Manajemen Pondok Pesantren Surya Buana Magelang
Makalah Manajemen Pondok Pesantren |Manajemen pondok pesantren
B.
Urgensi Manajemen Dalam Organisasi
Dakwah
C. Fungsi-fungsi Manajemen Dan Implementasinya dalam
penyelenggaraan dakwah
Refference
MANAJEMEN PONDOK PESANTREN SURYA BUANA
DALAM PENGORGANISASIAN TERHADAP
PENGEMBANGAN
TAREKAT QODIRIYYAH NAQSABANDIYYAH
DI DESA BALAK KECAMATAN PAKIS KABUPATEN MAGELANG
A. Penegasan
Istilah
Judul skripsi ini ”
Manajemen Pondok Pesantren Surya Buana Dalam Pengorganisasian Terhadap
Pengembangan Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah
Di Desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang”. Untuk memberikan gambaran
secara jelas maksud istilah pada judul di atas, sehingga terhindar dari interprestasi
yang keliru, maka perlu ditegaskan istilah operasional yang terdapat dalam
judul tersebut sebagai berikut :
1. Manajemen
Dalam Webster’s
New Colegiate Dictionary, disebutkan bahwa kata manajemen bersal dari to manage yang berasal dari bahasa Itali “managgio” dari kata dari kata “managgiare” yang diambil dari bahasa
Latin mamusyang berarti : tangan (hand). Kata mange dalam kamus tersebut diberi arti : 1) to direct and control (membimbing dan mengawasi). 2) to treat with care (memperlakukan dengan seksama. 3) to carry on business or affair (mengurus perniagaan, atu
urusan-urusan/ persoalan0persoalan). 4) to
achiave one’s purpose (mencapai tujuan tertentu).
Pengertian-pengertian manajemen dalam kamus tersebut
di atas, memberikan gambaran bahwa manajemen itu adalah suatu kemampuan atau
ketrampilan membimbing, mengawasi dan memperlakukan/ mengurus sesuatu dengan
seksama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.[1]
Adapun manajemen dalam skripsi ini adalah pengelolaan
suatu Pesantren, yakni Pondok Pesantren Surya Buana Dalam Pengorganisasian
Terhadap Pengembangan Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah Di Desa Balak Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang.
2. Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan
pengajaran Islam yang sekaligus sebagai lembaga pengkaderan.[2]
Disamping itu juga merupakan pusat pengembangan dan penyebaran ilmu-ilmu
keIslaman yang mempunyai lima elemen dasar tradisi, yakni Pondok, masjid,
santri pengajian kitab klasik dan kyai.[3] Orang
yang dianggap pertama kali mendirikan pondok pesantren di Indonesia adalah
Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang dari didikan beliau banyak menghasilkan para
muballigh Islam yang tersebar ke seluruh pulau Jawa.[4]
Pondok pesantren yang dimaksud di sini adalah Pondok
pesantren Surya Buana Di Desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang yang
menjadi studi lapangan dalam skripsi ini.
3. Pengorganisasian
Pengorganisasian atau organizing dirumuskan sebagai
berikut :
“Keseluruhan aktivitas manajemen dalam
mengelompokkan orang-orang serta penetapan tugas, fungsi, wewenang, serta
tanggung jawab masing-masing dengan tujuan terciptanya aktivitas-aktivitas yang
berdaya guna dan berhsil guna dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu”.[5]
Pengorganisasian yang dimaksud di sini adalah keseluruhan
aktivitas manajemen Pondok Pesantren Surya Buana terhadap Tarekat Qodiriyyah
Naqsabandiyyah Di Desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.
4. Pengembangan
Pengambangan berasal dari kata dasar kembang yang
mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” (simulfiks pe-an).[6]
Yang berarti bertambah sempurna atau membuat bertambah sempurna.[7] Pengembangan
yang dimaksud di sini adalah berkembangnya Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah Di
Desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang, yakni peningkatan secara
kwantitas.
5. Tarekat Qodiriyyah
Naqsabandiyyah.
Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah merupakan terakat baru yang di dalamnya
terdapat perpaduan dari unsure-unsur pilihan ajaran Qodiriyyah dan
Naqsabandiyyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khotib Ibn Abd. Al - Ghoffar Sambas. Namun dalam
prakteknya unsur-unsur Qodiriyyah lebih dominan dari pada Naqsabandiyyah.[8] Doktrin
Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah di Pondok Pesantren Surya Buana pada dasarnya
merupakan ajaran murni dari Pondok Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya ( Jawa
Barat ) yang sekarang di pimpin oleh Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul A’arifin
atau Abah Anom.
6. Desa Balak.
Desa Balak adalah sebuah Dusun terpencil yang jauh
dari kebisingan dan hiruk pikuk kota . Dusun ini terletak
di lereng Gunung Balak, sebuah Bukit
kecil yang berada di desa Losari,kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang,
berketinggian 1500 M dari permukaan laut dengan suhu udara 33 derajat celcius,
15 KM arah timur dari kota Magelang.[9] Di
daerah inilah lokasi berdirinya pondok pesantren Surya Buana yang merupakan
lokasi studi penelitian.
Berdasarkan penegasan-penegasan istilah tersebut di
atas, maka yang dimaksud penelitian yang berjudul “Manajemen Pondok Pesantren Surya Buana Dalam Pengorganisasian Terhadap
Pengembangan Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah
Di Desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang” adalah suatu
penelitian tentang Pengorganisasian terhadap serangkaian aktivitas Tarekat
Qodiriyyah Naqsabandiyyah Di Desa Balak
Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang yang terkelola secara baik oleh Pondok
Pesantren Surya Buana berdasarkan implementasi fungsi-fungsi dasar dalam
manajemen pesantren.
B. Latar
belakang masalah
Agama Islam adalah salah satu agama samawi yang
diturunkan ke muka bumi ini melelui Nabi
Muhammad SAW. Ajaran Islam bersumber kepada
Al-Qur’an dan Al-Hadits, adapun
penjabarannya bisa diklasifikasikan menjadi tiga, yakni ; ajaran Tauhid (teologi), Syari’ah (hukum) dan Ihsan
(tasawuf). Setiap ajaran tersebut memiliki aliran-aliran yang lahir atas hasil
ijtihad atau penafsiran para ulama. Seperti halnya di dalam ajaran tasawuf
terdapat banyak alairan-aliran tarekat.
Tarekat berkembang di Indonesia , khususnya di pulau Jawa
adalah sejalan dengan proses Islamisasi, sehingga dalam berbagai hal telah
mewarnai kehidupan keagamaan umat Islam. Dan dikatakan oleh Zamakhsyari Dhofier
bahwa tarekat yang paling banyak pengikutnya di pulau Jawa adalah Tarekat
Qodiriyyah Naqsabandiyyah. Tarekat ini pada umumnya berkembang pesat melalui
pondok-pondok pesantren di berbagai daerah.[10]
Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat
peyebaran agama Islam, lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan
kedatangan Islam di negeri kita. Berdirinya sebuah pondok pesantren tidak bisa
lepas dari kehadiran seorang Kyai yang biasanya pernah bermukim bertahun-tahun
bahkan berpuluh-puluh tahun untuk mengaji dan mendalami pengetahuan agama Islam
di Makkah atau di Madinah dan negara Islam lainnya, ataupun pernah mengaji pada
seorang kyai di tanah air.
Seperti halnya di kawasan Magelang dan sekitarnya
sudah sudah ada dan bahkan banyak yang telah mengamalkan Tarekat sebelum adanya
Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah dari Pondok Pesantren Suryalaya. Dan jauh
sebelum Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Kab. Magelang dibuka secara resmi, kegiatan mujahadah
dzikir telah dirintis oleh Ahmad Sirrullah baik secara pribadi maupun secara
bersama-sama dengan teman dekatnya. Setelah Ahmad Sirrullah mengambil talqin
dzikir dan mengenalkan kepada beberapa
remaja, kegiatan mujahadah yang konsentrasinya adalah mengamalkan dzikir
tersebut dipusatkan di salah satu ruangan yang dijadikan tempat sholat untuk
keluarga. Satu ruangan dengan ukuran kurang lebih 3 x 3 m² di pojok rumah orang
tuanya, mula-mula yang mengikuti hanya satu dua remaja saja.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan
keadaan, masyarakat yang mengikuti
kegiatan pendekatan diri kepada Allah tersebut semakin banyak. Maka untuk
kelancaran kegiatan tersebut dibangunlah
sebuah Musholla di sebelah ruangan tempat sholat keluarga. Musholla ini
dinamakan Musholla Al Akbar. Dan selanjutnya menjadi tempat kegiatan mereka
yang telah mengambil talqin dzikir dari Pangersa Abah Anom.
Dan untuk bisa menampung jama’ah yang banyak dalam
acara bulanan yaitu Manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani, acara yang semula
dilaksanakan di Musholla Al Akbar tersebut dipindahkan tempatnya di musholla Al
Husain. Dan perkembangan jam’ah yang semakin banyak menjadikan musholla Al Husain tidak lagi
mampu menampung jama’ah acara manaqib
dan memberikan inspirasi kepada Ahmad Sirrullah
untuk membuka satu tempat baru di
ujung barat laut dusun Balak untuk menjadikan pusat pembeinaan dan
pengembangan Tarekat Qodiriyyah
Naqsabandiyyah. Maka dengan memohon kekuatan kepada Allah SWT, yakin akan
pertolongan tersebut dan kuasa-Nya dibukalah areal baru tersebut dengan nama
“SURYA BUANA”.[11]
Tercatat babarapa kegiatan pernah dilaksanakan di
tempat tersebut bersamaan dengan penggarapan lokasi masjid. Di antara kegiatan
yang menonjol antara lain mengkhatamkan Al Qur’an 30 juz selama puasa Romadlon
dengan ditambah i’tikaf menjelang Maghrib, menunggu berbuka puasa bersama, di
samping tentunya mujahadah dzikir yang merupakan pokok kegiatan.
Kegiatan lain yang pernah dilakukan di tempat
tersebut adalah pendalaman materi kethoriqotan. Kajian beberapa kitab yang
menerangkan seluk beluk thoriqot dilakukan seminggu sekali, dan berlangsung
beberapa bulan.[12]
Dengan melihat perkembangan Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah di Pondok
Pesantren Surya Buana yang begitu pesat dalam kurun waktu yang sangat singkat,
maka Penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai Manajemen Pondok
Pesantren Surya Buana dalam pengorganisasian terhadap pengembangan Tarekat
Qodiriyyah Naqsabandiyyah di desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang, yang
juga berkaitan dengan jurusan penulis, yakni jurusan Manajemen Dakwah dan belum
ada penulis manapun yang pernah melakukan penelitian yang ada kaitannya dengan
judul yang peneliti diajukan.
C.
Rumusan masalah
Dengan mengacu pada latar belakang masalah tersebut di
atas dan juga untuk membatasi serta memudahkan analisa penelitian, maka dapat
penulis rumuskan sebagai berikut :
1.
Bagimana manajemen yang diterapkan
di Pondok Pesantren Surya Buana dalam pengorganisasian terhadap pengembangan
Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah ?
- Apa yang menjadi faktor pendukung dan faktor
penghambat Pesantren Surya Buana dalam pengorganisasian tersebut ?
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendiskripsikan implementasi dari fungsi-fungsi
dasar manajemen oleh Pondok Pesantren Surya Buana dalam pengorganisasian
terhadap pengembangan Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah Di Desa Balak Kecamatan
Pakis Kabupaten Magelang.
2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan faktor
yang menghambat Pondok Pesantren Surya Buana dalam pengorganisasian tersebut.
E.
Kegunaan Penelitian
1. Secara
akademika diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan keilmuan teoritis
dan praktik tentang manajemen pesantren.
2. Secara
praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan bahan masukan bagi
sebuah organisasi atau lembaga dakwah formal maupun non formal.
F.
Kerangka Teoritik
1. Tinjauan tentang Manajemen
A. Pengertian manajemen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian
manajemen adalah Proses penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.[13]
Sedangakan menurut G. R. Terry, pengertian manajemen
adalah
suatu proses yang
khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta
sumber-sumber lain.[14]
Definisi yang senada juga dikemukakan oleh Drs. M. Manullang bahwa
Manajemen
adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan
pengawasan dari pada sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan terlebih dahulu.[15]
Dari ketiga definisi tersebut di atas maka pengertian
Manajemen adalah suatu proses penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan.
B.
Urgensi Manajemen Dalam Organisasi
Dakwah
Pelaksanaan dakwah secara terorganisir dalam satu
organisasi/ lembaga akan membawa manfaat yang relative lebih besar dari pada
pelaksanaan dakwah secara perorangan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain :
- Dapat membuat perencanaan secara lebih terperinci,
sehingga mudah melaksanakannya dengan cara mendistribusikan tugas-tugas
dakwah kepada subyek dakwah.
- Memudahkan pemilihan tenaga-tenaga pelaksana yang
sesuai untuk melaksanakan tugas dakwah, serta sarana-asarana yang
diperlukan dalam penyelenggaraan dakwah.
- Dapat mengkoordinir kemampuan-kemampuan dan
keahlian-keahlian subyek dakwah secara terpadu dalam suatu kerangka kerja
sama untuk diarahkan kepada pencapaian sasaran dakwah.
- Setelah adanya tenaga-tenaga pelaksana yang
melaksanakan tugas-tugas dakwah sesuai dengan wewenang dan menurut
kemampuan dan keahlian masing-masing, serta adanya koordinasi secara
baik. Hal ini akan memudahkan dalam pengendalian dan pengevaluasian
penyelenggaraan dakwah.[16]
Aktualisasi keempat manfaat dari pengorganisasian
dakwah tersebut di atas pada dasarnya sangat tergantung kepada pimpinan
organisasi, sejauh mana pimpinan organisasi dakwah mampu menyelenggarakan
manajemen yang meliputi ; perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakan (aktuiting) dan pengawasan (Controlling) dalam mencapai tujuan
dakwah secara efektif dan efesian. Maka jelaslah betapa pentingnya peranan manajemen
bagi organisasi/ lembaga dakwah.
C. Fungsi-fungsi Manajemen Dan Implementasinya dalam
penyelenggaraan dakwah
Dari pengertian tentang manajemen sebagaimana
tersebut di atas, dapat disebutkan bahwa menyelenggarakan manajemen pada
hakekatnya adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen.
Dalam pembahasan ini, penulis akan menggunakan
fungsi-fungsi manajemen dari rumusan G. R. Terry, yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling dengan modivikasi
seperlunya yang selanjutnya diimplementasikan dalam manajemen pondok pesantren Surya Buana
dalam pengorganisasian terhadap pengembangan Tarekat Qodiriyyah Naqsabandiyyah
di dusun Balak Losari Pakis Magelang.
I.
Planning ( Perencanaan )
Perencanaan meliputi tindakan, memilih dan
menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai
masa yang akan datang dalam hal memvisualisasi serta merumuskan
aktivitas-aktivitas yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai
hasil-hasil yang diinginkan.[17]
Dalam kaitannya dengan proses pembuatan perencanaan dapat
dilakukan melalui tujuh langkah sebagai berikut :
1). Perkiraan
dan perhitungan masa depan.
2). Penentuan dan perumusan dalam rangka pencapaian
tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya.
3). Menetapkan tindakan-tindakan dakwah dan
prioritas
pelaksanaannya.
4). Penetapan metode
5). Penetapan dan penjadwalan waktu
6). Penetapan lokasi ( tempat)
7). Penetapan biaya, fasilitas dan faktor-faktor
lain yang diperlukan.[18]
II.
Organizing ( Pengorganisasian
)
Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan dakwah, pengorganisasian dapat dirumuskan sebagai proses
rangkaian tindakan dari pemimpin organisasi dakwah untuk membagi-bagi tugas
kerja dakwah dalam suatu kerangka organisasi sebagai wadahnya dan mengadakan koordinasi di antara unit-unit satuan
organisasi tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa proses pengorganisian (organizing)
dakwah dapat dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1). Melaksanakan pembagian tugas
kerja dakwah sebagai operasionalisasi perencanaan dakwah yang telah ditetapkan,
dengan membentuk unit-unit satuan kerja (depertentasi0 sehingga terjadi
pensrukturan (structuring) dalam organisasi dakwah.
2). Pemilihan tenaga-tenaga pelaksana dakwah
untuk ditempatkan pada unit-unit kerja (staffing) secara tepat, sesuai dengan
fungsi dan tugas dari unit-unit kerja tersebut dengan prinsip “ the right man
in the right please “, serta
pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada pelaksanaan dakwah secara
seimbang, sesui dengan bobot unitnya.
3). Menentukan tugas dan fungsi (functionalizing) bagi tenaga pelaksana
dakwah dan unit, serta mengkoordinasikan di antara unit-unit tersebut dalam
satuan organisasi untuk mencapai tujuan dakwah[19].
III.
Actuiting ( Penggerakan)
Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan dakwah, actuiting
(penggerakan) dapat didefenisikan sebagai upaya merangsang para tenaga
pelaksana dakwah untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan penuh keikhlasan,
dengan melalui tindakan-tindakan tertentu, sehingga mereka mempunyaiaktivitas
dan kreativitas dalam mencapai tujuan dakwah yang telah direncanakan dan
diputuskan.[20]
Penggerakan tenaga0tenaga pelaksana
dakwah dapat dilaksanakan dengan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Pemberian motivasi
2. Pembimbingan
3. Penjalinan hubungan
4. Penyelenggaraan kominikasi
IV.
Controlling ( Pengawasan)
Dalam suatu penyelenggaraan dakwah,
controlling (pengawasan) adalah
merupakan keseluruhan dari kegiatan-kegiatan untuk membandingkan atau mengukur
dan mennilai proses dan hasil kerja dakwah dengan kreteria-kreteria,
norma-norma standar atau rencana-rencana sebelumnya yang telah ditetapkan.[22]
Pengawasan (controlling) dalam menyelenggarakan dakwah dapat dilakukan dengan
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1.
Menetapkan standar (alat ukur)
2.
Mengadaan pemeriksaan dan
penelitian terhadap pelaksanaan tugas dakwah yang telah ditetapkan.
3.
Membandingkan antara pelaksanaan
tugas dengan standar.
Yang dimaksud dengan standar (alat
pengukur) di sini yakni standar untuk menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan
dakwah.
Standar diperoleh dari perencanaan
yang telah terjabarkan dalam target-terget yang dapat diukur, baik secara
kwantitas, kwalitas, waktu maupun biaya.
Setelah ditetapkan standar, selanjutnya
meneliti dan memeriksa pelaksana tugas dakwah untuk menegetahui sejauh mana
perencanaan dakwah yang telah ditetapkan. Hal ini dapat diketahui dengan cara
observasi langsung, laporan-laporan baik secara tertulis maupun lisan.
Langkah berikutnya, hasil dari
pemeriksaan dan penelitian dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
Dari sini dapat diketahui tentang
factor-faktor yang mendukung maupun juga yang factor-faktor yang menghambat
dalan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.
Dan dengan diketahui adanya
factor-faktor yang menghambat dari hasil pemeriksaan tersebut, maka dapat
selanjutnya dilakukan tindakan-tindakan pencegahan (prefentif) jika masih dalam
proses penyelenggaraan dakwah. Dan dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan
(kuratif) jika penyimpangan diketahui setelah kegiatan atau penyelenggaraan
dakwah berakhir.
G. Tinjauan Pustaka
Pesantren salah satu lembaga
pengajaran yang ada di Indonesia ,
bahkan merupakan lembaga tertua yang sampai saat ini masih survive. Survive nya
pesantren ini menarik minat banyak kalangan untuk mempelajarinya,
khususnya di kalangan para pengamat
pendidikan Islam di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena sejak dilancarkannya
perubahan modernisasi pendidikan Islam
di berbagai kawasan dunia muslim, tidak banyak lembaga pendidikan tradisional
Islam seperti pesantren yang mampu bertahan. Umumnya lembaga tersebut lenyap
setelah tergusur oleh ekspansi system pendidikan umum.
Tertariknya banyak kalangan
terhadap pesantren dibuktikan dengan telah banyaknya studi-studi yang mengenai
pesantren. Seperti halnya studi yang dilakukan oleh Martin Van Bruinessen
(1995) lebih menitik beratkan pengamatan pada pesantren sebagai salah satu
bentuk tradisi Islam di Indonesia, dan melihat keterkaitannya antara pesantren
dan perkembangan tarekat-tarekat yang ada di Indonesia secara histories.
Mastuhu (1994), dalam
penelirtiannya terhadap beberapa pesantren di pulau Jawa, menyimpulkan adanya beberapa
butir positif dari system pendidikan pesantren yaitu : adanya guru, kemudian
adanya pandangan bahwa lembaga pendidikan pesantren sebagai tempat mencari ilmu
dan mengabdi, bukan sebagai tempat mencari kelas atau ijazah.
Dari beberapa hasil penelitian
mengenai pesantren sebagaimana tersebut di atas, belum ditemukan adanya
perhatian khusus dari para peneliti mengenai manajmen pesantren yang digunakan.
Hal ini mungkin saja kerena masalah pesantren sering diidentikkan dengan
tradisi-tradisi keagamaan yang menarik, sehingga persoalan-persoalan di luar
tradisi-tradisi tersebut dianggap tidak relevan dengan kajian mengenai
pesantren. Padahal persoalan manajemen ini tentunya juga menjadi salah satu
factor yang turut mendukung majunya pesantren.
Kenyataan inilah yang memberikan
motivasi Yang kuat untuk melakukan penelitian yang kemudian diharapkan dapat
membuahkan konsep-konsep manajemen pesantren yang efektif dan efesian.
Penelitian ini secara khusus dilakukan terhadap pondok pesantren Surya Buana di
desa Balak Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.
[1]
Dra. St. Syamsudduha, M.Pd, Manajemen
Pesantren:Teori Dan Praktek, (Yogyakarta
: Grha Guru, 2004), hal.15-16
[2]
Departemen P & K, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,1990), hal. 117
[3]
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren
: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES,1985), hal. 44
[4]
Drs. Marwan Saridjo, Sejarah Pondok
Pesantren di Indonesia, (Jakarta : Darma Bakti, 1982), hal. 22
[5]
Drs. M. Manullang, Dasar-Dasar
Manajemen, (Jakarta : Ghalia Indonesia,1996), hal. 18
[6]
Dra. Supeni, Bahasa Dan Sastra
Indonesia, (Bandung : Ganesa Exact Bandung,1988), hal. 27
[7] W.
J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Balai Pustaka, 1982), hal. 473
[8]
Martin Van Bruinnessen, Tarekat
Naqsabandiyyah Di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1992) hal. 89-90
[9]
Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Kabupaten Magelang, Profil Thoriqot Qodiriyyah Naqsabandiyyah
PP. Suryalaya Di Pondok Pesantren Surya Buana Magelang 1999-2003,
(Magelang : Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Kabupaten
Magelang, 2003) hal. 1
[10]
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Pesantren:Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES,
1984), hal.134
[11] Ibid,
hal. 55-59.
[12] Ibid,
hal. 55-59
[13]
Departemen Agama, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1988), hal.553
[14]
George R. Terry, Winardi, Asas-asas
Manajemen, (Bandung : PT. Alumni, 1986), hal.4
[15]
Drs. M. Manullang, Dasar-dasar
Manajemen, (Jakarta : Gahalia
Indonesia, 1988), hal.17
[16] Rasyad
Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta
: Bulan Bintang, 1977), hal.
[17]
G. R. Terry
[18]
Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah
Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), hal.54-55
[19]
Prajudi Atmosudirdjo,
[21]
Rosyad Shaleh, hal.
112
[22]
Prajudi Atmosudirdjo, hal 223
[23]
Rosyad Shaleh, hal. 142
[24] Syaefuddin Azwar, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 6.
[25]Aminuddin,
Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra,
(Malang: HISKI dan YA3, 1990), hlm. 14.
[28]Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), hlm. 127.
[29]Winarno
Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah
Dasar Metoda Tehnik, (Bandung:: Tarsito, 1989), hlm. 162.
[31] Lexy Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Gajah
Mada University Press, 2001), hlm. 173.
0 Response to "Manajemen Pondok Pesantren Surya Buana Magelang"
Post a Comment