Makalah Hubungan Pendidikan Aqidah Akhlak terhadap Ketaatan Siswa pada Tata Tertib sekolah
Hubungan Pendidikan Aqidah Akhlak terhadap Ketaatan Siswa pada Tata Tertib Sekolah
A. Latar Belakang
Masalah
Guru merupakan orang tua kedua bagi anak, dalam
artian bahwa seorang guru adalah ayah atau ibu yang bertugas memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan anak selama di lingkungan sekolah. Peranan guru di
sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, pengajar dan
pendidik. Guru sebagai pendidik harus mampu menjadi teladan di dalam maupun di
luar sekolah.
Keberhasilan belajar PAI yang ditanamkan pada anak
didik tidak hanya dilihat dari segi kognitifnya saja. Namun anak didik
diharapkan mampu menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan akhlak di sekolah
maupun di luar sekolah.
Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai peran
yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang
dilaksanakannya. Dalam artian bahwa guru harus selalu menciptakan suasana yang
kondusif dalam lingkungan pendidikan dan menjalankan tugasnya dengan semaksimal
mungkin demi tercapainya tujuan dari pendidikan
tersebut.
Seorang guru tidak dibenarkan mempunyai pandangan
bahwa mengajar hanya merupakan tugas yang telah menjadi kebiasaan sehingga ia
terpaku dengan cara dan gaya lama, tidak ada dinamika, inovasi dan kekreatifan
untuk mengembangkan proses pengajaran ke arah yang lebih baik
dan efektif. Mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran terhadap siswa
tetapi mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
proses belajar mengajar. Seorang guru juga harus mampu menjadi suri tauladan
bagi para siswanya. Dalam artian bahwa setiap materi yang diajarkan oleh setiap
guru harus menjadi cermin dan terealisasikan untuk dirinya sendiri maupun pada
siswanya.
Generasi muda saat ini mengalami kemunduran dalam
hal moralitas, sehingga banyak sekali terjadi dekadensi moral yang bias kepada
arah ketidakpatuhan terhadap kedisiplinan. Sehingga menganggap materi pelajaran
akhlak hanyalah sebuah formalitas belaka yang sewaktu-waktu dapat ditinggalkan
atau mungkin dilanggar dengan seenaknya tanpa berfikir panjang. Dan para siswa
juga berasumsi bahwa; "adanya peraturan kan untuk dilanggar".
Begitu kata salah seorang siswa.
Apabila sikap ketidak displinan anak didik kian
tak bisa dikontrol, pada nantinya akan berimbas pada konsekwensi ketidakpatuhan
terhadap tata tertib sekolah. Selain itu juga rusaknya moralitas anak bisa juga
disebabkan oleh faktor lingkungan (keluarga) yang kurang memberikan perhatian
terhadap anak-anak dalam memonitoring segala aktifitas anak-anaknya dalam
bergaul maupun dalam kegiatan sekolah.
Oleh karena itu keberhasilan PAI yang ditanamkan
pada anak didik tidak hanya dilihat dari segi kognitif saja. Namun anak didik
justru diharapkan mampu menginternalisasikan materi yang disampaiakan ke dalam
kehidupan sehari-hari, dengan melihat pula dari segi afektif dan psikomotorik
anak.
Keberhasilan pendidikan akhlak adalah terbentuknya
perubahan perilaku dari tidak patuh
menjadi patuh, dari tidak baik menjadi baik yang dapat dilihat dalam perilaku
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu terciptanya kedisiplinan atau ketaatan
siswa terhadap tata tertib merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
keberhasilan pendidikan akhlak.
Dalam realitasnya masih adanya sebagian siswa yang
tidak melaksanakan tata tertib antara lain meniggalkan kelas
tanpa izin, tidak masuk
kelas, terlambat, buang sampah sembarangan, dan tidak sabar menunggu bel istirahat dan lain sebagainya.
Sikap seperti di atas merupakan suatu fenomena
yang terjadi hampir di setiap sekolah. Fenomena ini masih memerlukan kajian khusus karena
merupakan bagian dari pendidikan akhlak. Jika terjadi suatu pelanggaran
terhadap tata tertib sekolah, maka hal yang pantas dipertanyakan adalah sejauh
mana pengaruh pendidikan akhlak terhadap tingkat ketaatan siswa?
Dari latar belakang masalah di atas, muncul
pertanyaan apakah ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan akhlak terhadap
ketaatan siswa pada tata tertib sekolah
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang diatas, maka rumusan
masalah yang dianggap penting dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“B pendidikan akhlak terhadap ketaatan siswa pada tata tertib sekolah?
C. Pembahasan
1. Pengertian Akhlak
Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya
disamakan artinya dengan kata budi pekerti atau kesusilaan atau juga disebut
sopan santun. Dan dalam bahasa Inggris akhlak disamakan artinya dengan kata
"moral" atau ethis".[1]
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa :
"Bilamana
orang-orang yang mengatakan Si. A itu baik khalqunya dan khuluq nya, berarti Si
A itu baik sifat-sifatnya dan sifat bathinnya." [2]
Menurut Ibnu maskawaih mendefinisan akhlak sebagai
berikut :
حال للنفس داعية لها الى
افعالها من غير فكر و روية
Artinya:
"keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu).[3]
Dengan kalimat yang berbeda Imam Al-Ghazali
mengemukakan definisi Akhlak adalah :
الخلق عبارة عن هيئة في
النفس راسخة عنها تصدر الافعال سهولة ويسر من غير حاجة فكر و روية
Artinya:
"Akhlak
adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak menggunakan pertimbangan pikiran
terlebih dahulu.[4]
Sementara itu Prof. Dr. Ahmad Amin membuat
definisi Akhlak adalah :
عرف بعضهم الخلق بأنه عادة
الارادة يعنى ان الارادة إذا إعتادث شيئا فعادتها هي المسماة بالخلق
Artinya
:
"Sementara
orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak adalah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka
kebiasaan itu dinamakan akhlak.[5]
Menurut Dr. M. Abdullah Dirroz mengemukakan akhlak adalah:
"Suatu
kekuatan dalam kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan
pihak yang benar. (Dalam hal akhlak baik) atau pihak yang jahat (Dalam hal
akhlak jahat)".[6]
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat
diambil suatu kesimpulan, pengertian akhlak mengandung beberapa arti yaitu :
a.
Sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang berbuat dengan tidak melalui
proses berfikir.
b.
Kehendak yang dibiasakan dan akhlak lahir melalui proses berfikir.
Dengan
demikian untuk menyatukan pendapat itu, maka dapat dikatakan ada dua jenis
akhlak yaitu akhlak asli yang dibawa sejak lahir dan akhlak asli yang terbentuk
karena kebiasaan dalam kesehariannya.
2. Ketaatan dan Tujuan Pembinaan Akhlak
Ajaran agama Islam adalah bersumber kepada
norma-norma pokok yang dicantumkan dalam Al-qur'an, dan Rasulullah SAW. Sebagai
suri tauladan (uswatun hasanah) yang memberi contoh mempraktekkan
Al-qur'an, menjelaskan ajaran Al-qur'an dalam kehidupannya sebagai sunnah
Rasul. Keduanya tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Sebagaimana sabda Nabi yang berbunyi sebagai
berikut :
لقد تركت فيكم امرين لن تضلوا ماإن تمسكتم بهما كتاب
الله وسنة رسوله
Artinya
:
"Sesungguhnya
telah saya tinggalkan untuk mu dua perkara tidak sekali-kali kamu sesat selama
kamu berpegang kepadanya, yakni : kitabullah dan sunnah Rasulnya. (H.R.Malik).[7]
Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam
kehidupan manusia, maka risalah Rasulullah SAW itu sendiri adalah
keseluruhannya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, hal itu sesuai dengan
sabdanya :
إنما بعثت لأتمم مكارم
الاخلاق
Artinya:
"Sesungguhnya,
saya ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.[8]
Islam juga memberi tuntutan kepada umatnya,
bagaimana mendidik dan membina anak agar memiliki akhlak yang mulia atau
berbudi pekerti yang luhur. Tuntunan tersebut untuk membina akhlak yang mulia
pada anak-anak tercantum dalam Al-qur'an dan Al-hadist, karena keduanya
merupakan dasar-dasar dari norma ajaran islam. Adapun tuntunan itu adalah :
وليخش الذين لو تركوا من
خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا قولا شديدا (النساء: 9)
Artinya
:
"Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (Kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucap perkataan yang benar. (An-nisa' 9).[9]
أكرمو
اولادكم وأحسنوا أدابهم
Artinya
:
"Jadikanlah
anak-anak mu orang yang mulia, dan perbaikilah sopan santun mereka.
Adapun tujuan dari pendidikan akhlak menurut
Athiyah Al-Abrosyi adalah sebagai berikut :
Untuk
membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara
dan perbuatan, mulia dalam bertingkahlaku dan perangai, bersifat bijaksana,
sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.[10]
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Terhadap Tata Tertib
Sekolah
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pendidikan akhlak dalam proses belajar mengajar harus ditinjau dari dua segi
yaitu:
a. Faktor Intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri sendiri
seperti kesempurnaan jasmani, sifat, watak, dan bakat yang dimilikinya. Artinya
jika dalam proses belajar tubuh dalam keadaan sehat maka hasil belajar yang
dicapai akan baik, demikian sebaliknya keadaan fungsi-fungsi fisiologis ialah
berfungsinya panca indra yang baik.[11]
Menurut para ahli Ethics, faktor intern
yang mempengaruhi pendidikan akhlak adalah :
1) Instinct dan akalnya
2) Adat
3) Kepercayaan
4) Keinginan-keinginan
5) Hawa nafsu, passion
Sedangkan yang dimaksud akal adalah, kemampuan
untuk mengenal sesuatu, mengusahakan sesuatu dan menerima saran qolbu.[13]
Sedangkan menurut Mudlor Ahmad dalam bukunya
yang berjudul etika dalam islam, yang dimaksud dengan kepercayaan adalah apa
yang dirasakan seseorang, menjadi milik yang dipahami dan ia mengerti akan
adanya. Dan apa yang di mengerti itu boleh jadi ia dapati dari angkasa luar
tanpa pengalaman terlebih dahulu (Rein Vernunft) dan mungkin juga ia peroleh
dari pengalaman praktis (Chen Vernunft). Jika kedua vernunft itu telah mantap
dalam hati, maka dinamakan dengan kepercayaan.[14]
Dalam ajaran Islam kepercayaan itu berhubungan
dengan iman yang meliputi semua hal yang harus diyakini oleh setiap mukmin atau
muslim, yaitu iman kepada Allah, malaikat, hari akhir, dan iman kepada qadlo
dan qadar.
Yang dimaksud dengan keinginan-keinginan
menurut Ahmad Amin adalah perbuatan hasil dari kehendak. Sedangkan kehendak
adalah niat berbuat (Azam).[15]
Yang dimaksud hati nurani adalah kekuatan
memerintah dan melarang[16], yang mencegah manusia berbuat sesat.[17]
Yang dinamakan adaptasi
menurut J. Bachtiar Affandie yaitu suatu perbuatan bilamana dikerjakan
berulang-ulang sehingga akhirnya mudah untuk melakukannya.[18]
Adapun yang dimaksud nafsu dalam Al-Qur'an
kadang di istilahkan dengan syahwat (Al-Imran : 14), dan kadang disebut dengan
hawa (Shad : 26), yang biasa diterjemahkan dengan hawa nafsu. Menurut bahasa
nafsu berarti nyawa atau jiwa.[19] Para ahli tasawuf berpendapat bahwa
yang dimaksud hawa nafsu adalah pokok yang menghimpun sifat-sifat tercela pada
manusia.[20]
b. Faktor Ekstern, yaitu faktor yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan dimana seseorang
akan tumbuh dan di besarkan.[21]
Menurut Zakiyah Darajat, Faktor lingkungan
yang mempengaruhi pendidikan anak adalah mulai dari keluarga, sekolah,
masyarakat.[22]
1)
Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama dalam mendidik akhlak seorang anak. Pendidikan akhlak untuk
membentuk kepribadian dimulai sebenarnya dari sejak dalam kandungan, kemudian
pengalaman dan pendidikan yang diterima anak dari orang tua dalam keluarga baik
itu berupa pendidikannya secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Semua
pengalaman yang telah dilalui anak, baik yang di dengar, dilihat, dan di rasakan,
akan menjadi bagian dari pribadinya yang sedang tumbuh. Faktor yang terpenting
dalam mendidik anak dalam keluarga yaitu dengan cara orang tua memberikan
pengertian kepada anak akan kebutuhan-kebutuhan kejiwaan anak, rasa kasih
sayang, rasa aman, rasa bebas, rasa sukses dan harga diri. Faktor tersebut
sangatlah berpengaruh sekali dalam membentuk kepribadian anak demikian pula
percontohan antara kedua orang tua sesama mereka merupakan faktor positif dalam
mendidik anak.
2)
Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang
formal, yang secara teratur dan terencana melakukan pendidikan terhadap anak
didiknya. Adapun fungsi sekolah tidak hanya memberikan pengajaran dan
pendidikan secara formal yang dapat mempengaruhi ketaatan anak didiknya, akan tetapi
sekolah dengan semua tenaga staf guru dan alat pengajaran merupakan unsur
pendidikan akhlak terhadap anak didiknya. Artinya bahwa guru untuk muridnya,
tidak hanya merupakan pengajarannya saja
yang memberikan ilmu dan keterampilan baginya akan tetapi guru adalah
orang tua kedua bagi anak, dalam artian bahwa seorang guru adalah ayah atau ibu
yang bertugas memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak selama di
lingkungan sekolah. Peranan guru di sekolah di tentukan oleh kedudukannya
sebagai orang dewasa, pengajar dan pendidik. Guru sebagai pendidik harus mampu
menjadi teladan di dalam maupun di luar sekolah. Demikian pula dengan halnya
Tata tertib dan ketentuan serta segala faktor dan unsur yang ada di sekolah
ikut mempengaruhi ketaatan siswa pada peraturan atau tata tertib yang sudah
ada.
3)
Faktor Lingkungan Masyarakat
Masyarakat
merupakan faktor yang cukup kuat untuk mempengaruhi dan mendidik anak yang
benar-benar sulit dikontrol pengaruhnya. Dalam masyarakat dimana di dalamnya
terdapat berbagai kegiatan yang berlaku untuk segala umur dan ruang lingkup
yang sangat luas. Kesalahan yang dilakukan pada anak yang telah memasuki
kehidupan sangat mungkin terjadi. Misalnya ke dalam dunia hitam seperti; ke
tempat hiburan malam atau juga disebut diskotik, nonton film yang bukan untuk
umurnya, pesta muda mudi, membaca buku-buku yang merusak moral, dan lain-lain.
Maka dari kehidupan masyarakat inilah paling banyak kemungkinan yang di dapat
gangguan atau pengaruh negatif dari perkembangan anak.
4. Hubungan pendidikan akhlak terhadap ketaatan siswa
pada tata tertib sekolah
Menurut
kondisi obyektif sementara yang dapat diamati di sekolah lokasi penelitian,
yaitu SLTP Muhammadiyah I Yogyakarta, tampak banyak peserta didik puteri yang
menggunakan busana muslimah secara lahir hal ini menunjukkan nilai agama
islamnya yang bagus, mengingat sekolah SLTP muhammadiyah I Yogyakarta walaupun
hanya sekolah swasta yang berlabelkan Muhammadiyah namun sejauh ini menurut
pengamatan penulis telah menunjukkan ketidak patuhan beberapa siswa – siswi
terhadap peraturan atau tata tertib sekolah yang sudah ada. Kebanyakkan para
siswa disana telah menunjukkan suasana inkonsistensi terhadap tata tertib
sekolah. Hal ini terbukti dengan banyaknya siswa yang meninggalkan kelas tanpa
izin, buang sampah sembarangan, bersikap diskriminasi ketidak sopanan terhadap
guru tertentu, tidak sabar menunggu bel istirahat dan lain sebagainya.
Sikap
seperti di atas, guru di sini memegang peranan sangat penting karena seorang guru memegang
peranan sebagai mediator dalam belajar. Artinya guru sebagai perantara dalam
usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku siswa terhadap tata tertib
sekolah yang sudah ada. Berhasil tidaknya proses pendidikan akhlak akan banyak
bergantung dari sampai berapa jauh guru telah mampu memainkan peranan tersebut.
Untuk itu seorang guru harus benar-benar menguasai prinsip-prinsip pendidikan
akhlak serta menguasai materi yang akan diajarkannya; untuk bersikap sopan
santun terhadap yang lebih tua, sabar, disiplin, menjaga kebersihan, mentaati
tata tertib dan lain sebagainya
Terciptanya
iklim sekolah yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (Enjoyble learniang), yang
kondusif – akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya implementasi
kegiatan belajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan
kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (Student – centered activities)
merupakan iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.
Penciptaan tata tertib sekolah dan pengkondisian iklim sekolah merupakan
kewenangan sekolah, dan kepala sekolah juga bertanggung jawab untuk melakukan
berbagai upaya yang lebih intensif dan ekstensif.
Berdasarkan
kontribusi pendidikan akhlak yang diberikan oleh sekolah jauh lebih baik
daripada kontribusi yang diberikan oleh masyarakat, hal ini disebabkan
kompetensi guru mengajar dan kemampuan pembelajaran di kelas sudah baik, tetapi
kontribusi yang diberikan oleh masyarakat masih lemah, dengan kata lain
pendidikan akhlak di masyarakat masih umum dengan banyaknya orang-orang yang
mempunyai pengaruh negatif (Moral thinking). Dalam pendidikan akhlak
terhadap ketaatan siswa pada tata tertib sekolah yang menyentuh pada aspek
Moral affect dan moral action,
padahal menurut sunnah Allah dalam Al-qur’an Moral action harus di
dahulukan daripada Moral thinking.
[9] Departemen
Agama RI, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an, Al-Qur'an dan
Terjemahannya. hal.116.
[10]
Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hal.104.
[11]
Proyek Penerangan dan Dakwah/Khutbah Agama Islam (Pusat) 1983/1984, Risalah
Remaja dan Agama. (Jakarta : CV Harapan,1983), hal. 14.
[19] Tim
dosen Agama Islam IKIP Malang, Pendidikan Agama Islam untuk Mahasiswa.
(Malang : IKIP Malang, 1990). hal .243.
[21]
Proyek Penerangan, Bimbingan dan Dakwah/khutbah Agama Islam (Pusat)
1983/1984, loc. cit hal. 14.
0 Response to "Makalah Hubungan Pendidikan Aqidah Akhlak terhadap Ketaatan Siswa pada Tata Tertib sekolah"
Post a Comment