Makalah Konsep Usrah dalam Pembinaan Jamaah Ikhwan
Konsep Usrah Jamaah Ikhwanul Muslimin.
KONSEP
USRAH
DALAM PEMBINAAN
JAMA’AH IKHWAN
A. Pengertian Usrah
Secara bahasa, kata “usrah” memiliki beberapa makna,
antara lain:
-
Famili, keluarga, sanak saudara.[1]
-
Kumpulan orang-orang yang terkait oleh kepentingan yang sama, yaitu ikatan keluarga.[2]
-
Baju perisai yang melindungi.[3]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa usrah sebagai perisai perlindungan yang kokoh bagi setiap anggotanya.
Dalam konteks keanggotaannya, ia seperti keluarga dan kerabat. Dari sejarahnya,
jamaah sendiri telah berinisiatif untuk menjadikan usrah sebagai wadah untuk
bertumpunya jamaah. Seperti adanya sebuah keluarga, selalu ada ketenteraman,
kecintaan, dan kasih sayang, tentunya seperti itu juga yang ada dalam sistem usrah.[4]
Pengertian usrah
ini diperkuat dengan pandangan Hasan al-Banna tentang usrah. Beliau menuturkan, “Islam sangat menganjurkan nagar para
pemeluknya membentuk kumpulan-kumpulan keluarga dengan tujuan mengarahkan
mereka untuk mencapai tingkat keteladanan, mengokohkan persatuan, dan
mengangkat konsep persaudaraan diantara mereka dari tatanan kata-kata dan teori
menuju kerja dan operasional yang konkret. Oleh karenanya bersungguh-sungguhlah
engkau wahai saudaraku untuk menjadi batu bata yang baik dalam bangunan Islam
ini”.
Untuk memberikan batasan yang jelas tentang sistem usrah, Imam Hasan al-Banna menuturkan:
“Wahai saudaraku, sistem ini sangat bermanfaat bagi kita dan berguna bagi
dakwah. Dengan daya dan kekuatan dari Allah SWT. Sistem ini akan mampu
menghimpun kalangan anggota Ikhwan yang tulus, memudahkan hubungan antara
mereka, mengarahkan mereka kepada teladan dalam dakwah, memperkokoh ikatan
persatuan mereka, dan mengangkat persaudaraan mereka dari tatanan kata-kata dan
teori ke tingkat operasional. Sebagaimana terjadi pada usrah yang
beberapa anggotanya tertimpa musibah, dalam waktu singkat mereka justru dapat
mengumpulkan dana dari semula tidak memiliki apa-apa. Oleh karena itu
bersungguh-sungguhlah kalian wahai saudaraku untuk turut menyukseskan sistem di
lingkungan kalian. Semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan-Nya kepada
kalian..”[5]
Berangkat dari penjelasan tentang usrah sebagaimana pengertian di atas, dapat disimpulkan tentang
beberapa rambu-rambu usrah sesuai
dengan pemahaman Jamaah secara detail adalah sebagai berikut:[6]
1
Sistem usrah adalah sistem Islam yang mengarahkan para anggotanya ke arah
nilai-nilai teladan tertinggi.
2
Mengukuhkan ikatan persatuan antar
personal, terutama apabila kita ingat bahwa rukun-rukun sistem ini adalah
saling mengenal, saling memahami, dan saling menanggung beban.
3
Mengangkat jalinan persaudaraan
antar personal dari tataran teori ke tingkat operasional.
4
Ia merupakan sarana untuk
menghimpun dana bagi Ikhwan yang mencerminkan kekuatan ekonomi yang sedang
tumbuh.
5
Keterikatan dengan sistem ini
merupakan kewajiban bagi semua anggota Jamaah ini.
6
Sistem ini merupakan tulang
punggung Jama’ah, baik secara individu, sosial maupun finansial. Jamaah
merupakan harapan Islam dan kaum Muslimin.
B.
Hal- hal yang Berkaitan dengan Usrah
1.
Rukun Usrah
Rukun usrah
meliputi tiga hal, yaitu: ta’aruf (saling mengenal), tafahum
(saling memahami), takaful (saling menanggung beban). Berikut adalah
penjelasan dari ketiga hal tersebut.[7]
1
Ta’aruf (saling mengenal)
Ta’aruf adalah awal dari pilar-pilar ini. Al-Banna
mengatakan, “Saling mengenallah dan saling berkasih sayanglah kalian dengan ruhullah.
Hayatilah makna ukhuwah yang benar
dan utuh diantara kalian, berusahalah agar tidak ada sesuatupun yang menodai
kalian, hadirkanlah selalu bayangan ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits yang
mulia di benakmu.
2
Tafahum (saling memahami)
Ia
adalah pilar kedua dari pilar-pilar sistem ini. Al-Banna menyarankan kepada
anggotanya untuk istiqomah dalam manhaj yang benar, menunaikan apa-apa
yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang dilarang. Yang dimaksud
dengan tafahum adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:[8]
a.
Menghilangkan faktor penyebab
kekeringan dan keretakan hubungan.
b.
Cinta kasih dan lembut hati, jika
dilaksanakan dengan sebenarnya akan menciptakan ta’ruf yang benar.
c.
Melenyapkan perpecahan dan
perselisihan. Apabila terjadi perselisihan, hendaknya hal itu jangan sampai
merusak ukhuwah, karena perselisihan diantara kaum muslimin pada hakekatnya
adalah perselisihan dalam hal-hal furu’ dan ijtihad saja, bukan
dalam masalah prinsip.
Jika wilayah ikatan ukhuwah di kalangan Ikhwan telah
membentang dengan menyingkirkan semua kendala dan rintangan yang memang harus
disingkirkan maka sikap saling memahami akan memberikan arah positif yang lain,
antara lain:[9]
a.
Bekerja demi tercapainya kedekatan
cara pandang atas berbagai persoalan yang berkaitan dengan kaum muslimin.
Kedekatan tidak harus berarti kesamaan.
b.
Bekerja untuk membentuk
keseragaman pola pikir, yang bersumberkan pada Islam dan keberpihakan kepada
kebenaran, baik dalam memperlakukan orang lain ataupun obyek lainnya, sehingga
tidak ada sikap ekstrim dalam pola pikir sebagian Ikhwan, atau gegabah pada
sebagian yang lain. Yang ada hanyalah cara pandang dan cara memutuskan
persoalan yang satu.
c.
Mempetrmukan ragam cara pandang
atas dua hal amat penting di medan
aktifitas Islam, yaitu:
a.
Pertama, Sepakat atas adanya skala
prioritas amal.
b.
Kedua, Sepakat tentang adanya
tahapan dalam aktifitas. Yakni membagi pekerjaan dalam beberapa fase, mungkin
dengan cara saling berurutan atau berhadap-hadapan, disesuaikan dengan kondisi
dan situasi yang melingkupi aktivis dan aktifitasnya.
d.
Menuju kepuncakan tafahum
antar sesama anggota Ikhwan. Puncak yang dimaksud adalah berbicara dengan satu
bahasa. Dimana karakter khas yang mewarnai anggota Jamaah adalah bahwa mereka
berpikir dengan pola yang satu dan berbicara dengan bahasa yang satu.
3
Takaful (saling menanggung
beban)
Setelah
saling mengenal dan memahami, pilar ketiga adalah takaful (saling
menanggung beban). Hendaklah sebagian yang lain memikul beban sebagian yang
lain. Hal itu merupakan fenomena konkret iman dan intisari ukhuwah.
Hendaklah sebagian yang lain senantiasa bertanya kepada yang lain (tentang
kondisi kehidupan). Jika didapatkan padanya kesulitan, segera memberi
pertolongan selama ada jalan untuk itu.
Tahapan-tahapan takaful meliputi:[10]
1.
Saling mencintai, mengikatkan
hati, dan berkasih sayang.
2.
Bahu membahu dalam berbagai
pekerjaan yang menuntut banyak energi.
3.
Tolong menolong sesama muslim jika
ada diantara mereka yang dzalim dan didzalimi.
4.
Saling menjamin (takaful)
dalam skala usrah, dengan naqibnya hingga para anggotanya.
Takaful dalam jamaah ini nyaris merupakan karakter paling
istimewa yang membedakannya dari jamaah lain. Kedermawanan sebagian besar
anggota Ikhwan untuk mencurahkan harta, tenaga dan waktu mereka demi menolong
saudara-saudara mereka patut dijadikan teladan. Bahkan dalam situasi paling
sulit sekalipun, seperti yang pernah mereka alami di penjara.
Takaful dalam jamaah merupakan produk dari ta’aruf
dan tafahum yang benar. Secara umum, yang dimaksud dengan takaful
adalah: hendaknya seseorang memikul beban saudaranya yang lain ketika ia dalam
kesulitan atau membutuhkannya. Ini termasuk salah satu dari prinsip agama yang
sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
2. Tujuan Usrah
Segala aktivitas yang terjadi tidak akan terlepas dari
maksud ataupun tujuan. Adapun tujuan daripada usrah adalah terbagi ke
dalam tujuan umum dan khusus. Penjelasannya adalah sebagai berikut:[11]
Tujuan umum usrah meliputi:
1.
Membentuk kepribadian muslim
seutuhnya yang sanggup merespon semua
tuntutan agama dan kehidupan, yaitu mulai dari aqidah, ibadah, akhlak, ilmu
secara keseluruhan baik ilmu akherat maupun ilmu yang menunjang kehidupan
dunia, perhatian terhadap fisik dan lain-lain.
2.
Mengukuhkan ikatan antar sesama
anggota jamaah, baik secara sosial maupun keorganisasian.
3.
Upaya meningkatkan kesadaran akan
derasnya arus nilai, baik yang mendukung gerakan Islam maupun yang memusuhinya.
4.
Memberikan kontribusi dalam
memunculkan potensi kebaikan dan kebenaran yang tersembunyi pada seorang muslim
dan mendayagunakannya untuk berkhidmat kepada agama dan tujuannya, yaitu
potensi akal pikiran dan daya analisa, potensi fisik dan kemampuan menanggung
beban, potensi ruhani, aqidah, dan ibadah, potensi kepemimpinan, politik dan
organisasi. Menanggulangi unsur-unsur destruktif dan negatif pada diri anggota
, yaitu unsur kotoran yang menutupi hati dan memaalingkannya dari kewajiban, sikap
malas dan enggan, menjauh dari para aktifis yang dinamis, lemah rasa
tanggungjawab.
5.
Menjauhkan hakekat kebanggaan
terhadap Islaam dengan membangun komitmen kepadaa etika daan akhlak dalam semua
aktifitas kehidupannya.
6.
Mewujudkan hakekat loyalitas
kepada Jamaah dan komitmen untuk meraih tujuan-tujuannya, dalam menggunakan
perangkat-perangkatnya, membangun geraknya, dan menaati aturan serta etikanya.
7.
Mengkaji problem dan kendala yang
dihadapi anggota demi tegaknya agama Islam dengan kajian yang cermat, yaitu
problem tingkat individu, keluarga, keluarga besar dan lingkungan, lingkungan
kerja, dan masyarakat.
8.
Memperdalam pemahaman dakwah dan harokah
dalam diri seorang Muslim.
9.
Memperdalam keterampilan
manajerial dan keorganisasian dalam medan.
Tujuan khusus usrah.
Di
samping memiliki tujuan umum, usrah juga memiliki tujuan khusus yang
terkait dengan individu, keluarga, masyarakat, maupun jamaah sendiri.
Tujuan usrah berkaitan dengan individu, meliputi:[12]
1.
Membentuk kepribadian Islami,
yakni mewujudkan berbagai aspek yang dapat membangun kepribadian Islami
seutuhnya. Aspek tersebut adalah: ideologi (membangun aqidah), ibadah,
pemikiran dan wawasan, moral dan etika.
2.
Mengukuhkan makna ukhuwah dalam
diri anggota, dengan jalan: memelihara kecintaan dan kebencian karena Allah,
saling mengenal, menasehati dan saling toleran, saling berwasiat tentang
kebenaran dan kesabaran, saling memahami, membantu, dan menanggung beban.
3.
Melatih diri untuk mengemukakan
pendapat secara bebas, mau mendengar pendapat orang lain dengan lapang dada dan
pikiran yang terbuka, dengan cara: mengemukakan pendapat yang sopan, pandai
mengungkapkan persoalan, memperhatikan agar pintu dialog tetap terbuka, tidak
meremehkan pendapat orang lain.
4.
Memberdayakan setiap anggota agar
mampu mentarbiyah dirinya sendiri, dengan cara: menyiapkan program untuk
mengobati kelemahan dan kekurangan yang hanya dapat dirasakan diri sendiri,
anggota harus berjanji kepada diri sendiri untuk serius dan bersungguh-sungguh
dalam menjalankan program pribadi, menetapkan batas waktu akhir yang tepat bagi
setiap program yang disiapkan untuk diri sendiri,
5.
Bekerja sama antar anggota untuk
mengembangkan potensi diri, misalnya pelatihan untuk pengembangan bakat,
pelatihan melakukan penelitian, pelatihan tentang analisa, pelatihann
manajemen.
6.
Bekerjasama antar anggota usrah
untuk memecahkan berbagai problematika dan kendala yang menghadang aktifitas
Islam, yaitu problem yang bersifat individu, psikis, ruhani, wawasan
pengetahuan, gerakan, penataan.
7.
Bekerja untukmencetak calon-calon
Naqib usrah yang produktif, yang banyak melahirkan kader calon naqib. Hal-hal
yang perlu dilakukan dalam mencalonkan naqib baru, yaitu: melibatkan
rekan-rekannya dalam menjalankan manajemen usrah, menguji sebagian anggota
usrah yang dipandang layak untuk dicalonkan menduduki posisi naqib.
8.
Naqib lama harus memahami bahwa
apabila ada seorang anggota yang tidak layak untuk menduduki posisi naqib, hal
itu tidak berarti bahwa ia kehilangan potensinya beramal dalam jamaah, bisa
jadi ia lebih cocok untuk mengemban tugas lain.
Tujuan usrah yang berkaitan dengan rumah tangga
Usrah menargetkan hendaknya setiap
anggota mewujudkan rumah tangga yang Islami. Dalam hal ini usrah mengantarkan
untuk:[13]
a.
Pandai memilih istri yang
terbina dengan tarbiyah Islamiyah.
b.
Memformat rumah tangga dengan
format Islam
c.
Etika rumah tangga muslim.
Hendaklah rumah tangga muslim senantiasa dihiasi dengan nilai-nilai Islam dalam
segala aspek kehidupannya.
d.
Anak-anak dalam rumah tangga
muslim. Hendaklah dalam rumah tangga muslim anak-anak dapat tumbuh berkembang
dengan penuh kesadaran dan memegang teguh nilai-nilai Islam.
Tujuan usrah bagi masyarakat.
Hendaklah
ia menjadi masyarakat yang terwarnai oleh nili-nilai Islam, untuk
langkah-langkah usrah dalam hal ini adalah:[14]
a.
Menempatkan orang yang telah
tertarbiyah dalam usrah di berbagai strata masyarakat, baik di bidang
sekolah, pabrik, yayasan, maupun instansi.
b.
Mengenali sisi negatif dan
faktor-faktor penyebab kegagalan dan kerusakan di setiap strata masyarakat
c.
Berperan aktif dalam setiap bidang
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang ia hidup di dalamnya.
d.
Memberi perhatian kepada aspek
profesionalisme, kecermatan, dan kualitas dalam setiap pekerjaan yang
dibebankan kepada personal yang tertarbiyah dalam usrah.
e.
Membekali diri dengan pengetahuan
yang memadai tentang masyarakat
f.
Memberikan perhatian khusus kepada
kemakmuran masjid-masjid.
g.
Menghadiri klub-klub olahraga,
perkumpulan-perkumpulan sosial, dan kelompok ilmiah.
Tujuan usrah yang berkaitan dengan jamaah
Berkaitan
dengan hal tersebut, usrah mentargetkan:[15]
a.
Menyuplai jamaah dengan sumber
daya manusia ang memiliki kemampuan dalam berbagai bidang kerja jamaah,
diantaranya: bidang dakwah dan tabligh, aktifitas dan gerakan, organisasi dan
manajemen.
b.
Menyuplai Jamaah dengan sosok
pemimpin yang baik.
c.
Menyuplai Jamaah dengan sumber
daya manusia yang mampu menjalankan tugas-tugas yang terkait dengan fenomena
berbagai kelompok dan arus gerakan.
d.
Menyuplai jamaah dengan sumber
daya manusia yang mampu mewariskan dakwah kepada generasi berikutnya.
3.
Syarat-syarat Usrah
Syarat-syarat usrah yang
dimaksud di sini adalah syarat-syarat yang harus terpenuhi dan diperhatikan
tatkala membentuk sebuah usrah, di
mana terpenuhinya syarat-syarat ini lebih memungkinkan terciptanya iklim yang
kondusif bagi tertunaikannya tugas dan terealisasikannya tujuan.
Syarat usrah dalam
hal ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu syarat pribadi dan syarat yang
harus mendapat perhatian dari poemimpinnya.
1.
Perbaikan diri sendiri, sehingga
ia menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu
mencari penghidupan, selamat aqidahnya, dan lain-lain.
2.
Pembentukan keluarga Muslim, yaitu
dengan mengkondisikan keluarga untuk menghargai fikrahnya, menjagaa etika Islam
dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya.
3.
Bimbingan kepada masyarakat dengan
menyebarkan dakwah, memerangi perilaku kotor dan munkar, serta mendukung
kegiatan yang mulia.
4.
Pembebasan tanah air dari setiap
penguasa asing non muslim baik secara politik, ekonomi, maupun moral.
5.
Perbaikanpemerintah, sehingga
menjadi pemerintah yang benar-benar Islami.
1. Kesejajaran para anggota dalam kapaasitaas intelektual dan
wawasan, sehingga kemampuan mereka untuk menguasai sistem usrah itu bisa berimbang.
2. Kesejajaran para anggota usrah
dalam hal usia.
3. Kesejajaran para anggota dalam kondisi mental dan emosinya.
4. Kesejajaran para anggota dalam senioritas berjamaah dan
berorganisasi.
4.
Adab-adab atau kewajiban Usrah
Adab atau kewajiban usrah dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kewajiban individu,
kewajiban kolektif, dan kewajiban finansial.[18]
a.
Kewajiban individu
1.
Mengikhlaskan niat hanya untuk
Allah dan senantiasa memperbarui taubat
2.
Senantiasa membaca wirid Al-Qur’an
dan doa-doa yang ma’tsur seoptimal mungkin
3.
Memperbaru janji setia (ba’iat
untuk selalu tunduk, taat, sabar dan komitmen dalam memperjuangkaan fikrah dan
ideologi).
4.
Menghormati hak-hak saudaranya
5.
Memelihara shalat lima waktu tepat
waktu.
6.
Berpuasa secara benar pada bulan
Ramadhan.
b.
Kewajiban kolektif:
1.
Mengukuhkan ikatan persaudaraan
sesama anggota usrah.
2.
Usrah memilih satu tempat daru
syu’bah (kantor cabang) untuk mengadakan pertemuan semalam dan sepekan
3.
Sebaiknya sekali dalam sebulan
para anggota mengadakan mabit (menginap) bersama dalam satu tempat.
4.
Sebaiknya semua anggota usrah mengadakan shalat Jum’at di satu
masjid.
5.
Diharapkan semua anggota usrah mengadakan shalat shubuh dan isya’
secara jama’ah
c.
Kewajiban finansial
1.
Semua anggota usrah harus bahu membahu dalam memikul beban-beban kehidupan.
2.
Setiap usrah membuka kas khusus
solidaritas
3.
Uang yang telah terkumpul
didistribusikan untuk bantuan bagi anggota-anggota yang memerlukan.
4.
C. Peran Usrah dalam Pembentukan Kepribadian Jamaah
1. Signifikansi usrah dalam
pembentukan kepribadian
Kedudukan usrah
dalam pembinaan di Jama’ah Ikhwan adalah sebagai pilar utama, dimana misi yang
diembannya adalah membentuk kepribadian Muslim seutuhnya yang sanggup merespon
semua tuntutan jaman. Ikhwan ingin memulai segala aktivitas dan perubahan
sosial yang akan ia lakukan, dimulai dari keterikatan persaudaraan. Bagi
Ikhwan, signifikansi usrah dalam
pembentukan kepribadian anggota Jamaah adalah:
a.
Usrah merupakan wadah dalam pembentukan kepribadian anggota jamaah.
Dengan usrah Ikhwan menginginkan pribadi-pribadi yang taat pada agama dan pada
jamaah itu sendiri.
b.
Usrah merupakan pilar utama atau pondasi bagi pembentukan
kepribadian setiap anggota Jamaah Ikhwan.
c.
Inti daripada usrah adalah
terletak pada rukun usrah yang
meliputi: ta’aruf (saling mengenal),
tafahum (saling memahami), dan takaful (saling meenanggung beban). Dengan ta’aruf, akan tercipta rasa saling
menyayangi dan mencintai yang terpusat hanya karena Allah. Takaful akan menjadikan anggota jamaah saling menasehati dan hal
itulah yang akan membawa mereka pada cinta Allah. Sebab derajat cinta karena
Allah adalah derajat yang paling tinggi dan nasihat adalah salah satu pilar
agama. Sedangkan dengan tafahum, mereka
akan saling memikul beban saudaranya dan masing-masing bersedia meminta dan
memberi bantuan bilamana mampu.
2. Usrah dan pembentukan
kepribadian
Bagi Jamaah Ikhwan, usrah dan pembentukan kepribadian merupakan dua hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Pembentukan
kepribadian merupakan sebuah proses yang harus memperhatikan aspek-aspek
kejiwaan manusia hingga aspek perilakunya. Proses pembentukan kepribadian
merupakan pembentukan jiwa tiap individu menuju pribadi yang dewasa atau matang
yang menurut teori Allport memiliki ciri-ciri: extension of self,
self-objectification dan memiliki filsafat hidup (lihat bab I.).
Usrah bagi Jamaah merupakan sarana utama dalam
pembentukan kepribadian. Sedangkan pribadi yang diinginkan jamaah adalaah
pribadi Muslim yang matang, yaitu manusia yang terdidik akalnya, lurus
akidaahnya, benar ibadahnya, kokoh kepribadiannya, kuat fisiknya dan mulia
akhlaknya.[19]
Dari penjelasan di atas bisa dipaparkan lagi
bahwa usrah dalam melakukan pembinaan
tidak hanya pada dataran teori saja, namun harus tercermin pada pola tingkah
laku individu sebagai cerminan kepribadian individu tersebut. Hal inilah yang
akan membawa manusia pada perwujudan akhlak atau moral yang baik. Akhlak yang
baik atau sesuai dengan Islam itulah yang diharapkan akan bisa mewarnai
peradaban manusia. Islam tidak hanya pada dataran pemahaman saja, atau teori
saja, namun harus tercermin ke dalam dataran aplikatif di setiap bidang
kehidupan. Maka sering dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin melakukan gerakan purifikasi (pemurnian) agama, yaitu
menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Rupanya nafas inilah
yang sampai di Indonesia
yang tercermin melakui gerakan-gerakan pemurnian oleh sebagian gerakan Islam.
Berangkat dari pemapaparan tentang usrah di atas ada beberapa hal yang
perlu digaris bawahi tentang usrah dan pembentukan kepribadian, yaitu:
1.
Penanaman aqidah yang kuat pada
usrah menyebabkan pondasi keimanan yang kuat bagi individu yang berproses dalam
usrah. Hal inilah yang diharapkan usrah bisa membentengi setiap anggota usrah
tidak terpengaruh dengan gelombang westernisasi.
2.
Adanya totalitas ketaatan pada
jamaah menyebabkan militansi yang terbangun adalah militansi pada jamaah hingga
bisa menjadi fanatisme pada golongan.
3.
Pembentukan kepribadian dengan
sistem usrah dimulai dengan keterikatan persaudaraan, sehingga proses
pembentukannya adalah secara kolektif atau kelompok.
.
D. Solusi atas Krisis Umat
di Indonesia
Persoalan kekinian yang melanda umat Islam di
Indonesia saat ini adalah maraknya dekadensi moral.
Konspirasi zionisme dan salibisme untuk
menghancurkan Islam benar-benar tidak mengenal lelah. Dengan segala daya dan
upaya mereka berusaha keras untuk menghalangi tegaknya Syariat Islam di
muka bumi ini. Serangan yang mereka lancarkan benar-benar tidak
tanggung-tanggung, baik lewat serangan fisik maupun non-fisik. Serangan fisik
yang paling nampak sampai saat ini adalah serangan terhadap Palestina,
Afganistan, termasuk serangan terhadap Irak. Lebih daripada itu serangan
non-fisik yang mereka lancarkan tidak kalah gencarnya, seperti melalui ghazwul
fikri yaitu dengan sekularisasi dan westernisasi.
Kata sekularisme senantiasa dikaitkan dengan dunia.
Ini adalah akibat dari propaganda Barat untuk menjauhkan umat Islam dari
Agamanya. Sehingga sekularisme mewarnai segala sektor, baik dalam kancah
pendidikan, syariat, politik, ekonomi, ideologi dan tingkah laku. Tujuannya
adalah agar umat Islam jauh dari berbagai medan hukum, dan membiarkannya di
pojok-pojok masjid serta membiarkan Islam hanya sekedar sebagai keyakinan
belaka.[20]
Sedangkan westernisasi merupakan upaya orang Barat untuk memasukkan berbagai
sistem Barat kesemua sektor kehidupan nasional.[21]
Serangan yang sifatnya non-fisik ini jauh lebih
berbahaya, sebab ia akan merusak akidah dan akhlak umat tanpa umat sadari.
Seperti apa yang telah terjadi di Indonesia saat ini. Indonesi
terjebak pada krisis yang sifatnya multidimensional tanpa disadari sebelumnya.
Kesemuanya itupun ternyata tidak lepas dari upaya bangsa Barat untuk mencegah
Islam mewarnai kehidupan di Indonesia .
Ada dua hal
yang menjadi target dan sarana ghazwul fikri, yaitu:[22]
1.
Mencegah Roh Islam menyebar ke
pelosok dunia.
Berbagai cara mereka tempuh untuk mencegah agar Islam tidak menyebar ke
seluruh muka bumi ini. Mereka berusaha menyebarkan berbagai kebohongan tentang
syariat Islam. Diantaranya adalah mereka mengklaim bahwa Al-Quran tidak
diturunkan dari sisi Allah kepada Nabi Muhammad, tetapi Nabi sendiri yang
menciptakannya berdasarkan dongeng-dongeng klasik yang sering diungkapkan oleh
orang-orang musyrikin. Dan masih banyak lagi usaha-usaha yang mereka lakukan
untuk membendung ajaran Islam. Diantaranya adalah memberikan gambaran bahwa
Islam adalah agama kekerasan dan pertumpahan darah, seperti yang terjadi
akhir-akhir ini, bahwa Islam banyak dicap sebagai kelompok yang radikal dan
selalu melakukan aksi teror.
2.
Menghancurkan Islam dari dalam
Mereka menghancurka Islam dengan cara mempengaruhi pemikiran-pemikiran
yang bersifat sekuler yaitu berusaha memisahkan antara agama dengan kehidupan
dunia. Islam sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah tersebut. Sebab, Islam
mengatur semua sisi kehidupan, baik individu maupun sosial. Islam tidak mengenal
pertentangan seperti dalam kehidupan masyarakat Barat, dan memang tidak ada
tempat bagi sekularisme.
Adapun
bidang-bidang yang dijadikan sasaran ghazwul fikri diantaranya adalah:[23]
a.
Menimbulkan keraguan tentang
efisiensi berbagai prinsip. Timbulnya keraguan umat tentang beberapa hal yang
prinsip dalam Islam lebih disebabkan karena perang pemikiran yang dilancarkan
oleh bangsa Barat. Diantaranya adalah munculnya keraguan tentang pemikiran
Khilafiah Islamiah tatkala umat ingin menegakkan khilafiah Islamiah sebagai
sistem pemerintahan. Seperti yang pernah terjadi di Indonesia , pernah terjadi ketika
rumusan Pancasila yang menghilangkan tujuh kata: Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, yang terdapat pada rumusan
Piagam Jakarta
yang ditandatanganni oleh Panitia Sembilan sebagai pemrakarsanya pada tanggal
22 Juni 1945.[24] Dari
situ ada perhelatan ideologi antara penganut Nasionalis Islam dengan Nasionalis
Sekuler. Nampak sekali bahwa perang pemikiran itu sangat mewarnai kaum
Nasionalis Sekuler yang meragukan keutuhan bangsa ketika diberlakukannya
syariat Islam dalam kepemerintahan.
b.
Merusak kultur Al-Quran. Dalam hal
ini hal-hal yang paling menonjol yang mereka lakukan adalah persoalan pemakaian
bahasa Arab murni dan bahasa Arab sehari-hari yang ini terjadi di negara-negara
Arab.
c.
Merusak keluarga. Mereka berusaha
mengeluarkan wanita Muslimah dari bentengnya yang kukuh dengan senjata
“emansipasi”. Mereka berusaha menonjolkan kebabasan wanita tanpa batas atas
nama hak manusia. Disamping itu atas nama kebebasan mereka meniupkan kebebasan
dari pemuda untuk menikmati masa remajanya dan atas nama kemoderenan dilakukan
segala bentuk kebebasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga
hampir tidak ada bedanya antara pria dan wanita dari segi pakaian, dandanan,
tingkah laku dan penampilan di kebanyakan masyarakat sekarang.
d.
Merusak kurikulum pendidikan. Di
banyak negara Islam ada beberapa hal yang mengherankan, seorang pelajar Muslim
lebih mengerti tentang sejarah, kebudayaan dan kepribadian Barat ketimbang
sejarah dan peradaban negerinya sendiri.
Berangkat dari fenomena di atas, tidak
mengherankan jika kemerosotan nilai semakin menjadi-jadi. Sayangnya tidak semua
kalangan dari umat Islam menyadari akan hal ini. Apalagi pihak-pihak dunia
hiburan, dunia intertainmen dan lain sebagainya yang hanya berfikiran mencari
keuntungan materi tanpa memilah-milah tayangan yang sekiranya mampu mendidik
moral bangsa dan yang merusaknya.
Usrah sebagaimana yang dilakukan
di Jamaah Ikhwan merupakan sistem pembinaan yang menekankan penguatan aqidah
dan perubahan perilaku individu. Dengan penguatan aqidah diharapkan pribadi
umat menjadi pribadi yang kuat dan tangguh ditempa gelombang arus sekularisasi.
Dengan sistem usrah persaudaraan umat akan semakin kokoh sehingga diharapkan
umat tidak terpecah-pecah.
[1]
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir
Kamus Arab Indonesia ,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), p. 23.
[2] Kamus Al-Munjid, (Beirut:
Dar-el-Machreq Sarl Publishers,1986), p. 10
[3]
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat
Tarbiyah, op. cit.,p. 126.
[4] Ibid,
p. 126
[5] Ibid, p. 128
[6] Ibid.
[7]
Hasan al-Banna, Risalah pergerakan II,Op. cit,
pp.185
[8] Ibid,
p. 177
[9] Ibid.
[10] Ibid,
p.179
[11]
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat
Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, op.cit., p. 133
[12] Ibid,
p. 144
[13] Ibid,
p. 156
[14] Ibid,
p. 164
[15] Ibid,
p. 170
[16] Ali Abdul Halim Mahmud, op. cit,. p.182
[17] Ibid,
p. 185
[18] Ibid,
p. 188
[19]
Yusuf al- Qardhawy, 70 Tahun Al-Ikhwan Al-Muslimun, op. cit., p. 165
[20]
Ismail Al-Kilany, Sekularisme: Upaya
Memisahkan Agama dari Negara,penterj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), p.210.
[21] Ibid,
p.16.
[22]
Abdul Shabur Marzuq, Ghazwul Fikri
(Infasi Pemikiran), penterj. Abu Farah
(Jakarta: Esya, 1996), pp. 21-45.
[23] Ibid,
pp. 127-131.
[24]
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta: CV
Rajawali,1983), p. 32.
0 Response to "Makalah Konsep Usrah dalam Pembinaan Jamaah Ikhwan"
Post a Comment