Image1

Makalah Takhrijul Hadist

 TAKHRIJUL HADITS (Kajian  Metode,  Sejarah, dan Urgensinya  dalam Studi Hadist) Pendahuluan | Hadist  akan selalu menarik untuk dikaji. Hal tersebut karena hadist diyakini hampir (karena tidak semua orang muslim meyakininya, hal ini dapat dilihat dengan adanya  gelombang inkarussunnah) semua muslim sebagai salah satu sumber hukum dalam islam. Bahkan Hadist diletakkan dalam sumber hukum kedua setelah al-qur’an. Selain itu  studi hadist  menjadi menarik karena secara normatif Tuhan sendiri tidak menjamin validitas serta orisinalitas dari hadist nabi, sebagaimana Tuhan menjanjikan al-qur’an untuk ikut menjaga orisinalitas  teks al-qur’an. Disamping itu juga karena  proses  kodifikasi (tadwi) terhadap teks-teks hadist tersebut juga bisa dibilang terlambat.
Kajian historis telah membuktikan bahwa tidak sedikit usaha-usaha baik dari intern umat islam maupun ekstern umat islam yang melakukan pemalsuan hadist, baik latar belakang politis, ekonomis, maupun faktor kehidupan yang lainnya. Dari situlah urgensi kajian hadist timbul. Salah satu cabang studi hadist yaitu tahkrij al-hadist. Kajian ini menitik beratkan pada  ke-otentisitas-an  sebuah hadist, yaitu dengan cara  mengumpulkan  sebanyak-banyaknya data-data tentang sebuah  hadist yang akan di takhrij. Tulisan ini bukan bermaksud menuturkan secara komprehensif serta gamblang  tentang tahkrij al-hadist, melainkan  sebuah  kajian yang syarat dengan kekurangan dan kelemahan, tapi paling tidak dari tulisan ini ada catatan penting yang perlu kita kaji bersama kaitannya dengan tahkrij al-hadist.
  1. Pengertian Takhrijul Hadist.
Kata takhrij adalah turunan dari bentuk kata noun (masdar) dari kata  takhorraja, yatakhorraju, takhrijan yang mempunyai arti secara bahasa yaitu mengeluarkan[1]. Sementara itu menurut Mahmud al-Tahhan, mengatakan bahwa  takhrij  secara bahasa berarti 
إجتماع أمرين متضادين فى شيئ واحد [2]
”mengumpulkan dua bentuk periwayatan yang  berbeda pada satu tempat yang sama”
Dari istilah takhrij tersebut menurut beliau ada beberapa istilah yang hampir menyerupainya yaitu:  Istinbath (mengeluarkan), tadrib (memperdalam), dan taujih (menampakkan)[3]. Sedangkan menurut  Abdul Hadi yang dimaksud dengan takhrij itu lebih berbentuk meterial, seperti  kata “saya telah mengeluarkan uang”, bukan takhrij  dalam bentuk maknawi[4].  
Sedangkan menurut istilah takhrij adalah
التخريج هو  الدلالة على موضيع الحديث فى مصادر الأصليّة الّتي أخرجته بسنده ثمّ بيان مرتبته عند الحاجة[5]
(Takhrij ialah sebuah argumentasi untuk menunjukkan sumber asli sebuah hadist yang telah di sampaikan oleh para asanidnya  kemudian menjelaskan dari segi otentisitas hadist tersebut sesuai dengan keperluannya).
Menurut  Syuhudi Ismail[6] istilah takhrij  mempunyai beberapa makna diantaranya :
  1. Mengemukakan hadist  kepada khalayak dengan  mengutarakan para periwayatnya serta asanid yang telah di tentukan metodenya sendiri. Pengertian seperti ini  mengandung maksud  adanya seorang perawi yang menghimpun hadist-hadist dalam kitab tertentu, misalnya Imam Bukhari  dengan Shahihnya, Imam Muslim dengan Shahihnya dan lain sebagainya.
  2. Makna kedua dari istilah takhrij adalah aktivitas seorang ulama’ hadist  dalam mengumpulkan berbagai  hadist yang telah diriwayatkan oleh ulama’ sebelumnya untuk merubah susunan  periwayatan sesuai dengan  riwayatnya sendiri.  Kegiatan semacam ini pernah dilakukan oleh Imam al-Baihaqi  dengan cara mengambil  hadist yang terdapat pada kitab  as-Sunan karya Abu al-Hasan al-Basri al-Saffar.
  3. Menunjukkan  sumber-sumber hadist serta mengemukakan maraji’nya yang telah disusun oleh mukharrij-nya. Contoh dari pengertian takhrij  semacam ini adalah kitab Bulugh al-Maram karya Ibnu Hajar al-Astqalani.
  4. Mengambil hadist  berdasarkan sumber atau beberapa sumber (kitab-kitab hadist), yang didalamnya sudah mencakup metode periwayatan dan sanadnya serta sudah diterangkan keadaan dan kualitas para perawinya. Misalnya hadist-hadist yang terdapat dalam kitab Ihya’ Ulum al-Diin, karya al-Ghazali, dimana al-Ghazali telah  menjelaskan serta  mengemukakan sumber dan kualitas dari perawi hadist tersebut.
  5.  Kegiatan yang betujuan mengklarifikasi sebuah hadist dalam beberapa  kitab hadist atau sumber aslinya secara lengkap disertai dengan mengemukakan sanadnya masing-masing.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas kaitannya tentang takhrij baik dari segi  bahasa maupun istilah, maka dapat disimpulkan bahwa takhrij adalah usaha seseorang untuk mengetahui  validitas serta otentisitas sebuah hadist dari sumber aslinya dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya  tentang hadist tersebut baik dari segi sanad maupun matannya.  Kegiatan takhrijul hadist ini  meliputi  penelusuran terhadap satu topik hadist  yang  terdapat dalam sebuah kitab apa, siapa saja ulama’ yang mengeluarkannya, serta mengetahui jalur isnad dan matannya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan  serta kekuatan periwayatannya.
Dari definisi  yang telah  dikemukakan tersebut, paling tidak  ada dua hal yang pokok dalam kegiatan takhrij al-hadist yaitu :
a.       Mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadist.
b.      Mengumpulkan berbagai redaksi  dari sebuah matan  hadist[7].
  1. Sejarah Takhrijul Hadist.
Takhrijul hadist mulai berkembang sejak tahun 463 H setelah al-Khatib al-Baghdadi melakukan pentakhrijan terhadap beberapa hadist.  Hal tersebut dilatar belakangi oleh adanya  kesulitan yang dialami oleh para ulama’ dalam menemukan tempat-tempat sebuah hadist untuk menjadi dasar ilmu-ilmu agama. Keadaan seperti itu tidak dialami oleh para ulama’ dahulu, karena mereka mempunyai daya ingat yang kuat, pengetahuan  yang sangat luas tentang hadist serta belum adanya usaha-usaha  baik dari kalangan  umat islam  sendiri maupun dari luar islam yang berusaha untuk membuat hadist palsu.
Aktifitas takhrijul hadist ini tepatnya pada abad IV setelah proses pentadwinan hadist nabi  berkembang. Aktivitas ini  disebut tadwin ba’da tadwin, yang  atau yang lebih populer dengan sebutan tadwin istikhraj. Tadwin istikhraj ialah kegiatan mengumpulkan hadist-hadist yang diambil dari sebuah  kitab tertentu kemudian meriwayatkannya  dengan sanad sendiri  yang lain dari sanad yang ada pada kitab tersebut, sedangkan kitabnya disebut mustakhraj[8].
Setelah populernya kegiatan tadwin istikhraj maka munculah beberapa kitab  yang sangat masyhur diantaranya  Takhriju al-Fawaid al-Muntakhabah al-Shihhah wa al-Gharaib, karya al-Syarif Abd al-Qosim al-Husaimi, al-Muhadzab, karya Abu Ishaq  al-Syirazi, Takhrij al-Ahadist  al-Muhadzab, karya Muhammad bin Musa al-Hasimi al Syafi’I, Takhriju al-Fawaid al-Muntakhabah al-Sihhah wa al-Gharaib, karya Abu al-Qasim al-Mahrawani[9].
  1. Urgensi dan Manfaat Takhrijul Hadist.
Setelah kita menemukan satu pemahaman tentang definisi serta  sejarah takhrijul hadist sebagaimana paparan diatas, maka pertanyaan selanjutnya adalah apa manfaat serta pentingnya melakukan takhrij hadist.  Ahmad Husnan menjelaskan tentang manfaat dan pentingnya melakukan takhrij hadist yaitu :
    1. Aktivitas takhrijul Hadist  untuk mengetahui sedikit banyaknya jalur periwayatan  suatu hadist.
    2. Dengan takhrij akan di ketahui  kuat dan tidaknya  periwayatan.
    3. Dengan takhrij  kekaburan suatu periwayatan dapat diperjelas  baik dari segi rawi,  isnad, maupun matan hadist.
    4. Dengan takhrij akan dapat diketahui  persamaan dan perbedaan  tentang berbagai periwayatan  dan beberapa hadist yang terkait.
    5. Dengan takhrij akan dapat diketahui validitas sebuah hadist[10].
  1. Metode Takhrij al-Hadist.
Ada beraneka cara untuk melakukan takhrij al-hadist, namun dari beberapa cara yang telah di kemukakan dan dilakukan oleh para ulama’ hadist tersebut paling tidak dapat dikategorikan menjadi dua objek pentakhrijan, yaitu tahkrij lewat matan dan tahkrij lewat sanad. Adapun metode tahkrij al-hadist yang biasa dilakukan oleh muhaddistin adalah sebagai berikut :
1.       Mengambil nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadist tersebut.
Metode takhrij semacam ini  sangat terbatas pemberlakuannya, hal ini disebabkan karena tidak semua hadist diriwayatkan melalui sahabat. Penggunaan metode ini  memerlukan bantuan kitab musnad. Hal tersebut dikarenakan  makna dari musnad itu sendiri adalah  kitab hadist yang disusun berdasarkan  nama-nama sahabat, atau kitab yang menghimpun  hadist-hadist sahabat. Banyak kitab-kitab musnad yang bisa diakses, dari beberapa kitab musnad tersebut ada beberapa ciri khusus dari kitab musnad diataranya:
a.       Musnad tersusun melalui perawi teratas, baik mulai sahabat maupun tabi’in.
b.       Urutan nama sahabat berdasarkan  aturan-atuiran tertentu, misalnya berdasarkan abjad huruf bahasa arab, berdasarkan tahun masuk islam sahabat tersebut, atau berdasarkan status sosial sahabat tersebut dimasa hidupnya.
c.       Dalam menulis hadist-hadist sahabat urutanya tidak diatur secara jelas karena untuk memudahkan hafalan.
d.      Kedudukan hadist shahih, dlo’if, dan nilai validitas lainnya tidak dipisah-pisah.
e.       Kitab musnad tertentu tidak mencakup seluruh sahabat nabi, misalnya kitab musnad yang  hanya menerangkat 10 sahabat nabi yang di jamin masuk surga[11].
Beberapa contoh  kitab musnad antara lain, musnad Ahmad bin Hambal, musnad Abu Bakr Abdullah bin al-Zubair al-Humaidi, musnad  Abu Dawud Sulaiman bin Dawud al-Tayalisi,dan lain sebagainya.
2.       Mengetahui lafal pertama dari sebuah matan hadist.(Takhrij bi al-Fadl)
Metode ini relatif mudah dijalankan, karena hanya dengan mengetahui atau hafal  satu kata saja dari matan hadist. Disamping itu menggunakn metode ini juga lebih efisien dari segi waktu. Diantara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah  al-Jami’ al-Kabiir karya Imam al-Syuyuthi, al-Jami’ al-Azhar karya al-Manawi, al-Jami’ al-Shaghir Min Hadist al-Basyir al-Nadzir, karya al-Hafidz Jalaluddin  Abu al-Fadl Abu al-Rahman al-Syafi’I, dan  kitab lainnya.
3.       Mencari tema pokok bahasa hadist.(Takhrij bi al-Maudlu’)
Sudah banyak kitab-kitab yang memakai tipologi sebagaiman metode takhrij  ini. Misalnya kitab Miftah Kunuz al-Sunnah karya A.J. Wensicck. Akan tetapi kitab semacam ini masih mempunyai kelemahan yaitu  tidak disebutkannya riwayat (sumber) hadist yang lengkap, sehinnga  ketika memnggunakan kitab ini masih diperlukan  penelusuran dengan kitab lain.  Untuk melaksanakan metode ini mula pertama yang harus diketahui adalah tema pokok dari hadist tersebut,  setelah itu menentukan hadist yang akan di tahkrij baru kemudin dicari hadist –hadist tersebut dalam kitab-kitab hadist. Maka dari proses tersebut dapat ditarik benang merah bahwa hanya orang-orang yang sudah sering melakukan tahkrij al-Hadist-lah yang akan mudah menjalankan  metode ini, karena kecermatan dalam menentukan tema sangat menentukan  hadist yang akan di tahkrij.
4.       Meneliti Sanad dan Matan Hadist.
Metode ini lebih menekankan   penilaian  terhadap kesalehan, ketsiqohan  suatu rowi dalam sebuh hadist, serta penilaian terhadap kehujjahan suatu matan hadist.  Ada beberapa  sifat dan keadaan  yang kadang-kadang terdapat pada matan dan terkadang pula terdapat dalam sanad, misalnya illat, dan iabham[12] .
5.       Tahkrij al-Hadist dengan Elektronik (CD).
Keempat metode yang telah dipaparkan diatas, masuk dalam kategori metode konvensional. Sekarang sudah ada  metode tahkrij yang mudah dilakukan yaitu lewat bantuan teknologi komputer.  Hal yang membedakan antara metode konvensional dengan metode komputer ini adalah  tidak perlunya  orang yang melakukan tahkrij al-hadist  membawa dan mencari kitab  yang  beberapa jilid jumlahnya, melainkan dengan jasa komputer  orang yang melakukan tahkrij al-Hadisdt dapat secara langsung mengetahui kitab apa yang diperlukan dan bisa langsung di lihat dalam CD tersebut.  Namun metode yang digunakan tetap sama dengan metode konvensional.
  1. Reformulasi  Metode Tahkrij al-Hadist.
Dari sekilas gambaran tentang metode tahkrij al-hadist  diatas adad beberapa hal yang perlu kita fikir bersama. Kaitannya tentang efisiensi serta efektifitas metode-metode tersebut. Paling tidak ada tiga cacatan dari pemakalah tentang metode –metode  tahkrij al-hadist  diatas :
a.       Metode tahkrij al-hadist  yang selama ini ada  dilihat dari efisiesi waktunya ,maka sangat membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
b.       Dilihat dari cara kerjanya , metode tahkrij al-hadist hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang tertentu saja, yaitu mereka yang  sudah terbiasa dengan tahkrij al-hadist.
c.       Maka dari  hal tersebut metode yang selama ini digunakan baik oleh muhaddistiin tersebut sudah tidak efektif dan efisien lagi.
Dari  pertimbangan ketiga hal tersebut, maka kiranya perlu metode alternatif dalam tahkrij al-hadist, yaitu dengan  memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang. Perlu kiranya menciptakan metode tahkrij al-hadist yang tidak membutuhkan waktu lama serta tidak eksklusif, artinya bisa dilakukan oleh semua orang, baik yang sudah sering melakukan tahkrij al-hadist maupun masyarakat umum.
  1. Penutup.
Tahkrij al-hadist adalah proses klarifikasi suatu hadist  untuk mendapatkan sebuah kepastian tentang validitas dan otentisitas sebuah hadist. Cara yang dipergunakan bisa lewat penelusuran lafadz, topik, matan, maupun sanad. Namun dari beberapa metode yang biasa digunakan oleh  muhaddistun   dalam  takhrij al-hadist ada beberapa hal yang perlu dikembangkan dan di  reformulasi  agar kegiatan pentahkrijan hadist tidak terkesan eksklusif dan berbelit-belit. Salah satu diantaranya adalah dengan mengembangkan  metode takhrij al-hadist  yang  berbasis teknologi.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Muhammad Abdul Muhdi Ibnu  Abdul Qodir Ibnu Abdul Hadi, Thuruq Takhrij Hadist Rasulullah SAW,  Dar al-I’tishom, Mesir, 1987
Ahmad Husnan, Kajian Hadist Metode Takhrij,  Pustaka Al-Kaustar, Jakarta, 1993
Endang Soetari AD, Ilmu Hadist(Kajian Riwayat & Dirayah),  Amal Bakti Press, Bandung, 1997
Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadist, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Mahmud al-Tahhan, Ushu al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Dar al-Qur’an al-Karim, Bairut, 1978
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist, Bulan Bintang, Jakarta, 1992








TAKHRIJUL HADIST
(Kajian  Metode,  Sejarah, dan Urgensinya  dalam Studi Hadist)



                                               
Disusun Oleh
                                                  MUHAJIR  



PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
                                                                   2005

























































[1] H. Muhammad Ahmad dan M. Mudzakir, Ulumul Hadist, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm : 131.
[2] Mahmud al-Tahhan, Ushu al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, Dar al-Qur’an al-Karim, Bairut, 1978, hlm : 9.
[3] Ibid, hlm : 9
[4] Abu Muhammad Abdul Muhdi Ibnu  Abdul Qodir Ibnu Abdul Hadi, Thuruq Takhrij Hadist Rasulullah SAW,  Dar al-I’tishom, Mesir, 1987, hlm : 9
[5] Mahmud al-Tahhan, op.cit, hlm : 12
[6] Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hlm : 41
[7] Abu Muhammad Abdul Muhdi Ibnu  Abdul Qodir Ibnu Abdul Hadi,  op.cit, hlm : 14
[8] Endang Soetari AD, Ilmu Hadist(Kajian Riwayat & Dirayah),  Amal Bakti Press, Bandung, 1997, hlm :  54
[9] Mahmud al-Tahhan, op.cit, hlm : 16
[10] Ahmad Husnan, Kajian Hadist Metode Takhrij,  Pustaka Al-Kaustar, Jakarta, 1993, hlm: 107
[11] Abu Muhammad Abdul Muhdi Ibnu  Abdul Qodir Ibnu Abdul Hadi,  op.cit, hlm : 138

[12] Endang Soetari AD, Op.Cit, hlm : 131

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Takhrijul Hadist"

Post a Comment