seorang anak
sebelum sampai pada fase baligh, yakni saat memperoleh taklif (pembebanan
hukum syariat), membutuhkan persiapan dini yang akan menjadikannya mampu
menghadapi perubahan-perubahan yang akan mengiringi perkembangan dirinya.[12] Memang
benar bahwa masa kanak-kanak kosong dari kecenderungan seksual yang aktif. Dan sebagian aliran modern dalam ilmu jiwa
menolak pendapat Freud dan pendukungnya.
Oleh karena itu, sistem pendidikan Islam telah menyiapkan himpunan
hukum-hukum fiqih untuk mengatur perilaku seksual yang juga berupaya untuk
mendidik anak-anak tentang seks sebagai bentuk persiapan untuk menghadapi fase
selanjutnya. Oleh karena itu pentingnya pendidikan seks bagi anak sebagai
pedoman bagi mereka dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, baik
secara biologis, psikologis, dan psikososial, akibat dari perkembangan dan
pertumbuhan manusia, maka perlu adanya suatu rancangan dan acuan tentang
pendidikan seks yang bersumber dari ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan hadits.
Menurut Susilaningsih, diperlukan pendidikan seks yang
bersumber dari ajaran agama Islam, karena memiliki kelebihan yaitu memiliki
kekuatan psikologis pada siswa (anak) dalam penanaman nilai moral.[13]
Berkenaan dengan hal di atas orang tua seringkali
mengatakan bahwa pada jaman dahulu tidak dikenal istilah pendidikan seks.[14] Sehingga mereka (orang tua) menganggap bahwa
pendidikan seks tidak penting untuk disampaikan atau diajarkan pada anak usia
sekolah dasar. Demikian masyarakat
secara luas menganggap bahwa pendidikan seks itu hanya pada hal-hal yang
negatif saja. Padahal pendidikan seks
sebenarnya mempunyai dampak-dampak positif
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak menuju remaja. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan seks
dimulai pada saat seorang anak mulai bertanya mengenai seks, misalnya mengapa
alat kelaminnya berbeda dengan alat kelamin yang dimiliki saudaranya.[15]
Sebagian seksolog Amerika sepakat dengan pandangan
Islam tentang pentingnya pemisahan tempat tidur anak. Para ahli pendidikan seks
anak di Amerika berkata, "secara mutlak tidak wajib anak-anak tidur
bersama dalam satu kasur, dan yang baik adalah memisahkan tempat tidur mereka.
Sebab anak yang tidur bersama dalam satu kasur walaupun diatur bentuknya
sedemikian rupa, tetap akan berhubungan atau bertaut badan satu sama lainnya,
yang akan menyeret pada permainan seks".[16] Hal
yang demikian diperjelas sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.
مُرُوْا
صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغُوْا سَبْعًا وَاضْرِبُوْاهُمْ عَلَيْهَا
إِذَا بَلَغُوْا عَشْرًا وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
Artinya: "Suruhlah anak-anakmu untuk shalat
jika mencapai usia tujuh tahun, pukulah mereka atasnya (shalat) jika mencapai
usia sepuluh tahun, dan pisahkan antara mereka di tempat tidur".
Sesungguhnya sebagian besar penyimpangan seksual yang
terjadi pada anak-anak disebabkan oleh lalainya orang tua. Orang tua tidak memisahkan anak-anak di
tempat tidur, bahkan biasanya mereka tidur bersama kedua orang tuanya di dalam
satu kamar. Kebiasaan itu dapat ditanggulangi dengan mengkhususkan satu kamar
untuk anak laki-laki, kamar yang lain untuk anak perempuan, dan kamar ketiga
untuk kedua orang tuanya. Selain itu, dapat melakukan dengan mengkhususkan satu
selimut untuk setiap anak.[17]
Untuk itu dalam membantu anak melalui masa yang sangat
berat yaitu masa periode intelektual, berbagai usaha harus dilakukan antara
lain dengan meningkatkan pengertian anak akan dirinya, menciptakan hubungan
baik dengan orang lain, memberikan pendidikan agama, bimbingan ke arah masa
depan yang baik dan bimbingan hidup bermasyarakat. Demikian di sana
sini terjadi berbagai bentuk pelecehan seksual baik pada anak-anak maupun
remaja karena disebabkan kurangnya anak mendapatkan pengetahuan dan pendidikan
seks baik secara formal maupun informal. Sehingga penulis merasa terpanggil
untuk ikut berpartisipasi menyajikan pendidikan seks yang sesuai dan tepat bagi
anak dalam perkembangannya dengan cara-cara yang terdapat dalam ajaran Islam
dengan langkah-langkah yang praktis untuk mendidik anak-anak.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan tentang beberapa pokok masalah yang perlu di teliti dan dikaji,
dalam masalah ini adalah:
- Bagaimana konsep Islam tentang pendidikan seks ?
- Bagaimana menanamkan pendidikan seks menurut pendidikan
Islam bagi anak usia 6-12 tahun ?
C. Pendidikan Seks Pada Anak Usia Dini
Mendengarkan
kata seks yang diucapkan atau ditulis sering membuat seorang berfikir yang
tidak-tidak, seakan-akan seks dihubungkan dengan hal-hal yang berbau pornografi
dan semacamnya, anggapan ini sangatlah keliru karena tidak hanya menggambarkan
hubungan badan ataupun masalah sekitar kelamin saja. Tetapi mencakup penjabaran
yang lebih luas, misalnya seorang anak putri yang pingsan karena alat vitalnya
mengeluarkan darah sehingga ia tidak berani untuk pulang ke rumah, yang
ternyata ia mendapatkan haid/datang bulan, begitu juga yang dialami anak
laki-laki yang berumur kira-kira 12 tahun ke atas merasa bingung karena pada
harinya ia merasa celana dalamnya basah karena bermimpi, ia tak berani bertanya
pada orang tua atau pada siapapun. Padahal ini merupakan kejadian yang wajar
dan alamiah bagaimana hal ini terjadi? mungkin ia tak pernah tahu jawabannya,
maka di sinilah sebagai orang tua ataupun pendidik mempunyai kewajiban ikut memberi
informasi yang benar kepada anak-anak usia dini, agar anak tidak salah mencari
informasi.
Salah satu nilai yang turut merubah dalam hal seksual
dengan segala macam dan segala permasalahannya adalah, jika dulu masyarakat
luas tabu membicarakan seks apalagi orang tua. Kini pembicaraan dan uraian
dalam majalah dan koran semakin terbuka dan terang-terangan akibatnya anak-anak
sendiri banyak yang telah masak sebelum saatnya. Keadaan tersebut menimbulkan
nilai baru yang menggelisahkan dan merasakan, bukan dalam keluarga yang
terbatas tetapi juga dalam kehidupan negara dan bangsa.
Berbicara
mengenai pendidikan seks, tak lepas dari setuju dan menolak. Alasan bagi
mereka yang menolak, bahwa masalah tersebut adalah tabu. Mereka masih
menganggap seks identik dengan kotor, cabul dan porno.[18]
Betapapun, banyak orang beranggapan bahwa masalah seks amatlah tabu untuk
dibicarakan, namun kenyataan sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan seks.
Seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau penyalahgunaan seks, khususnya
untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan
yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual dan lain sebagainya.[19] Dan
dalam teori psikologi kebutuhan tingkat bawah ini harus dipenuhi untuk menuju
tingkat atasnya, sehingga dapat mencapai jenjang aktualisasi diri. Pemuasan
kebutuhan yang lebih rendah ini dikenal dengan kebutuhan fisiologis, menyangkut
kelangsungan hidup salah satunya adalah kebutuhan seks.
Dalam Alqur'an Allah SWT mengatur kehidupan manusia
agar terhindar dari seks bebas/perzinahan dan aturan tersebut oleh Allah
disebut pernikahan, sesuai dengan yang disebutkan dalam firman-Nya.
قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْنَ مِنْ
اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَاِلك اَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ
خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ (النور: 30)
Artinya: "Katakanlah kepada orang laki-laki
yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangan-nya, dan memelihara
kemaluan-nya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.[20]
Dengan
mengacu ayat tersebut maka jelaslah bagi kita bahwasanya seks bebas itu atau
perzinahan merupakan larangan keras dari Allah, karena adanya mekanisme
pernikahan salah satu tujuannya untuk menyalurkan seksualitasnya dengan halal.
Terlepas dari kontroversi yang ada, perlu disadari
bahwa tanpa adanya pendidikan seks, manusia khususnya anak usia sekolah dasar.
Justru ingin tahu apa sesungguhnya yang terkandung dibalik perkataan seks,
sehingga orang merahasiakannya. Dorongan ingin tahu ini, sangat berbahaya kalau
tidak dibekali dengan bimbingan dan penekanan yang benar. sebagai orang tua
maupun pendidik mempunyai peran penting dalam mendidik anak-anaknya, terutama
dalam pendidikan seks, dengan cara mengembangkan potensi yang dimilikinya,
bapak dan ibu berfungsi sebagai pendidik kodrati, yaitu secara kodrat orang tua
adalah pendidik bagi anak-anaknya.[21]
Dalam Islam, pendidikan seks bagi anak merupakan
tindakan preventif. Pendidikan diarahkan dengan cara yang berbeda dari bentuk
bimbingan seksual bagi usia baligh. Pada fase baligh, aktivitas seksual menjadi
sebuah realitas, bukan semata-mata perilaku yang bebas dari kenikmatan. Oleh
karena itu, Islam menetapkan adab-adab yang integral untuk mengarahkan kekuatan
seksual kita. Adab-adab ini mencakup hukum-hukum yang haram, sunnah dan makruh.
Adapun pada anak-anak karena kondisi tertentu, perilaku seksual lebih merupakan
peniruan atau wujud keingintahuan, tetapi tidak disertai dengan rangsangan yang
hakiki, seperti halnya pada usia baligh telah mencapai kematangan. Berdasarkan
hal itu, Langkah-langkah Islam dalam fase ini hanyalah berupa tuntunan yang
bersifat pencegahan untuk menyongsong perubahan-perubahan biologis yang terjadi
pada masa pertumbuhan yang lain.[22]
Ninuk Widyantoro mengemukakan beberapa metode
pendidikan seks yang disesuaikan dengan kondisi serta situasi pendidikan,
terutama mengingat usia peserta, waktu tersedia, dan lokasi pendidikan. Adapun
metode-metode dan alat-alat yang dipergunakan adalah, metode ceramah, tanya
jawab, diskusi kelompok, film, dan gambar-gambar pada karton.[23]
Maka orang tua
maupun pendidik sangat dituntut untuk dapat mengerti arti pendidikan seks bagi
anak usia 6-12 tahun, agar penyimpangan terhadap perilaku seksual yang sangat
merisaukan hati kita dapat diminimalisir. Karena dengan pendidikan seks yang
dimulai dari keluarga maupun sekolah, sedikit banyak akan membantu upaya
bersama untuk meluruskan arti pendidikan seks yang sebenarnya.
[1] Dr. H.
Syamsu Yusuf LN., M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung
: PT. Rosda Karya, 2002), hlm. 24
[2] Ibid., hlm. 178
[5] Istanti Surviani, Membimbing Anak Memahami Masalah Seks, Panduan
Praktis Untuk Orang Tua, (Bandung : Pustaka Alimuddin, 2004), hlm. 47
[8] Depag RI, Al-Qur'an dan Tarjamah,
(Q.S. an-Nur : 58), hlm. 554
[9] Adnan
Hasan Baharits, Penyimpangan Seksual Pada Anak ( Jakarta: Darul
Mujtama’, 2001), hlm. 99
[10] Abdullah Nashih Ulwan, op., cit, hlm.
149
[11] Yusuf Madani, op., cit, hlm. 67
[12] Yusuf Madan, op.cit, hlm. 103
[13] Susilaningsih, Peran Guru Agama SLTP dalam
Pendidikan Seksual pada Siswa Melalui Pendidikan Agama Islam (PAI),
Jurnal Penelitian Agama. (No. 11 Tahun: IV Sept-Des, 1995), hlm. 2
[14] Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Dra. Ny. Y.
Singgih.D.Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga
(Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), hlm. 95
[15] Ibid., hlm. 97
[16] Yusuf
Madani, op.,cit, hlm. 81-82
[17] Adnan Hasan Baharits, op. cit., hlm. 55-57
[18] Dikutip oleh Akhmad Azhar Abu Miqdad, Pendidikan
Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam, cet.1 (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 1997), hlm. 1
[19]
Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 1994), hlm. 182-183
[23] Akhmad Azhar Abu Migdad, op., ci,.
hlm. 16-17
0 Response to "Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini Menurut Islam"
Post a Comment