Image1

Riwayat Singkat Ibnu khaldun dan Pemikirannya

Ibnu khaldun dan pemikirannya | ibnu khaldun adalah tokoh ilmu pengetahuan islam dalam bidang pengetahuan |

RIWAYAT, PENDIDIKAN DAN KARYA IBNU KHALDUN
 1.   Riwayat Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun mempunyai  nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Muhammad Ibn Jabir Ibn Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Abdirrahman Ibn Khaldun Waliyuddin Al Tunis Al Hadramy Al Maliki. Ia dilahirkan bertepatan pada tanggal 1 Ramadhan 723 H atau 27 Mei 1332 M. Ia meninggal di Mesir pada tahun 806 H/ 1406 M.1 Nama kecilnya Abdurrahman, nama panggilan keluarga Abu Zaid yang diambil dari nama putra sulungnya yang bernama Zaid, persis seperti biasanya orang- orang  Arab memanggil seseorang dengan nama putranya, meskipun nama-nama putranya tidak diketahui secara pasti.2 
Nama populernya adalah Ibnu Khaldun, dihubungkan pada garis keturunan dengan kakeknya yang ke sembilan yaitu Khalid bin Usman. Ia adalah orang yang pertama dari marga ini yang memasuki negeri Andalusia bersama putra penakluk berkebangsaan Arab. Ia dikenal dengan nama Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang- orang Andalusia dan orang- orang Maghribi. Mereka menambah huruf wau dan nun di belakang nama orang- orang terkemuka sebagai tanda penghormatan dan ta’dzim, seperti Khalid menjadi Khaldun, Hamid menjadi Hamdun, Zaid menjadi Zaidun dan sebagainya. Keturunannya kemudian dikenal sebagai bani Khaldun di Andalusia dan Maghribi. Sehingga orang- orang terkemuka yang lahir dari keluarga tersebut disebut Ibnu Khaldun, namun pada akhirnya nama ini dikhususkan bagi Abdurrahman Abu Zaid Ibnu Khaldun.3  
Tambahan kata Al Hadramy di belakang namanya menjelaskan pertalian dirinya dengan negeri asalnya. Dimana riwayat hidupnya diketahui bahwa asal-usul keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman selatan. Kitab Jumhuratu Anshabi ‘ Arab sebagaimana dikutip oleh Ali Abdul Wahid Wafi, Ibn Hazm mengatakan bahwa keluarga Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut di Yaman Selatan. Dan silsilahnya ditinjau dari moyangnya yang beragama Islam berasal dari Wail bin Hijr, seorang sahabat Nabi yang terkemuka yang meriwayatkan kurang lebih tujuh puluh hadits dari Rasulullah. Ia juga pernah diutus Rasulullah bersama Mu’awiyah bin Abu Sofyan ke negeri Yaman untuk mengajarkan Al-Qur’an dan Islam. Ibn Abdil Bar sebagaimana dikutip Ali Abdul Wahid Wafi dari kitabnya Al-Isti’ab menyatakan bahwa bahwa waktu Wail Bin Hijr datang menghadap Rasulullah, Rasulullah menghamparkan surban dan menyuruhnya duduk di atasnya kemudian mengatakan : “ Ya Allah berikan barakah kepada Wail bin Hijr, putranya, dan anak cucunya hingga hari kiamat “.4 Do’a Rasulullah tersebut kiranya didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT dengan hampir semua anak turunnya memegang peranan penting dalam percaturan politik dan ilmu pengetahuan pada setiap masanya, dan yang paling menonjol adalah Ibnu Khaldun.
Keluarga Ibnu Khaldun pindah dari Andalusia ke Tunisia karena carut marutnya keadaan politik di sana, di Tunisia mereka sudah mempunyai hubungan baik dengan pihak penguasa di sana, baik karena pertalian darah maupun karena hubungan politik dan sebagainya. Karena itu tidak mengherankan, jika begitu mereka tiba di sana, mereka disambut dengan kedudukan yang baik dan tinggi. Perkawinan- perkawinan mereka dan kecakapan- kecakapan mereka dalam masyarakat telah membuat keluarga Khaldun itu mempunyai banyak teman dan pengikut di Afrika Utara. Adapun yang mula-mula tiba di Afrika Utara adalah Al Hasan yakni kakek dari kakek dari kakek Ibnu Khaldun yang menetap di Centia.5
Keturunan Hasan yaitu Abu Bakar Muhammad (kakek kedua dari Ibnu Khaldun) diangkat sebagai menteri dalam negeri Tunisia, sedangkan Muhammad Bin Abi Muhammad (Kakek pertama Ibnu Khaldun) duduk sebagai menteri yang mengurusi hijabah (Penjaga pintu) bagi hukum Bijayah dari orang- orang Hafsi. Setelah jatuhnya raja- raja Hafsiyah kakek yang kedua ini menjadi gubernur yang menguasai Tunisia. Sedangkan kakeknya yang pertama tadi tetap memerintah Bijayah cukup lama, namun kemudian berpindah- pindah kedudukan yang lain di bawah kekuasaan Raja- raja Bani Hafs.6
Ayah Ibnu Khaldun tidak terjun di dalam dunia politik, menurutnya aktifitas di dunia politik merupakan aktifitas yang berbahaya, karena keadaan belum stabil. Itulah sebabnya ia cenderung masuk ke dalam dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan, dengan cara membaca dan mendalami ilmu- ilmu agama dan ia pandai dalam hal sastra Arab, bahkan pandangannya terhadap seluk beluk syair sangat tajam. Abu Abdullah wafat pada tahun 749 H/ 1339 M dengan meninggalkan lima orang anak yakni ; Muhammad, Umar, Abdurrahman, Yahya dan Musa. Dari saudaranya yang sering berjalan dengan Abdurrahman (Ibnu Khaldun) hanya Yahya yang kelak kemudian menduduki jabatan menteri7 sehingga kemudian cukup dikenal dalam sejarah.
Peristiwa meninggalnya orang tua Ibnu Khaldun meupakan malapetaka sedih yang yang tak dapat terlupakan baginya, sehingga dalam kitab Al I’bar ia telah menulis beberapa catatan mengenai kematian ayahnya itu. Sang ayah yang telah meninggal itu, buat Ibnu Khaldun bukan saja seorang ayah, tetapi juga seorang guru baginya, ia sendiri yang telah mendidik dan mengajar Ibnu Khaldun sehingga ia berkembang dan menjadi salah satu sarjana agung dunia Islam.8

2.      Pendidikan Ibnu Khaldun
Pendidikan pertama Ibnu Khaldun diperoleh dari ayahnya, seperti kebiasaan waktu itu, dan kemudian belajar dari para cendekiawan waktu itu.9  Sewaktu kecil ia menghafal Al-Qur’an dan mempelajari tajwidnya. Kemudian mempelajari ketujuh macam cara membaca serta qira’at Ya’qub.10
Ia juga mempelajari ilmu- ilmu syari’at antara lain tafsir, hadits, ushul tauhid, dan fiqh bermadzhabkan Imam Malik, suatu madzhab yang masih tetap diikuti sebagian besar kaum muslim di Maghrib. Di samping itu dia juga mempelajari ilmu- ilmu bahasa seperti nahwu, shorof, balaghoh dan kesasteraan, kemudian ia mempelajari logika, filsafat, dan ilmu- ilmu fisika serta matematika. Dalam semua bidang studinya , ia membuat takjub seluruh gurunya dan dia selalu mendapat ijazah dari mereka.11 Tempat belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an serta ilmu- ilmu pengetahuan lainnya dari guru- gurunya adalah masjid, karena masjid kala itu merupakan tempat belajar yang efektif. Orang- orang Tunisia masih ingat benar masjid tempat Ibnu Khaldun belajar mengaji yaitu masjid Al-Quba yang mereka sebut sebagai masjid El Quba. 12   
Meskipun pola pendidikan yang didapatnya berbentuk tradisional bahkan sama sekali skolastik, tetapi pendidikan tersebut merupakan jenis pendidikan yang terbaik saat itu. Kondisi seperti itu tampaknya merupakan konsekuensi logis dari kemasyarakatan yang ada. Dan Tunisia merupakan tempat berkumpulnya para ulama dan cendekiawan yang terkenal, para sastrawan dari negara- negara Maghrib, lagi pula Tunisia menjadi pusat hijrah ulama- ulama Andalusia yang menjadi korban kekacaubalauan situasi negeri yang tidak tenang. Tingkat budaya dan ilmu pengetahuan yang terdapat di Andalusia jauh lebih tinggi daripada yang terdapat di Afrika Utara. Karena itu, pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun adalah jenis pendidikan yang terbaik saat itu.13
Di dalam lingkungan seperti itulah Ibnu Khaldun memperoleh pendidikan agama, puisi, logika, dan filsafat yang diperoleh dari guru- gurunya, tampaknya sangat mendalam meskipun sama sekali skolastik. Ia belajar hadits kepada Syamsuddin Abu Abdillah Al Wadiyasi, mengenai fiqh ia belajar kepada sejumlah guru diantaranya; Abu Abdillah Al Jiyani dan Abu Al Qasim Muhammad Al Qasim. Demikian juga ia belajar ilmu –ilmu rasional seperti teologi, logika, ilmu- ilmu kealaman, matematika dan astronomi kepada Abu Abdillah Muhammad Ibnu Ibrahim  Al Abili, ia sangat mengagumi gurunya yang terakhir ini.14 Ibnu Khaldun pun menulis pengaruh besar gurunya tersebut di dalam kitab At Ta’rif secara rinci.15
Di samping besar perhatiannya terhadap gurunya, Ibnu Khaldun pun tidak melupakan menyebut buku- buku yang telah dipelajarinya. Buku- buku ini antara lain Al Lamiyah Fi Al Qira’at dan Al Raiyah Fi Rasmi Al Mushaf keduanya karangan Al Syatibi, kemudian Al Tashil Fi Ilm An nahwi, karangan Abu Faraj Al Asfahany, Al Mu’allaqat, kitab Al Hamasah li Al ‘Alam antologi puisi Abu Tauran dan Al Mutanabi. Sebagian besar kitab- kitab hadits terutama shahih Muslim dan Al Muwattha’ karya Imam Malik, At Taqadhi li Ahadisi Al Muwattha’ karya Ibn Abdullah Al Barr , Ulm Al Hadits karya Ibn As Shalah, kitab At Tahzib karya Al Buruda’ie, juga Mukhtasharu Al Mudawwanah karya Suhmun berisi Fiqh madzhab Maliki, Mukhtashar Ibnu AlHajib tentang fiqh dan Ushul serta Assairu karya Ibn Ishak.16
Saat ia berumur delapan belas tahun ia sempat berhenti belajar karena dua peristiwa penting yang memberikan bekas yang dalam bagi pengalaman hidupnya. Pertama ; pada tahun 749 H/ 1349 M sebagian besar belahan dunia bagian barat terjangkit wabah pes yang berkecamuk, yaitu meliputi negri- negeri Islam dari Samarkand hingga Maghribi, Italia, sebagian besar negara- negara Eropa dan Andalusia yang merenggut banyak nyawa termasuk saudara- saudara dan orang tuanya.17
Peristiwa kedua berupa kepergian banyak sekali tokoh terkemuka, termasuk guru-gurunya yang masih hidup, untuk meninggalkan Tunisia dan pindah ke kota Fez di Maroko. Hal ini dilakukan bersama sultannya Abu Al Hasan. Peristiwa yang kedua tersebut ini sebenarnya sebagai satu akibat dari dikalahkannya Tunisia oleh penguasa Maroko. Kedua peristiwa tersebut sangat menyedihkan Ibnu Khaldun dan tidak dapat melanjutkan studinya.  18
Walaupun ia sempat berhenti belajar namun pada akhirnya ia dapat menyelesaikan pendidikan tingginya dan bersama- sama para ulama yang pada saat itu berada di sana seperti Syekh Muhammad Ibn Ash Shaffar, Syekh Muhammad Ibnu Muhammad Al Maqqari. 19 hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah sosok yang putus asa dan pekerja keras. Beliau tidak larut dalam kasedihan dan keputusasaan dan bangkit untuk menuntaskan cita- citanya. 

3.      Pengalaman dan Karir Ibnu Khaldun
a. Karir di bidang politik
Daerah kekuasaan Afrika utara pada saat itu bagaikan sebuah pentas politik di mana setiap orang dapat menyaksikan pergolakan- pergolakan politik yang sangat hebat, saling berebut kekuasaan di antara para warga. Hal itu disebabkan runtuhnya kerajaan Al Muwahidun dan munculnya negara- negara kecil dan keamiran- keamiran kecil yang terdiri dari ; Kesultanan Bani Hafs, Kesultanan bani Abdul Wad di Tlemen dan Kesultanan Bani Marin di Fez dan Maroko.20 Ketiga kesultanan itu tetap pada pertikaiannya sesama mereka, sampai kemudian para Amir dari kesultanan Bani Hafs dan kesultanan Bani Abdul Wad dapat mengendalikan situasi tersebut serta menempati wilayah masing- masing.
Pada mulanya Ibnu Khaldun bertugas di kesultanan Bani Hafs sebagai karyawan tata usaha yang menulis surat- surat yang dikeluarkan oleh Sultan, kemudian setelah itu di kesultanan Bani Marin Ibnu Khaldun diangkat oleh Sultan Abu Inan sebagai sekretaris negara dan sebagai anggota majlis ilmu pengetahuan.21  
Ibnu Khaldun belum puas dengan jabatan yang diembannya, beliau kemudian ikut mendukung usaha kudeta terhadap Sultan yang dilakukan Amir Abu Abdul Muhd, Raja Bougie yang baru saja dirampas. Akhirnya Ibnu Khaldun dimasukkan dalam penjara tepatnya pada tahun 758 H. tak lama kemudian ibnu Khaldun dibebaskan dari penjara oleh Sultan Abu Inan pada tahun 759 H/ 1358 M setelah mempersembahkan kepada Sultan tujuh ratus syair yang yang berisi pujian terhadap kehebatan Sultan.22
Pada bulan Sya’ban 760 H Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretaris sekaligus tangan kanan oleh Sultan Abu Salim yang baru saja menduduki jabatannya menggantikan Mansur Ibn Sulaiman.23 Keadaan seperti itu tidak berlangsung lama, iklim politik yang penuh dengan intrik telah menyebabkan terbunuhnya Abu Salim pada tahun 1361 M dalam suatu pemberontakan sipil dan militer yang menyebabkan Ibnu Khaldun meninggalkan Afrika utara untuk menuju Granada (Spanyol) pada tahun 764 H / 1362 M.24
Di Granada beliau mendapat penghormatan di istana Raja Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar yang didampingi oleh seorang wazir (Perdana Menteri) Ibnu Khatib, penulis dan sarjana yang terkenal. Demikian tingginya kepercayaan Raja pada Ibnu Khaldun sehingga ia diutus sebagai duta ke Istana Raja Pedro El- Cruel Raja Kristen Castilla di Sevilla pada tahun 765 H atau 1364 M. untuk mengadakan perjanjian damai untuk Granada dan Sevilla.25
Keberhasilan dirinya ke Sevilla telah membawa kecemburuan Ibn al- Khatib, lantaran radius pengaruh Ibnu Khaldun di Istana semakin meluas, sehingga kontak pribadi antara keduanya semakin terganggu. Para pejabat berusaha memisahkan Ibnu Khaldun dan Sultan yang menyebabkan ia pergi meninggalkan Granada menuju Bougie pada tahun 766 H atau 1365 H. untuk diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Abu Abdillah, penguasa Bougie. Tahun berikutnya Ibnu Khaldun pindah ke Konstentine sebagai pembantu Raja Abdul Abbas yang sebelumnya telah menyatukan Abu Abdillah, saudara sepupunya sendiri. Tak lama kemudian ia menetap di Biskro atas panggilan Amir Abu Hammu di Tlimeen, tapi ditolaknya.26
Setelah selama kurang lebih empat tahun terakhir berpetualangan serta memperoleh setumpuk pengalaman- pengalaman, beliau memutuskan untuk menetap di Qal’at Ibn Salamah, yaitu sebuah puri di desa dalam propinsi Oran. Disana beliau menghirup udara kehidupan yang segar dan tenang. Hari- harinya dipergunakan untuk studi menelaah dan mengarang. Ketika usia 45 tahun penyelidikannya dan studinya sudah matang. Selama seperempat abad beliau berkecimpung di dalam dunia politik, pindah dari kesultanan ke kesultanan yang lain, dengan jabatan yang tergolong tinggi. Hijrah dari Maghribi ke Andalusia, kota dan kabilah telah dilalui serta dikarunginya. 27   
Di Qal’at Ibn Salamah beliau tinggal selama empat tahun. Di tempat inilah kegiatan merenung, berfikir, menulis serta mengarang beliau aktifkan, sehingga dapat membuahkan hasil yang berupa karya ilmiah tentang sejarah umum umat manusia yang dinamakannya Al- I’bar Wa Diwan Al- Mubtada Wal Khabar, Fi Ayyam Al arabi Wal Ajami Wal Bar BarWa Man Ashrahum Min Dzawi AlSulthan al Akbar yang disingkat dengan Al I’bar saja. Sebagai pendahuluan dari kitab ini dikarangnya kitab yang sangat fenomenal yaitu Muqaddimah.28
Pada tahun 784 H/ 1382 M Ibnu Khaldun meninggalkan Tunisia dengan dalih hendak menunaikan ibadah haji meski pada hakekatnya beliau memendam maksud untuk menghindarkan diri dari kekacauan dunia politik. Kemungkinan bahwa dengan pikiran untuk ibadah haji Sultan Abdul Abbas akan mengijinkannya untuk meninggalkan Tunisia, (walau alasan itu) untuk dapat terhindar dari kemelut politik di Maghribi. 29 
Namun beliau justru berangkat menuju Kairo, kota yan mengesankan beliau (karena pada saat itu Kairo menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam, baik bagi dunia Timur dan Barat). Juga sebagai kota yang indah dan kota dunia di samping Baghdad dan Cordova.30
b. Karir Di Bidang Pendidikan
Di Kairo Ibnu Khaldun mencita- citakan suatu kedudukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dicapai oleh para ulama pada masa itu. Al- Azhar adalah universitas terkemuka dan tidak terlalu kecil untuk tempat pengembangan studi- studi tinggi. Ia mengadakan kuliah dalam bentuk halaqah (sorogan) yang boleh dihadiri oleh siapapun, dan di Al-azhar ia memberikan kuliah hadits, fiqh Maliki, serta menerangkan teori- teori kemasyarakatannya yang ditulis dalam kitab Muqaddimah. Baginya penyampaian kuliah ini merupakan publikasi tentang keluasan ilmunya, kedalaman ilmunya (studinya) serta kemampuannya di dalam mengemukakan pendapat dan mengena di jiwa pendengarnya.31
Ibnu Khaldun adalah pujangga yang amat pandai bertutur. Bahasanya indah, gaya kuliahnya amat menarik pembahasannya mendalam dan bermutu. Walaupun begitu beliau tetap rendah hati dan merasa bahwa beliau hanya memiliki pengetahuan yang tidak seberapa32
Mengenai kepiawaiannya dalam menyampaikan kuliah, Ibnu Khaldun mempunyai kesan tersendiri di mata para ulama terkenal yang pernah mengikuti perkuliahannya dan dicatat di dalam buku mereka, di antaranya :33
1.            Marzi menulis di bukunya “ Suluk “, dalam buku ini beliau menulis : “Di bulan ini Ramadhan, datang dari Maghribi seorang guru besar kami yang bernama Abu Zaid Abdurrahman Ibnu Khaldun. Dia memberikan kuliah di Azhar banyak sekali pengunjung kuliahnya dan mereka kagum sekali terhadap Ibnu Khaldun”.
2.            Abu Mahasen Ibn Taqa Bards berkata :“Ibnu Khaldun menetap di Qahirah, dia turut memberikan kuliah di Azhar dan kuliah itu sangat mengesankan”
3.            Saehawi berkata : “Penduduk Qahirah menyambut gembira kehadiran Ibnu Khaldun, mereka banyak berkunjung ke rumahnya dan dia memberikan kuliah di Azhar”.
4.            Ibnu Hajar menulis di bukunya “ Raf’ul Azhar “ : “ Ibnu Khadun lancar berbicara, fasih dan baligh, di samping itu pengetahuannya mendalam terutama dalam ilmu sejarah “.
Pada tahun 786 H beliau diangkat menjadi guru besar di Jami’ah Qamhiah dalam mata kuliah fiqh Maliki. Dalam kuliah ini beliau mendapatkan perhatian oleh banyak kalangan, dari pembesar dan mahasiswa sangat antusias dengan kuliahnya. Dalam kuliahnya beliau juga mumuji-muji Barquq dan Sultan Mesir, karena kegiatan- kegiatan mereka membangun masjid- masjid, madrasah- madrasah dan khanqah- khanqah dan perhatian Sultan pada pendidikan, pengetahuan dan ulama.34
Pada tahun 791 beliau diserahi kuliah ilmu hadits di universitas Sargatmus oleh Sultan. Buku yang Ibnu Khaldun wajibkan adalah Al Muwattha’ karangan Imam Malik. Di kuliah pertamanya beliau mengupas dengan tuntas riwayat hidup Imam Malik dari kanak-kanak, remaja, lama belajar ilmu yang dipelajarinya, guru- gurunya, tempat belajar dan sebab- sebab Imam Malik mengarang buku Al Muwatha’.35
c. Karir Di Bidang Kehakiman
Pada tahun 1338 M beliau diangkat sebagai hakim dalam madzhab Maliki, pangkat tersebut merupakan puncak dalam dunia kehakiman pada waktu itu. Tugas itu hanya diemban satu tahun, beliau terkenal dengan ketegasan dan keberaniannya di dalam mengambil keputusan untuk menegakkan keadilan yang sebenarnya. Yang menyuap, koruptor, manipulasi diberantas sampai tuntas. Namun dengan trik- trik yang beliau terapkan membuatnya terpojok, timbul iri hati orang- orang sekitarnya. Banyak orang yang mencercanya dengan kata- kata yang pedas dan tajam, tidak sedikit pula yang memfitnahnya dengan alasan- alasan yang di buat- buat. Sepertinya mereka tidak rela jika jabatan itu diemban oleh orang asing.36
Tak lama kemudian beliau mendapat musibah, yaitu meninggalnya keluarganya dan ludesnya harta dan buku- bukunya,  ketika kapal yang ditumpangi keluarganya beserta harta, dan buku- bukunya tenggelam dilautan, sewaktu akan menyusul beliau ke Kairo. Kejadian ini merisaukan Ibnu Khaldun. Beliau gundah gulana, hingga akhir jabatan kehakiman pada tahun 787 H.37
Walau beliau berhenti dari jabatan hakim, namun ia masih diberi jabatan penting, dengan diangkatnya beliau menjadi guru mata kuliah fiqh Maliki pada pembukaan madrasah Ad Dhahiriyah Al Barquqiyah pada permulaan pembukaan tahun ajaran pertamanya. Pada tahun 791 H Sultan memberinya tugas baru yaitu sebagai Syeikh Khadaqah Raja Beybers sebagai ganti Syeikh terdahulu yang telah wafat, namun itu tak berlangsung lama karena kabar burung yang dilontarkan orang yang tidak suka padanya.38   
Setelah itu beliau naik turun jabatan kehakiman empat kali dalam lima tahun.yaitu :39
a.       803 H yaitu sekembalinya dari Syam menemui Timur Lenk
b.      pada bulan Dzulhijjah 804 H sampai bulan Rabi’ul Awal 806 H
c.       Bulan Sya’ban 807 H sampai Dzulhijjah tahun itu
d.      Bulan Sya’ban 808 H sampai wafat beliau ramadhan 808 H 
Sebagai catatan selama karir beliau di bidang kehakiman, beliau dikenal sebagai pejabat dengan keadilannya. Bahkan musuhnya yang paling benci kepadanya pun mengakui kejujuran nya sebagai seorang hakim. Al Sakhrawi yang keras mengkritik Ibnu Khaldun, terus terang mengakui Ibnu Khaldun seorang yang terkenal sebagai penegak keadilan.39

4.  Kondisi Bangsa Arab (Umat Islam) di zaman Ibnu Khaldun
Kondisi umat Islam pada waktu Ibnu Khaldun menjalani kehidupannya sangatlah memprihatinkan. Kota demi kota di Andalus telah berjatuhan ke tangan bangsa Spanyol. Di waktu kunjungan Ibnu Khaldun yang terakhir ke Spanyol abad keempat belas, yang tinggal hanya wilayah Granada dan Cordova yang dikuasai oleh Bani Ahmar.
Di Afrika negara- negara Islam yang kecil- kecil itu tengah  bertarung sesama mereka. Dinasti Murin, Hafas, Yamu dan Abdul Wad tengah berperangdan saling berebut tanah sekeping. Mereka tak ingat dan lupa bahwa mereka baru saja diusir oleh musuh dari Andalus sesudah berkuasa 800 tahun.
Di Timur, Mesir, Syam, Baghdad keadaan lebih parah lagi. Kalau tadinya Hulako telah menduduki Baghdad sesudah menghancurkan kota- kota Islam di Persia, kemudian Timur laut yang telah beragama Islam  telah bersemayam pula di kota Damsyik dalam usahanya hendak menyerbu ke Mesir, pusat peradaban Islam yang masih semarak dan utuh.
Ibnu khaldun melihat dengan mata kepalanya sendiri kerontokan ummat dan negara Islam. Dia menyaksikan bangsa Spanyol menghantam dari Barat dan bangsa Mongol menyerang dan melanda dari Timur, di tengah- tengah itu umat dan negara Islam terjepit. Sayangnya mereka tidak juga insaf dan sadar dan terus bergolak juga sesama mereka.
Di saat- saat seperti itulah Ibnu Khaldun mengeluarkan bukunya yang bernama Muqaddimah Ibnu Khaldun dan menyerahkan buku sakti itu kepada rajanya Sultan Abi Abbas, pada permulaan tahun 1382 M
Sebenarnya Ibnu Khaldun hendak menahan kuruntuhan umat pada waktu itu dengan memunculkan buku itu, namun sayang sekali sultan- sultan Islam di masanya tidak sempat lagi mempelajari dan mempedomani petunjuk- petunjuk dan konsep- konsep yang ditawarkan Ibnu khaldun karena terlalu sibuk dan bernafsu dalam berebut kekuasaan dan kemegahan serat kebesaran suku- suku.
Ibnu Khaldun tidak dapat menemukan di Barat, Andalus dan Afrika sultan yang gagah perkasa, adil dan bijaksana untuk menyusunkembali umat Islam yang telah terkeping- keping. Akhirnya Ibnu Khaldun hijrah ke Timur, Mesir dan Syam mencari pahlawannya, tetapi dia lebih kecewa lagi karena pusat- pusat Islam telah dikuasai oleh bangsa Tar- Tar. Sedangkan sultan- sultan yang berasal dari tentara sewaan Mamluk tengah bertarung  sesama mereka untuk berebut kekuasaan dan mahkota.40
Keadaan ini diperparah dengan kondisi intelektual umat Islam yang juga sangat memprihatinkan. Pada waktu itu terjadi kemerosotan pemikiran yang sangat tajam. Ibnu Khaldun hidup di zaman sesudah masa Ibnu Rusyd, seorang filosof yang sangat hebat. Umat Islam yang pernah berjaya pada masa khilafah Abbasiyah di bidang ilmu pengetahuan, kemudian menjadi hancur karena perebutan kekuasaan dan pengaruh serangan dari pihak luar.
Merosotnya pengetahuan disebabkan pula rasionalitas kembali terbelenggu dan mulai tidak mendapat tempat, karena pada waktu itu pengaruh tulisan tentang “ketidakbaikan” filsafat.
Dalam kondisi intelektual umat yang seperti inilah Ibnu Khaldun memaparkan konsep pendidikannya yang menekankan pada rasionalitas namun tidak melupakan peran agama. Dia juga menekankan pentingnya doronmgan dari pemerintahan dalam pendidikan. Karena dalam pemerintahan yang berperadaban lebih maju maka akan menimbulkan pendidikan yang lebih maju dan system pendidikan yang lebih mapan dan baik.

5.   Karya- karya Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun termasyhur karena buku karangannya Tarikh Ibnu Khaldun. Buku ini terdiri dari tiga juz/ kitab  Muqaddimah, I’bar dan Ta’rif .41 sedangkan isi dari kitab- kitab tersebut ialah :
1.      Muqaddimah, buku ini dikarangnya pada pertengahan tahun 1377 M dalam jangka waktu lima bulan. Ibnu Khaldun merasa sangat sukses dengan hasil ciptaanya tersebut dan berkata : “ Saya telah menyelesaikan Muqaddimah itu dengan cara yang aneh, saya seperti telah diilhami, sehingga kata- kata dan pikiran- pikiran mengalir saja ke otakku “.42  kitab ini merupakan pengantar dari al- I’bar, yang oleh orang Barat dinamakan “ Prologema “. Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku ini yang mengangkat nama Ibnu Khaldun begitu harum.43 Kitab ini diawali dengan bab satu yang berisikan ulasan tentang nilai- nilai sejarah dan bentuk- bentuknya, kesalahan- kesalahan yang dilakukan oleh para ahli sejarah dalam mecatat tanggal dan peristiwa, baik karena sengaja dengan maksud- maksud tertentu maupun karena kecerobohan yang tidak disengaja. Uraian ini disertai contoh- contoh dan penjalasan- penjelasan yang menarik Ibnu Khaldun dari peristiwa- peristiwa yang sesuai dengan hukum- hukum sosiologinya. Beliau juga menerangkan watak-watak pergaulan masyarakat manusia bermasyarakat dan perbedaan di dalam masyarakat menurut iklim masing- masing. Dijelaskan pula bagaimana iklim itu mempengaruhi sifat- sifat dan karakter warna dan keadaan manusia.
Dalam bab kedua Ibnu Khaldun menerangkan tentang masyarakat Badui serta sifat- sifatnya, karena masyarakat Badui nomadden maka mereka lebih kasar daripada orang kota. Mereka juga lebih ingin merdeka dan tidak tunduk pada kekuasaan. Dalam bab kedua ini Ibnu Khaldun juga menerangkan tentang konsep ‘ashabiyahnya.
Dalam bab tiga beliau menjelaskan tentang negara dan kedaulatan, asal   usul negara, faktor- faktor yang mempengaruhi tegaknya negara serta kedaulatannya. Batas maksimum suatu imperium dan sebagainya.
Bab empat membahas tentang masyarakat pedesaan dan perkotaan, asal- usul kota dan keadaannya.
Bab lima menjelaskan tentang ekonomi, pertukangan, dan tentang bagaimana mencari penghidupan serta sedikit tentang spesialisasi.
Bab enam berisikan penjelasannya tentang ilmu pengetahuan, dan pendidikan44   
2.   Kitab Al I’bar Wa Diwan Al Mubtada’ Wal Akhbar fi Ayyaam Al ‘Arab Wal ‘Ajam Wal Bar Bar wa man Ashrahum min Dzawi Al Sulthan Al Akbar45. Kitab ini memuat tentang sejarah bangsa Arab, generasi- generasi mereka, kerajaan- kerajaan mereka sejak Khalifah Ar Rasyidi sampai zaman beliau, di samping itu , sejarah bangsa- bangsa lainnyapda zaman itu ditulis beliau juga secara ringkas seperti bangsa Nabatan, Suryani, Parsi, Quthbi, Yunani dan lainnya.46
3.   Kitab ketiga yaitu At Ta’rif bi Ibni Khaldun Wa Rihlatuhu Syarqan Wa Gharban. Buku ini disebut oleh orang Barat sebagai Autobiografie of Ibn Khaldun.47 Buku ini bertutur tentang bangsa Bar Bar dan kerajaannya di Afrika utara.48
Selain beberapa karya yang terkenal tersebut, selagi ia masih menjadi mahasiswa Ibnu Khaldsun telah menulis buku- buku. Akan tetapi ia tidak pernah menyebutnya dalam Muqaddimah, mungkin karena semua itu hanya buku- buku kecil saja, dan buku tentang Afrika utara yang ditulisnya tahun 1401 M untuk Panglima Timur Lenk tak pernah disebutnya karya ilmiah.49
Selain itu beliau juga menulis tentang karya- karya orang di bebagai bidang di antaranya50  :
a.       Ringkasan Kitab Muhashal Al Karif Mutaqaddimin Wa Mutaqakhi karangan Imam Fakhruddin Ar Razi, mengenai tauhid dan teologi.
b.      Menulis tentang tasawuf, kitab itu diterbitkan oleh Paus Agnathaus dengan pendahuluan panjang untuk meyakinkan bahwa itu benar karangan Ibnu Khaldun.
c.       Ringkasan kecil tentang ushul fiqh. Namun Ibnu Khaldun tidak pernah menyebutnya dalam kitabnya at Ta’rif.
d.      Menulis tentang Kitab Burdah, kumpulan kasidah terkenal karangan Al Bushiri yang berisi tentang pujaan terhadap Rasulullah SAW dalam bentuk Syair
e.       Ringkasan Ibnu Khaldun Kitab Ibnu Rusyd tentang logika (mantiq).51
    

1 Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta, Al Amin Press, 1997 )  hal.127
2 Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khaldun, Riwayat dan Karyanya, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta, PT Temprin, 1985) hal. 3
3 Ibid. hal.4
4 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, tej. Ahmadie Thoha, ( Jakarta, Pustaka Firdaus, 1986 ) hal. 1
5 Lihat Osman Raliby, Ibnu Khaldun Tentang Masyarakat dan Negara, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1978 ) hal.15- 16.
7 Ibid. hal. 10.
8 Osman Raliby, OP cit, hal..17,
9 Zainab Al Khudary, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, terj. Ahmad Rafi Usman ( Bandung Puataka, 1981 ) hal.10
10 Lihat Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, (Jakarat, Pustaka Firdaus, 1989 ) hal.   Dari Ta’rif , Ibnu Khaldun, hal.16
11 Ali abdul Wahid Wafi, Op Cit, hal. 11
12 Ibid,
13 A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan dan Negara, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992) hal. 46
14 Osman Raliby, Op Cit, hal 22
15 Zainab Al Khudary, Op Cit,  hal. 10
16 Ali Abdul Wahi Wafi, Op Cit, hal. 12- 13
17 Ibid, hal.1
18 Ibid
21 Nasrudin Thoha, Tokoh- Tokoh Pendidikan Islam di Zaman  Jaya, Imam Ghazali, Ibnu Khaldun, Jakarta, Mutiara, 1979 hal.78
22 Osman Raliby, Op Cit, hal. 20
23 Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal- usul Sosiologi, ( Yogyakarta, Yayasan Nida, 1970)

24 Syafi’I Ma’arif, Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur,( Jakarta, Gema Insani Press, 1996 )  hal.5
25 Ibid, hal.14
26 Ibid, hal.15
30 Nasrudin Thoha, Op Cit, hal. 88- 89
32 Nasrudin Thoha, Op Cit, hal 90
33 Ibid, hal. 91
34 Ibid
35 Ibid, hal. 92
36 Ibid. hal. 58
37 Mukti Ali, Op Cit, hal.57
39 Ibid, hal. 63- 64
39 M A Enan, Ibnu Khaldun : His Life And Work, Lahore, Ashraf Press, 1969 dalam Fuad Baali dan Ali Wardi, Op Cit, hal.11
41 Busyairi Madjidi, Op Cit, hal 159
42 Osman Raliby, Op Cit, hal. 30
43 Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Islam IV, ( Jakarta, Bulan Bintang, 1979 ) hal. 254
44 Lihat Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, terj Ahmadie Thoha.
45 Mukti Ali, Op Cit,  hal. 9
46 Busyairi Madjidi, Op Cit, 129- 130
47 Zainal Abidin Ahmad, Op Cit, hal. 253- 254.
48 Busyairi Madjidi, Op Cit, hal. 130
49 Osman Raliby, Op Cit. hal. 22
50 Ali Abdul Wahid Wafi, Op Cit, hal.171- 173
51 Osman Raliby, Op Cit, hal.23

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Riwayat Singkat Ibnu khaldun dan Pemikirannya"

Post a Comment