Image1

Shalat dalam Perspektif Psikologi Agama

Psikologi Shalat |Makalah Psikologi Shalat |Shalat sebagai Terapi Psikologi | Psikologi dalam Shalat
sholat dalam psikologi| Shalat dalam Perspektif Psikologi

KAJIAN PSIKOLOGI AGAMA TENTANG SHALAT

A. Pengertian Shalat
“Berhadap hati  (jiwa) kepada Allah, yang mendatangkan takut kepada-Nya, serta menumbuhkan didalam jiwa rasa keagungan kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”.1
Dengan kata lain, shalat mendahulukan hajat kita kepada Allah yang diperintahkan dengan perkataan atau pekerjaan, atau dengan kedua-duanya. Sedangkan arti shalat yang menggambarkan rukhush shalat atau jiwa shalat adalah :
“Berhadap kepada Allah SWT dengan khusyu’, ikhlas hadir hati baik dalam berdzikir, baik dalam berdo’a maupun dalam memuji.”2
Berarti maksud dari shalat adalah : Berhadap hati kepada Allah SWT yang mendatangkan rasa takut, menumbuhkan rasa kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan penuh khusyuk, ikhlas. Dalam sebuah bentuk ibadah yang terdiri atas beberapa perkataan dan perbuatan, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan memenuhi syarat dan rukun tertentu, shalat yang demikian yang dapat mewujudkan manusia dalam kategori takwa.

Dasar Perintah Shalat 
Shalat diperintahkan oleh Allah SWT Surat An-Nisa’ :103
فإذا قضيتم الصلوة فاذكروا الله قيما وقعودا وعلي جنوبكم فإذا اطمأننتم فأقيمواالصلوة إن الصلوة كانت على المؤمنين كتابا موقوتا
Bila kamu telah menyelesaikan shalatmu ingatlah kepada waktu berdiri, di waktu duduk dan waktu berbaring, bila kamu telah merasa aman, maka kerjakan shalatmu seperti biasa, sehingga shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya terhadap orang-orang yang beriman”.3

Juga dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam sabdanya
بني الإسلام على خمس اشهادة أن لاإله إلا الله وأن محمدارسول الله وأقام الصلاة وأيتماءالزكاة والحج بيت وصوم رمضان
Islam didirikan dari lima sendi-sendi mengikuti bahwasannya tak ada Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Allah Yang Maha Esa, mengaku bahwasannya Muhammad itu pesuruh-Nya, mendirikan shalat, mengeluarkan   Zakat,   mengerjakan    haji    dan    berpuasa     di    bulan
Ramadhan”.4 (H.R. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar).

Berdasarkan Firman Allah SWT dan Hadist Rasul tersebut, maka jelaslah bahwa shalat adalah ibadah yang diwajibkan atas setiap umat Islam. Shalat adalah kewajiban yang selalu tidak boleh ditinggalkan. Dan memberikan pengertian bahwa shalat adalah ibadah yang esensial dalam kehidupan manusia.
1. Syarat Wajib Shalat


Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu Islam, baligh, berakal, dan suci.5 Shalat itu difardlukan atas tiap-tiap orang mukallaf kecuali tiga orang golongan yaitu :
a.       Orang yang tidak sanggup mengerjakannya dengan syarat lagi
b.      Orang yang pitam (pingsan) hingga keluar waktu
c.       Perempuan yang sedang haid dan nifas.6
Orang sakit pun tetap diwajibkan shalat dengan cara yang ia mampu. Ia dapat shalat dengan berdiri, duduk ataupun berbaring. Orang kafir pun tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat seperti diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Muddatsir ayat 42-43
ماسلككم في سقر. قالوالم نك من المصلين
Mereka tanyakan kepada orang-orang yang berdosa, apakah yang menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka ? Orang-orang yang berdosa lalu menjawab : kami dahulu tidak mengerjakan shalat”.7 ( Q.S Surat Al- Mudattsir : 42-43 )

B.  Hakekat Shalat
Shalat merupakan kesanggupan hati bagi orang-orang yang mencintainya dan merupakan kenikmatan roh bagi orang-orang yang mengesakan Allah  SWT. Shalat adalah puncak keadaan ash-shodiqin dan timbangan keadaan orang-orang yang meniti jalan kepada Allah SWT. Shalat merupakan rahmat Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya. Allah Swt menuntun mereka untuk mengerjakan shalat itu dan memperkenalkannya sebagai rahmat bagi mereka dan kehormatan bagi mereka, supaya dengan shalat itu mereka memperoleh keberuntungan dan kemuliaan dari-Nya karena kedekatan dengan-Nya. 8
Syeh Mansur mengatakan shalat pada hakekatnya merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa dan memperbaiki semangat dan sekaligus pensucian akhlak. Baik pelakunya sendiri, shalat itu merupakan tali penguat yang dapat mengendalikan, ia adalah pelipur lara dan mengamankan dari rasa takut dan cemas, juga memperkuat dan kelemahan dan senjata bagi orang yang merasa terasing.9
Shalat memiliki efek ketenangan, (depresan), seperti bius pada obat-obatan, jika shalat bisa khusyu’ maka seseorang akan lupa (tidak sadar) akan sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Hal ini telah dibuktikan oleh shahabat Nabi yang bernama Ali bin Abi Thalib yang terkena panah dalam peperangan. Ali minta jika panah tersebut di cabut ketika ia sedang shalat, dan ternyata Ali tidak tersa sakit.10
Dimensi lain yang dapat dikemukakan dalam shalat adalah terciptanya kepribadian yang teguh pada diri seseorang. Shalat yang dilakukan secara rutin setiap waktu (berdasarkan waktu yang ditentukan syari’at). Dengan sendirinya akan membentuk kepribadian dalam waktu dan kerja. Menurut Razak, dalam waktu sehari semalam yakni 24 jam, seorang muslim diajarkan untuk menta’ati shalat dan melaksanakan shalat sesuai dengan waktu yang telah di tentukan hal yang demikian akan dapat membentuk kedisiplinan seorang muslim dalam menta’ati aturan kerja dan waktunya.11
Sebenarnya yang mengetahui rahasia shalat atau apa rahasia di balik shalat tentunya hanya Allah Swt dan Rasul-Nya. Namun sebagai manusia yang dibekali akal maka perlu mencari sesuatu sesuai dibalik rahasia shalat sesuai dengan ilmu yang dikaji dalam tulisan ini yaitu psikologi.
Shalat merupakan ibadah yang istimewa di dalam ajaran Islam, baik di lihat dari perintah yang diterima oleh Nabi Muhammad secara langsung maupun dimensi-dimensi yang lainnya. Shalat ini merupakan satu-satunya wahyu yang diterima oleh Muhammad tanpa perantara Jibril atau yang lainnya.
Menurut pandangan para ahli, baik dari psikolog maupun ahli kesehatan, ibadah shalat mengandung unsur terapeutik bagi kesehatan manusia. menurut Djamaluddin Ancok sebagaimana yang di kutip oleh Harianto ada beberapa terapeutik yang terdapat dalam ibadah shalat, antara lain aspek olah raga, aspek meditasi, aspek auto-sugesti dan aspek kebersamaan di samping itu juga mengandung unsur relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan aspek katarsis.12
                        Menurut H.A Saboe, gerakan –gerakan yang terkandung dalam shalat mengandung banyak unsur kesehatan bagi jasmani manusia, maka dengan sendirinya akan memberi efek pula pada kesehatan manusia baik dari sisi rohaniah maupun jasmaniah.13 Lebih lanjut Musbikin mengatakan bahwa shalat bukan hanya sebuah kewajiban yang harus dikerjakan dan dipatuhi oleh setiap muslim, tetapi juga perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga mereka merasakan manfaat positif dari shalat. Sisi lain dari shalat itu adalah aspek terapeutik dalam setiap gerakan dalam shalat.14
Usman Najati berkata, berdirinya seseorang manusia di saat shalat dihadapan Allah Swt dalam keadaan khusyu’ dan tadharru’ dapat memperkuat dirinya dalam memunculkan kekuatan rahani (Thaqah Ruqiyyah), sehingga timbullah rasa kebeningan ruhani, ketenangan hati dan keamanan jiwa. Pada saat shalat seorang manusia dapat mengenyahkan problem dan kerenyahan hidup, serta menyirnakan pikiran terhadapnya. Berdirinya seseorang dalam keadaan khusyu’ dan konsentrasi sempurna di hadapan Tuhannya, dapat membangkitkan rasa santai, kedamaian jiwa dan ketenangan akal.15 Keadaan santai, damai dan tenang yang ditimbulkan shalat tersebut pengaruhnya merupakan terapi penting dalam mengendorkan otot yang tegang sebagai akibat hiruk-pikuk kehidupan yang di alaminya. Selain itu, rasa tentram tersebut dapat menekan depresi jiwa yang bernilai tak terhingga bagi orang-orang tertentu. Oleh karena itu shalat adalah rehat yang paling efektif bagi jiwa yang sedang galau (depresi) dan hati yang sedang resah.
Hakekat shalat dalam pandangan ghazali adalah bahwa seseorang yang shalat itu ia dalam keadaan bermunajat kepada Tuhan-nya, Khusyu’ dengan menghadirkan hati kepada Allah.16
Oleh karena itu menurut Ghazali seorang muslim yang hendak melakukan shalat selakyaknya bersikap rendah hati memelihara kekhusyu’an, menampakkan kehinaan, menghadirkan kalbu, menghilangkan rasa was-was dan menghindari perbuatan baik lahir maupun batin, menenangkan anggota badan. Menundukkan kepala dan melatakkan tangan kanan di atas tangan kiri, menghayati bacaan dan mengucapkan takbir dengan penuh keta’dziman. Melakukan ruku’ dengan penuh ketundukkan, sujud dengan penuh kekhusyu’an, bertasbih dengan penuh keagungan, mengucapkan syahadat dengan penuh persaksian, memberi salam dengan penuh kasih sayang, mengakhiri shalat dengan penuh rasa takut dan berusaha mencari keridhaan Allah SWT.17
Apabila ini dilakukan dengan baik dalam shalat niscaya akan berpengaruh terhadap jiwanya dan dapat memberikan perasaan yang tenang, tentram dan damai serta bebas dari beban.

C. Tujuan dan Hikmah Shalat


1. Tujuan Shalat
Allah mewajibkan sesuatu kepada manusia bukan untuk kepentingan-Nya, akan tetapi justru untuk kebaikan manusia itu sendiri supaya mereka dapat mencapai derajat taqwa yang dapat mensucikan diri mereka dari kesalahan dan kemaksiatan, sehingga mendapatkan keridhaan dan surga-Nya serta dijauhkan dari api neraka.
Dengan demikian, kewajiban shalat atas manusia mempunyai beberapa tujuan yaitu :
    1. Untuk mengingat Allah SWT
    2. Untuk menghindari ancaman Allah SWT
    3. Sebagai manifestasi kepatuhan dan ketaatan manusia kepada Allah.
Seseorang dengan hati yang selalu ingat kepada Allah akan mendapatkan kekuatan baru dalam menghapi segala problema hidupnya.


2.   Hikmah Shalat
Allah mewajibkan shalat kepada manusia, jelas mempunyai nilai. Nilai tersebut berupa hikmah kebaikan yang akan manusia dapatkan baik di dunia maupun di akherat jika manusia melaksanakannya. Adapun hikmah yang dapat diambil dari shalat antara lain:
1).   Mendekatkan diri kepada Allah SWT
Shalat merupakan sarana langsung manusia berdialog dengan Tuhannya. Shalat tersebut akan mempererat hubungan manusia dengan Tuhannya yang diwajibkan dalam bentuk perkataan dan perbuatan di dalam shalat.
2)   Membentuk kepribadian muslim
Sifat kepribadian yang dapat dibentuk apabila menjalankan ibadah shalat dengan baik, adalah:
a)      Mendidik sikap disiplin dan tanggung jawab
Melaksanakan shalat merupakan manifestasi kesalehan dan ketaatan manusia kepada Allah. Suatu ibadah yang harus dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, mengingat manusia akan rasa tanggung jawab, shalat yang tepat waktu merupakan bentuk latihan yang sempurna dalam membangkitkan kesadaran.kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
b)      Menimbulkam jiwa yang tenang
Shalat merupakan sarana untuk selalu mengingat Allah, hal ini di tegaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du ayat 28:
ألذين أمنوا وتطمئن قلوبهم بذكرالله ألابذكرالله تطمئن القلوب.

"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati menjadi tentram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan selalu mengingat Allah-lah, Maka hati akan menjadi tentram”.

Tidak gelisah, tidak takut atau khawatir sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du ayat 28 tersebut. Selain itu jiwa yang tenang juga dapat menghilangkan gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan hilangnya keseimbangan jiwa.
c)      Terhindarnya manusia dari perbuatan keji dan mungkar.
Shalat juga dapat memelihara seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Hal tersebut dikarenakan shalat mampu memberikan nilai-nilai kebajikan jika dilaksanakan dengan kusyu’, seperti ditegaskan Al-Qur’an dalam Surat Al-Ankabut ayat 45 :
ان الصلوة تنهىعن الفحشا ء والمنكر
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”.

d)      Memupuk rasa solidaritas, persatuan dan kesatuan
Dengan melakukan shalat berjama’ah yang dilakukan dua orang atau lebih akan menumbuhkan sikap solidaritas umat. Menambah ukhuwah Islamiyah. Setalah selesai shalat umat bersalaman sehingga akan memepererat tali hubungan persauadaraan dan kesatuan.
e)      Menjaga kesehatan jasmani
Dengan shalat seseoarang akan sehat secara jasmani karena shalat terdiri dari gerak tubuh seperti ruku’, sujud yang dapat menguatkan otot-otot punggung dan otot-otot lainnya. Sebagai contoh shalat subuh setelah semalaman orang tidur dengan melakukan shalat maka otot-otot akan tergerak.
Untuk memperoleh hikmah-hikmah tersebut maka seseorang harus menjalankan shalat yang dilakukan secara terus-menerus dan sempurna baik rukun syarat dan kekhusyukan  serta menghadirkan diri. Agar ketenangan dan ketentraman hati selalu menemani dalam hidupnya harus selalu ingat kepada Allah SWT dan agar hati selalu dapat ingat Allah, maka kontinuitas dan kualitas kekusyu’an shalatnya harus dijaga. Dengan kata lain, apabila seseorang tidak dapat menjaga kontinuitas dan kualitas shalatnya, maka gelisahnya tidak mungkin akan selalu pisah darinya.18

D.  Shalat Sebagai Aktivitas Ibadah

Ibadah adalah jenis tertinggi dari ketundukan dan kerendahan diri di hadapan Allah, hal ini mengingatkan bahwa tujuan penciptaan alam semesta serta diutusnya para Nabi dan Rasul adalah untuk ibadah.19
Ada beberapa pengertian yang harus kita hayati dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, yaitu :
a.       Seluruh anggota badan harus tunduk, patuh, dan sujud kepada Allah SWT
b.      Tunduk dan patuh itu atas perintah hati yang sudah sadar akan keagungan Allah.  Jadi bukan tunduk dan patuh seperti orang pencuri dihadapan polisi
c.       Hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Agung seperti itulah yang boleh disembah, bukan kepada Tuhan buatan manusia atau menurut khayalannya,  apalagi kepada manusia.20
Shalat dengan Khusyu’
Khusyu’ merupakan perkara besar dalam shalat. Mewujudkan khusyu’ dalam shalat adalah wajib, karena khusyu’ itu syarat syahnya shalat, bukan suatu yang disunatkan saja.21
Fenomena khusyu’ nampak dalam ucapan dan gerakan shalat dalam ruku’ yakni dengan kerendakan punggung dan rukun yang sempurna adalah menundukkan dan merendahkan hati kepada Allah SWT, sehingga dengan begitu sempurna akan ketundukan seorang hamba.
Sujud juga fenomena khusyu’ yang paling terlihat, didalamnya terdapat sikap rendah hati, dan hina seorang hamba kepada Tuhan-Nya. meletakkan segala atribut kemuliaan dan keagungan manusia di atas tanah. Dengan kehormatan, kerendahan dan kekhusyu’an hatinya kepada Allah dengan ucapan ketika ruku’ dan sujud untuk mensifati Tuhannya dengan sifat keagungan-Nya seraya berseru :
سبحان ربي العظيم  : Maha suci Tuhanku Yang Maha Agung
سبحان ربي الأعلى  : Maha suci Tuhanku yang Maha luhur                                         

Oleh karena itu, sekiranya shalat telah dilakukan dengan penuh kerendahan hati dan kekhusyu’an dan memenuhi syarat rukunnya. Selanjutnya kita serahkan kepada Allah dengan penuh harapan, semoga diterima sebagai aktifitas ibadah yang sempurna. Karena sesungguhnya orang-orang yang bershalat itu ialah orang-orang yang bermunajat dengan Tuhannya, maka apabila kita bicara dengan Tuhan, sedang hati, ingatan kita menerawang kemana-mana, tiadalah sekali-kali dinamai bermunajat.22
Orang yang telah melaksanakan shalat secara khusyu’ semacam itu, akan tumbuh dalam hatinya empat nilai moral atau akhlak mulia dalam dirinya yaitu :
1.      Sabar dan tabah menjalankan ibadah menghadapi musibah
2.      Khusyu’ dalam menjalankan ibadah, karena yakin berhadapan dengan Allah. Sewaktu shalat itu dan mengharapkan akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat
3.      Sifat Qona’ah, yaitu rasa puas terhadap apa yang ada dalam hal keduniaan, orang semacam itu akan selalu bersyukur kepada Allah, dalam keadaan yang sulit sekalipun
4.      Zuhud, yang berati tidak terpengaruh oleh kegunaan dalam keadaan miskin tidak menjadikan diri merasa melarat dan merasa rendah diri dan dalam keadaan kaya tidak menjadikannya angkuh dan sombong kepada orang atau lupa kewajibannya terhadap Allah dan sesama manusia.23
5.      Berdirinya manusia di hadapan Allah dengan khusyu’ dan tunduk akan membekalinya dengan suatu tenaga rohani yang menimbulkan dalam dirinya perasaan  yang tenang, jiwa yang damai dan kalbu yang tentram dalam shalat manusia mengarahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Allah. Berpaling dari kesibukan dan problem dunia dan tidak memikirkan sesuatu kecuali Allah Swt. Keterpalingan itu akan menimbulkan pada diri manusia itu, keadaan yang tenang dan pikiran yang terbebas dari beban hidup.

E.  Shalat dalam Tinjauan Psikologi Agama         

Banyak sekali kebutuhan yang dimiliki oleh setiap manusia, baik kebutuhan fisik, psikis maupun yang bersifat sosial. Kegagalan dalam mengatasi problem tersebut akan menimbulkan frustasi. Upaya untuk menyelesaikan dan mengatasi itu dilakukan oleh manusia dengan berbagai cara, salah satunya dengan sikap keagamaan.
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama, sikap keagamaan tersebut oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif. perasaan terhadap agama sebagai unsur efektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif.24
Sikap keagamaan seseorang juga dipengaruhi dalam diri manusia. Untuk tempat meminta pertolongan setiap kali tertimpa musibah. Diantara berbagai faktor yang membantu membangkitkan dorongan beragama dalam diri manusia adalah berbagai bahaya yang dalam sebagian keadaan yang mengancam kehidupannya, menutup pintu keselamatan tiada jalan berlindung kecuali kepada Allah SWT. Maka dengan dorongan alamiah yang dimiliki itu iapun kembali kepada Allah guna meminta pertolongan dan keselamatan kepada-Nya dari berbagai bahaya yang mengancamnya.25
Seperti telah dikemukakan dalam bab I, bahwa psikologi agama atau ilmu jiwa agama adalah meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme  yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya karena keyakinan tersebut masuk dalam konstruksi kepribadiaannya.26 Kajian psikologi yang dimaksud adalah mengenai proses kejiwaan  seseorang terhadap agama serta pengaruhnya dalam kehidupannya pada umumnya.27
Melalui pengertian diatas dapat diamati bagaimana fungsi dan peranan keyakinan terhadap sesuatu sebagai agama kepada sikap dan tingkah laku lahir dan  batin seseorang. Dengan kata lain bagaimana pengaruh keberagaman terhadap proses dan kehidupan dan kejiwaan hingga terlihat dalam sikap dan tingkah laku lahir dan tingkah laku batin (berfikir, meraba atau emosi) salah satu pengaruh keberagamaan yang di maksud adalah shalat.
Hubungan dengan shalat dalam tinjauan psikologi agama dapat dilihat bagaimana shalat dapat ,menambah dan menimbulkan rasa keyakinannya kepada  Tuhan. Keyakinan tersebut juga mampu mempengaruhi berbagai perasaan seperti tentram, damai, tenang, tawakal dan seterusnya.
Hal ini tidak terlepas dari hakikat shalat itu sendiri yang mengisyaratkan bahwa didalamnya terkandung adanya hubungan antara manusia dan Tuhannya. Shalat dalam tinjauan psikologi agama adalah sebagai aktifitas agama yang mengandung didalamnya unsur-unsur tasawuf yaitu shalat yang dikerjakan dengan pemahaman, penghayatan dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yang memberikan manfaat serta mewarnai kehidupan manusia sehingga membawa dampak positif dalam pribadi dan makhluk di sekitanya. Shalat yang dilakukan dengan sempurna baik lahir maupun batin dengan menghadirkkan hati kepada bermunajat serta khusyu’ atau tidak berpaling ke selain Dia. Akan hilang dalam dirinya rasa dengki, rakus, tamak, dan semua sifat tercela lainnya yang akan menimpa dalam dirinya
Oleh karena itu, dalam kajian psikologi agama shalat akan menimbulkan pada manusia hikmah-hikmah dan tujuan-tujuan yang terkandung didalamnya, yang akan memantulkan pada diri manusia keadaan yang tentram, jiwa yang tenang dan pikiran yang bebas dari beban.



1T.M Hasbi, Ash- shiddieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta: Bulan Bintang. 1951), hlm. 67.
2 Ibid, hlm, 4.
3 Bachtiar Surin, Depag RI, Op.Cit, hlm. 193.
4 T.M. Hasbi Ash-Shiddiqiey, Op. Cit, hlm. 66.
5 Lahmudin Nasution, Op. Cit, hlm. 57.
6 T.M Hasbi Ash-shiddiqiey, Op. Cit, hlm. 68.
7 Bachtiar Surin, Depag RI, Op. Cit, hlm. 1360.
8 Ibnul Qoyyim Al-Jauyiah, Lezatnya Shalat, Alih Bahasa : Kathur Suhardi,             (Jakarta : Darul Falah, 2002), hlm. 13.
9 Musthafa mansur, Berjumpa Allah Swt lewat Shalat, Alih Bahasa: Abu Fahmi       (Jakarta: Gema Insani Pers, 2001), hlm. 18.
10 Casmini, “Keistimewaan Shalat ditinjau dari Aspek Psikologi dan Agama”, dalam Hisbah, Vol.1/no.I/Januari-Desember 2002, hlm. 89.
11 Ibid., hlm. 90.
12 Sentot Harianto, Psikologi Shalat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), hlm. 62.
13 A. Saboe, Hikmah Kesehatan dalam Shalat, (Bandung: Al-Ma’arif, 1978), hlm. 10.
14 Imam Musbiqin, Rahasia Shalat bagi Penyembuhan Fisik dan Psikis,           (Yogyakarta: Mitra pustaka, 2004), hlm. 133.
15 Amir An-Najar, Mengobati Gangguan Jiwa: Terapi Spiritual Menghadapi Stress, (Bandung: Hikmah, 2004), hlm. 82.
16 Al-Ghazaali, Rahasia-rahasia Shalat, Terj. Muh Al-Baqir, (Bandung: Kharisma, 1994), hlm. 56.               
17 Al-Ghazali,  Risalah-risalah Al-Ghazali.Terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm. 22.
18 Zakiah Daradjat, Jilid I, Ilmu Fiqih, ( Jakarta : Dana Wakaf, 1993), hlm. 72.
19 Muchsin Qira’ati, Pancaran Cahaya Shalat,  Cet ke-2,( Bandung : Pustaka Hidayah, 19970, hlm. 36.
20 Abu Bakar Muhammad, Pembinaan Manusia dalam Islam, ( Surabaya : Al- Ikhlas, 1994), hlm. 402.
21 Taman Hasbi Asy-Shiddiqiey, Op. Cit, hlm. 81.
22 Ibid, hlm. 83.
23 Abu bakar Muhammad, Op. Cit, hlm. 413-414
24 Jalaluddin, Psikoligi Agama, ( Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 211
25 Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa,( Bandung : Pustaka, 1985 ), hlm. 41.
26 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta : Bulan Bintang, Cet I,) 1976, hlm. 2.
27 Ibid, hlm. 3.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Shalat dalam Perspektif Psikologi Agama"

Post a Comment