Konsep Pembelajaran Bahasa Arab Aktif
Makalah Konsep Pembelajaran Bahasa Arab Aktif | Muhadatsah dan insya' dalam penelitian ini dijadikan sebagai model dari bahasa Arab aktif karena di dalam keduanya membutuhkan kemampuan berbicara pada muhadatsah dan kemampuan menulis pada insya'.
KONSEP PEMBELAJARAN BAHASA ARAB AKTIF
A.
Rancangan
Pembelajaran Bahasa Arab Aktif
Telah diterangkan di muka bahwa apa yang
dimaksud dengan bahasa aktif adalah kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk
mengekspresikan sesuatu yang ada dalam hatinya dan pikirannya melalui tulisan
atau pun percakapan secara langsung. Lantas apa yang disebut dengan bahasa Arab
aktif? Dalam pembahasan selanjutnya penulis mengutip pendapat Ngalim Purwanto
dan Djeniah Alim yang menerangkan bahwa kemampuan berbahasa itu dibagi menjadi
dua yaitu kemampuan bahasa pasif dan kemampuan bahasa aktif. Sedangkan A. Akrom
Malibary menerangkan tentang kemampuan menggunakan bahasa itu dibagi menjadi
dua, yaitu kemampuan secara ekspresif dan kemampuan secara represif. Ekspresif adalah
kemampuan menggunakan bahasa dengan lisan dan tulisan sedangkan represif adalah
kemampuan menangkap bahasa yang diungkapkan oleh orang lain.
Muhadatsah dan insya' dalam penelitian ini
dijadikan sebagai model dari bahasa Arab aktif karena di dalam keduanya
membutuhkan kemampuan berbicara pada muhadatsah dan kemampuan menulis
pada insya'.
1.
Muhadatsah Sebagai
Model Pembelajaran Aktif
Pada bab pertama telah sekilas disinggung
tentang tujuan pembelajaran muhadatsah perspektif Mahmud Yunus dan Tayar
Yusuf yang mengemukakan tujuan muhadatsah adalah agar peserta didik
mampu menggunakan kemahiran bahasa khususnya kemahiran berbicara sesuai dengan
teks dan konteks yang berlaku pada saat situasi berbahasa itu berlaku.
Hal senada juga dikemukakan oleh Abu Bakar
Muhammad dalam bukunya yang berjudul "Metode Khusus Pengajaran Bahasa
Arab", bahwa tujuan pembelajaran muhadastah antara lain:
a.
Membiasakan murid-murid dengan bahasa yang
fasih
b.
Membiasakan murid menyusun kalimat yang baik
yang timbul dari hatinya sendiri dan perasaannya dengan kalimat yang benar dan
jelas.
c.
membiasakan memilih kata dan kalimat dan
menyusunnya dalam susunan bahasa yang indah serta memperhatikan penggunaan kata
pada tempatnya,[1]
Dan berbagai macam tujuan yang dikemukakan oleh
para ahli tentang tujuan muhadatsah yang garis besar dari tujuan itu
adalah penekanan pada kemampuan atau kemahiran peserta didik untuk secara aktif
mengucapkan bahasa Arab.
Muhadatsah secara etimologis berasal dari kata Øادث yang berarti
bercakap-cakap, kemudian menjadi ÙŠØادث ® Ù…Øادثة, merupakan bentuk mashdar yang
berarti percakapan.[2]
Istilah ini sama artinya dengan Al-Kalam.[3]
Secara epistemologis muhadatsah diartikan
sebagai menerangkan dengan lisan apa-apa yang terlintas dalam hati dengan
perkataan yang betul-betul sesuai dengan yang dimaksud.[4]
Definisi lain mengatakan muhadatsah adalah kemampuan mengucapkan
kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan dan perasaan.[5]
Kalau dilihat dari bahasa Arab secara
keseluruhan, muhadatsah merupakan salah satu ketrampilan berbahasa di
samping keterampilan menyimak, (الإستماع),
membaca (قرأة) dan mengarang (Insya').
Mahmud Yunus menyatakan bahwa muhadatsah atau ta’bir lisan adalah
tujuan yang terpenting dalam mempelajari bahasa, karena muhadatsah
merupakan cara atau jalan untuk mengungkapkan isi hati kepada orang lain.
Sedangkan Nahwu, sharaf, Insya dan sebagainya adalah tujuan untuk
mencapai kemampuan muhadatsah.
Di antara ketrampilan-keterampilan tersebut muhadatsah
merupakan ketrampilan yang paling rumit, karena dalam hal ini menyangkut
masalah berpikir atau memikirkan apa yang seharusnya dikatakan, dan juga harus
mengatakan apa yang harus dipikirkan yang tentunya memerlukan kosa kata dan
kalimat tertentu yang cocok dengan situasi yang dikehendaki.[6]
1).
Tujuan Pengajaran Muhadatsah
Menurut Tayar Yusuf tujuan pengajaran muhadatsah
adalah:
(a). Melatih
lidah anak didik agar terbiasa dan fasih bercakap-cakap dalam bahasa Arab.
(b). Agar
siswa terampil berbicara dalam bahasa Arab mengenai kejadian apa saja dalam
masyarakat dan dunia internasional mengenai apa saja yang ia ketahui.
(c). Mampu
menterjemahkan percakapan orang lain melalui telephone, radio, tape dan
lain-lain.
(d). Menumbuhkan
rasa cinta dan menyenangi bahasa Arab dan al-Qur’an sehingga timbul kemauan
untuk mendalaminya.[7]
Sedangkan menurut Mahmud Yunus tujuan
pengajaran muhadatsah adalah:
(a). Membiasakan
murid-murid supaya pandai bercakap-cakap dalam bahasa Arab yang fasih.
(b). Membiasakan
murid-murid supaya pandai menerangkan apa-apa yang terlintas dalam hatinya dan
apa yang dapat ditangkap oleh panca inderanya dengan perkataan yang betul serta
tersusun menurut mestinya.
(c). Melatih
murid-murid supaya sanggup membentuk pendapat yang betul dan menerangkannya
dengan perkataan yang tenang dan tidak ragu-ragu.
2).
Materi
Materi sebagai unsur inti pembelajaran yang
merupakan bahan ajar untuk dikuasai oleh pembelajar, harus mempunyai relevansi
dengan kebutuhan peserta didik pada usia tertentu dan dalam lingkungan
tertentu. Karena menurut teori Maslow, bahwa minat anak didik akan bangkit bila
materi yang diajarkan terkait dengan kebutuhannya.[9]
Dari definisi di atas bahwa Muhadatsah (Al-Kalam)
merupakan pembelajaran yang berbentuk komunikatif, berdasarkan hal itu materi
yang banyak digunakan di dalam pengajaran bahasa komunikatif diantaranya ada
tiga jenis yaitu bahan ajar tekstual, tugas dan realia.
(a). Bahan
ajar tekstual
Adalah bahan ajar yang disajikan dalam bentuk
teks (buku-buku), berisikan informasi yang berbeda-beda yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas atau bermain peran (role plays). Secara khas sebuah pelajaran dalam jenis
bahan ini terdiri dari sebuah tema, analisis tugas untuk pengembangan tematik,
deskripsi situasi latihan, penyajian stimulus, pertanyaan pemahaman, dan
latihan para frase.
(b). Bahan
ajar tugas yaitu bahan ajar yang mengandung bahan komunikasi berpasangan bisa
berbentuk buku pegangan latihan, kartu-kartu aktivitas, buklet latihan
interaksi siswa dan lain-lain.
(c). Bahan
ajar realia, adalah bahan ajar yang autentik dari kehidupan. Bahan ini
termasuk realia yang berdasarkan bahasa seperti tanda-tanda, majalah, iklan,
surat kabar dan sumber visual lainnya yang bisa dijadikan aktifitas komunikasi.[10]
Dalam materi muhadatsah yang terpenting
adalah materi yang sesuai dengan keadaan peserta didik dan materi yang banyak
mengandung latihan dalam pengucapan bunyi bahasa Arab, baik yang berdiri
sendiri maupun yang sudah merupakan kata atau kalimat.
3).
Metode
Metode merupakan rencana keseluruhan bagi
penyajian bahan bahasa secara rapi dan tertib yang tidak ada bagian-bagiannya
yang berkontradiksi,[11]
atau definisi lain mengatakan bahwa metode adalah rencana menyeluruh berkenaan
dengan penyajian materi bahasa secara teratur. Beberapa metode yang sering
dianjurkan oleh para ahli dan relevan dalam pembelajaran muhadatsah, antara
lain:
Direct Method yaitu pembelajaran dilakukan dengan penggunaan
secara langsung bahasa yang dipelajari sebagai bahasa pengantar yang mempunyai
ciri antara lain materi pelajaran terdiri dari kata-kata dan struktur kalimat
yang digunakan sehari-hari, gramatika diajarkan melalui situasi dan dilakukan
secara lisan dengan cara menghafalkan aturan-aturan gramatika, sejak permulaan
siswa dilatih untuk berpikir dalam bahasa lisan.[12]
Juwariyah Dahlan mengatakan metode ini sering juga disebut dengan metode
langsung, karena guru langsung menggunakan bahasa asing (bahasa Arab) yang
sedang diajarkan selama pelajaran. Sedangkan bahasa peserta didik sebaiknya
jangan digunakan dalam proses pembelajaran di dalam kelas.[13]
Kaitannya dengan bahasa Arab, metode ini akan sangat
mendukung dalam proses pembelajaran aktif agar peserta didik terbiasa dengan
bahasa yang mereka pelajari baik di dalam dan di luar kelas, artinya guru harus
benar-benar menjadi seorang motivator dan fasilitator untuk selalu menciptakan
situasi berbahasa.
Metode lain yang juga selalu mengedepankan
bahasa sasaran sebagai sarana komunikasi adalah natural method atau
metode alami disebut demikian karena guru selalu menerapkan belajar mengajar dan peserta didik dibawa ke alam seperti dulu
waktu mereka mempelajari bahasa ibu. Metode ini hampir pasti serupa dengan metode
sebelumnya yaitu direct method. Pembelajaran dengan metode ini akan
mencirikan kegiatan sebagai berikut;
a)
Kata-kata yang baru diajarkan melalui kata-kata
yang telah diajarkan sebelumnya, dan pelajaran selalu berkaitan dan
bersambungan terus.
b)
Arti dan kata-kata diajarkan melalui inferensi,
yaitu dengan cara menjelaskannya, sehingga bisa ditarik kesimpulan.
c)
Gramatika tidak diberikan secara khusus,
kecuali jika murid mengalami kesalahan.
d)
Kamus adalah sebagai pembantu murid dala
menghafal kata-kata yang terlupakan.
e)
Pelajaran selalu diawali dengan menunjukkan
benda-benda dan gambar, dan langsung menyebutkannya secara benar dan berulang
kali.
f)
Prosentasi pelajaran dengan tahap yang sesuai,
yaitu listening (mendengarkan), speaking (bercakap-cakap), reading
(membaca), writing (menulis), yang terakhir gramatika.[14]
Pembelajaran bahasa yang menitikberatkan pada
kemampuan praktis dari teori yaitu Practice method, metode ini
lebih mengutamakan praktek dahulu kemudian diiringi dengan teori. Oral
method menitikberatkan pada latihan-latihan lisan, melatih mulut untuk bisa
lancar berbicara (fasih), keserasian dan spontanitas. Reform method
yaitu metode pembentukan kembali kalimat-kalimat baru yang berasal dari kisah
atau materi pelajaran yang disusun sendiri oleh siswa, dan situation method penekanannya
pada materi yang diberikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi para murid,
artinya materi pelajaran yang hendak disajikan selalu dipilih yang sedang
aktual dibicarakan para siswa.[15]
Selain itu masih banyak metode lainnya yang semuanya saling melengkapi karena
setiap metode mempunyai sisi kelebihan dan kekurangannya.
4).
Evaluasi
Untuk mengukur tercapai atau tidaknya proses
pembelajaran sesuai dengan tujuan, evaluasi sangat penting dilakukan. Evaluasi
adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya berkaitan dengan kapabilitas
siswa untuk mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat
mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.[16]
Pelaksanaan evaluasi harus memperhatikan empat
prinsip yaitu:
(a). Evaluasi
dilaksanakan secara kontinyu; evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan.
(b). Evaluasi
dilaksanakan secara komprehensif; yaitu evaluasi yang mencakup semua aspek
tingkah laku anak didik, baik aspek afektif, kognitif, maupun
psikomotorik.
(c). Evaluasi
harus obyektif; penilaian yang jauh dari unsur-unsur subyektif pribadi penilai.
Evaluasi ini dilakukan tidak hanya pada peserta
didik tetapi juga terhadap semua elemen yang terlibat dalam proses pembelajaran,
sehingga menurut Prof. Anas Sudijono ruang lingkup evaluasi mencakup tiga komponen yaitu Evaluasi program
pengajaran, Evaluasi proses pelaksanaan pengajaran, dan Evaluasi hasil
belajar.[18]
Secara teknis evaluasi dapat dilakukan dengan
tahapan test awal (pre test) untuk menggali pengetahuan yang
sudah dimiliki dan apa yang belum dimiliki siswa. Entering Behavior, proses
pemahaman siswa dan pada akhir pelajaran dilakukan post test atau yang
sering disebut dengan evaluasi formatif.
Teknik evaluasi dibedakan
menjadi dua yaitu verbal dan tes perbuatan. Verbal test adalah test yang
menggunakan kata-kata baik dalam memberi pertanyaan maupun jawaban. Sedangkan
yang dimaksud tes perbuatan adalah tes yang dilakukan dengan jawabannya
merupakan perbuatan siswa yang sedang dinilai.
Aspek-aspek yang dinilai adalah aspek-aspek
yang dapat diukur sesuai dengan tujuan, maka pelaksanaan evaluasi yang relevan
untuk muhadatsah adalah tes lisan.
2.
Insya' sebagai
Model Pembelajaran Aktif
Insya' secara etimologis diartikan sebagai mengarang
atau menulis, yang berasal dari kata أنشاء – ينشئ – أنشاء
yang berarti mengarang,[19]
sedangkan menurut arti istilahiy, insya' diartikan sebagai suatu
bidang studi dalam bahasa Arab yang mempelajari tentang tulis-menulis atau karang-mengarang.
Insya' menghendaki agar peserta didik mampu menuliskan apa yang ada
dalam hati dan pikiran mereka.
Menulis merupakan aktivitas berbahasa yang
memberikan penekanan kepada kemampuan menyusun kalimat untuk mendukung
kemampuan membaca.
B.
Implementasi
Pembelajaran Bahasa Arab Aktif
Seperti telah dikemukakan pada bab sebelumnya,
bahwa pokok pembahasan penelitian ini adalah pembelajaran bahasa Arab aktif
yaitu penekanan kemahiran berbicara dan menulis. Kemahiran berbicara yang dalam
bahasa Arab lebih akrab dikenal dengan muhadatsah dan kemampuan menulis
disebut insya' (تعبير الموجه).
Penguasaan bahasa tersebut menurut A. Akrom
Malibary disebut sebagai kemampuan ekspresif, yaitu suatu kemampuan
mengekspresikan perasaan, pikiran baik melalui tulisan ataupun tulisan,
sedangkan kemampuan menangkap apa yang disampaikan oleh orang lain baik melalui
membaca ataupun mendengar disebutnya sebagai kemampuan reseptif.
1.
Pembelajaran Muhadatsah
Telah dikemukakan pada pembahasan di muka,
tentang beberapa metode yang relevan untuk pembelajaran muhadatsah
berikut penyusun kemukakan beberapa teknik pembelajarannya baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.
a.
Diskusi
Diskusi adalah suatu cara pembelajaran untuk
mengembangkan kemampun berbicara, dimana peserta didik mendiskusikan dengan
cara saling memberikan pendapatnya kemudian disaring untuk disimpulkan
kesimpulan. Diskusi ini baik untuk pengembangan kemampuan berbahasa terutama
bagi peserta didik yang sudah mempunyai dasar bahasa Arab yang cukup baik. Pada
pembelajaran dengan model ini, guru tidak lagi memberikan perhatian pada bahasa
tetapi pada isi atau materi diskusi.[20]
·
Cara-cara diskusi;
a)
Guru berperan sebagai mediator, memberikan
suatu permasalahan yang dipahami oleh peserta didik.
b)
Peserta didik (sebagai peserta diskusi) dibuat
dalam beberapa kelompok, dan setiap kelompok itu hendaknya membuat sebuah
karangan pendek yang akan disajikan di depan kelas.
c)
Salah satu peserta didik mengemukakan
pendapatnya tentang suatu masalah (topik). Kemudian peserta diskusi lain memberikan
tanggapan tentang apa yang disampaikan oleh penyaji secara lisan.
Tugas guru pada saat berlangsungnya diskusi
adalah selain berpartisipasi dalam diskusi, juha memperhatikan gaya dan
kebenaran bahasa yang dipergunakan oleh peserta didik dengan tidak mengabaikan
kebenaran pendapat yang disampaikan oleh penyaji ataupun sanggahan yang
dilontarkan oleh peserta diskusi lainnya.
Guru juga bertugas untuk membuat kemajuan (atau
membuat peserta didik sadar akan kemajuan) menuju tujuan pembelajaran,[21]
yaitu tercapainya kemampuan berbahasa dalam hal ini adalah mampu berbicara
dengan bahasa Arab. Guru juga berperan untuk mengatasi reaksi-reaksi emosional
dari para peserta didik.[22]
·
Keuntungan pembelajaran bahasa dengan diskusi;
a)
Selain memperhatikan kemampuan berbicara (muhadatsah)
juga akan bisa dilihat kemampuan menulis (insya') peserta didik.[23]
b)
Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih
jauh.
c)
Membantu peserta didik belajar berfikir dari
sudut pandang suatu obyek bahasan dengan memberi mereka praktek berfikir
d)
Membantu peserta didik menyadari akan suatu
problem dan memformulasikannya dengan menggunakan informasi dari bacaan atau
ceramah.[24]
e)
Menumbuhkan keberanian pada peserta didik untuk
menyampaikan pendapatnya.
·
Kekurangan pembelajaran bahasa Arab dengan
diskusi;
a)
Kurang menghasilkan informasi (mufradat)
baru.
b)
Akan banyak memakan waktu.
b.
Role
Play
Role-Play adalah suatu aktivitas pembelajaran yang
terencana yang dirancang untuk tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dikuasainya ketrampilan
berbahasa, yaitu kemampuan berbicara (muhadatsah).
2.
Pembelajaran Insya'
[1] Abu Bakar Muhammad,
Metode Khusus Pengajaran Bahasa Arab (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm.
58.
[2]
A.W. Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997) hlm. 242.
[3]
Yayasan Ali Maksum, Pondok Pesantren Krapyak, Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika : 1998), hlm. 718.
[4]
Mahmud Yunus, Metode Khusus Bahasa Arab, (Jakarta: Hida Karya Agung,
1983) hlm. 68.
[5]
Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S. Pembinaan
Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. (Jakarta: Erlangga, 1991) hlm. 23.
[6] Muljanto
Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologis
(Jakarta : Bulan Bintang, 1974) hlm. 57.
[7]
Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab. (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1997). hlm.192.
[8]
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Bahasa Arab. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1983) hlm. 68.
[9]
Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zein, Strategi Belajar-Mengajar. (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1996), hlm. 51.
[10]
Furqonul Aziz dan Chaedar al-Wasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif, Teori
dan Praktek (Bandung: PT. Rosda Karya, 1996) hlm. 75-76.
[11]
Henry Guntur Tarigan, Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa
(Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 3.
[12]
Muljanto Sumardi, Pelajaran Bahasa Asing Sebuah Tinjauan dari Segi
Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 33.
[15]
Tayar Yusuf, op-cit, hlm. 152-178.
[16]
Syaiful Bahri Djamarah, op.cit, hlm. 59.
[17]
Tayar Yusuf, Op.cit, hlm. 217.
[18]
Anas Sudjiiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001)
hlm. 29.
[20] A. M. Slamet
Soewandi, Belajar Bahasa Indoensia dengan Diskusi, http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/AMSlametSoewandi.doc.
p.136.
[21] Hisyam Zaini, dkk, Strategi
Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta :
CTSD, 2002), hlm,. 114.
0 Response to "Konsep Pembelajaran Bahasa Arab Aktif"
Post a Comment