Contoh Makalah Perkembangan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing
contoh makalah perkembangan bahasa indonesia | contoh makalah perkembangan bahasa anak|contoh makalah perkembangan bahasa | contoh makalah perkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan Bahasa Kedua dan Bahasa Asing
A. Pendahuluan
Setiap
orang pasti belajar bahasa pertama, bahkan banyak pula yang belajar bahasa
kedua. Bahasa kedua yang paling banyak dipelajari adalah bahasa Inggris.
Bahasa-bahasa. seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman, atau bahasa China,
diajarkan secara formal untuk kepentingan pendidikan atau hobi, yang juga
dikembangkan melalui kontak bahasa dengan para pelancong dan migran.
Para
guru menyadari bahwa metode pengajaran bahasa yang berbeda cocok digunakan
dalam tiap situasi yang berbeda pula, Karena keadaan sosial dan keinginan para
migran dewasa yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (ESL - English Second Language), pendekatan
cara mengajarnya harus berbeda dibandingkan dengan para pelajar yang harus lulus ujian sekolah.
Penelitian
tentang perbedaan metode dan situasi pengajaran memang penting, namun yang
disarankan dalam penelitian Perret ini adalah bagaimana SFL (Second and Foreign
Language} dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan bahasa kedua SLD (Second Language Development).
Pertama-tama akan dimulai dengan menunjukkan perbedaan pendekatan sekolah
linguistik SLD dari ragam pandangan yang luas dan pertanyaan mengapa SFL jarang
digunakan sebagai dasar penelitian SLD. Pada penelitian kali ini, Perret
berfokus pada usaha penelitian SFL/SLD yang berupa metodologi, yang berhubungan
dengan pokok persoalan dan wilayah untuk penelitian lebih lanjut.
B. Latar Belakang
Asumsi yang
ditawarkan adalah, suatu pendekatan pendidikan yang efektif, yaitu dengan
meningkatkan gabungan antara latihan dan pengembangan untuk memahami hal-hal
yang sebenarnya terjadi ketika pembelajar sedang belajar, dan untuk memahami
penyusunan dan penggunaan bahasa target. Di sebagian besar sekolah linguistik -
terpisah dari SFL - penelitian SLD secara umum dikenal dengan pemerolehan
bahasa ke-2 (SLA). Dalam SFL, istilah SLD lebih dipilih karena batasan
pemaknaan antara "acquisition”
dan ”development” lebih jelas. “Acquisition” mengandung makna pelibatan
kekuatan sendiri dalam pikiran seseorang. “Development”
lebih dipilih oleh para ahli SFL karena mengandung arti sifat sosial
pembelajaran bahasa.
SFL
telah mengkontribusikan sebuah pandangan fungsional yang koheren tentang
pengembangan bahasa pertama dan kemelekhurufan (literacy) di rumah dan sekolah; pandangan ini telah berpengaruh
dalam pengembangan bahan kurikulum dan pendekatan-pendekatannya.
Ada
beberapa faktor penyebab SFL diperbandingkan dengan SLD, yakni :
·
SLD cenderung
mengikuti di belakang pengembangan bahasa ibu.
SFL bukan pengecualian.
·
Teknik yang
digunakan dalam SFL untuk penelitian bahasa ibu sukar digunakan untuk
pembelajar yang tidak dapat diobservasi terus-menerus.
·
Kontribusi SFL
untuk pendidikan bahasa telah difokuskan pada penyediaan deskripsi bahasa
sebenarnya yang digunakan dan menyarankan cara-cara untuk membantu pelajar
mengerti penggunaannya. Dengan kata lain, ada kecenderungan memfokuskan pada
hasil belajar yang diharapkan daripada proses pembelajarannya.
C.
Pokok-pokok
Gagasan Penelitian
1.
Penelitan
pemerolehan bahasa kedua
Sekarang
ini pendekatan yang digunakan untuk SLA adalah tingkatan dasar linguistik,
yaitu target bahasa dibandingkan dengan bahasa ibu dan wilayah-wilayah
kesukarannya dapat teridentifikasi (analisis kontrastif); interlanguage pembelajar dibandingkan dengan bahasa target
(analisis kesalahan); atau interlanguage
pembelajar diuji sebagai suatu pengembangan sistem dalam kebenarannya sendiri
(analisis kemampuan berbahasa).
Rod
Ellis (1997:4) menjelaskan mengenai data bahasa didasarkan pada penelitian SLA
karena pendekatan yang baik dapat memperoleh fakta tentang hal yang sebenarnya
dilakukan pembelajar ketika mereka belajar bahasa kedua. Caranya adalah dengan
mengumpulkan sampel pembelajar bahasa dan meneliti mereka dengan teliti. Salah
satu tujuan SLA adalah mendeskripsikan
dan menjelaskan pemerolehan bahasa
kedua, yaitu mengidentifikasi faktor eksternal dan internal yang menerangkan
penyebab pembelajar memperoleh bahasa kedua dengan cara yang mereka gunakan.
2.
Pembelajaran
bahasa kedua
Melrose
(1991) mengemukakan bahwa SFL didasari "topical-interactional course” dan mempromosikan sebuah proses berdasarkan
silabus yakni berfokus pada proses pembelajaran bahasa dan ketentuan
tugas/latihan yang membuat pembelajar aktif dan produktif. Rangkaian pembelajaran.
yang ditawarkan menggunakan dialog untuk menunjukkan proses interaksi sosial yang berhubungan
dengan setting. Dia menyimpulkan
bahwa latihan interaksional lebih menyoroti proses penggunaan bahasa dari pada
proses pembelajaran bahasa. Dikembangkan dari asumsi pembelajaran bahasa yang
meliputi pembelajaran berinteraksi dengan teks dalam situasi yang berbeda.
Ditegaskan bahwa sebuah teks
berdasarkan silabus dapat disejajarkan dengan pendekatan silabus lainnya
yang digunakan dalam ELT.
3.
SFL dan
pembelajaran bahasa kedua dan a sing
Mengarahkan
pembelajar dewasa dengan menggunakan cara yang biasa digunakan oleh para orang
tua untuk anak-anaknya merupakan cara yang tidak praktis karena dapat terjadi
pelanggaran privasi yang mencolok. Perencanaan pembelajaran bahasa anak
memiliki ketentuan: anak-anak belajar bahasa dengan mudah dan cepat sehingga
mudah untuk merekam banyak pembicaraan, kita dapat lebih percaya diri bahwa
kita akan memperoleh bukti pengembangan hanya dalam beberapa bulan bahkan
beberapa minggu. Sedangkan perencanaan penelitian pembelajaran bahasa orang
dewasa penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, dalam pengumpulan data
mengenai pengembangan bahasa orang dewasa, kita akan menghadapi resiko
kehilangan data yang penting.
Dalam
pengembangan bahasa pertama, terdapat pergerakan dari sistem bentuk bahasa bayi
yang biasanya digunakan untuk pemahaman sistem individual orang dewasa yang
dipelajari anak-anak untuk membuat dua kumpulan atau makna dalam satu ideational dan interpersonal, refleksi
dan aksi (Halliday, 1987:8). Ada
perbedaan susunan bahasa nyata dan klasifikasi fenomena dengan cara yang agak
berbeda. Pembelajar masih harus menemukan secara tepat maksud ideational dan
interpersonal yang memungkinkan dalam bahasa kedua.
Bagi
kebanyakan pembelajar, pikiran akan berkembang lebih cepat daripada tindakan.
Ada pembelajar yang akan mengembangkan repertoire
ideational mereka lebih lengkap dari pada grammar interpersonal, dan ada pula yang sebaliknya. Jenis
lingkungan pembelajaran dan penggunaan metodologi pengajaran termasuk hal yang
mempengaruhi, seperti halnya karakteristik individual pembelajar.
Beberapa
aspek SFL yang kiranya diperlukan dalam penelitian SLD adalah sebagai berikut;
·
Kemampuan konsep
sistem "delicacy" (kehalusan).
·
Pembedaan atau
asosiasi yang jelas tentang metafungsi: ideational, interpersonal, dan
tekstual.
·
Kemampuan untuk
menerangkan teks ke dalam konteks melalui konsep register dan genre.
D.
Metodologi
Penelitian SLD
Dasar
pemikiran metodologi penelitian SLD adalah sbb:
·
Untuk
menggambarkan perkembangan bahasa, ,
·
Menemukan
hal-hal yang sebenarnya dilakukan pembelajar dengan mengumpulkan sampel
pembelajar bahasa.
·
Sampel tersebut
diperlukan untuk teks lengkap, contoh lengkap bahasa dalam penggunaan sosial. '
·
Pengembangan
bahasa meningkat dari keadaan umum penggunaan dan interaksi komunikatif.
·
Menerangkan
bentuk bahasa, termasuk genre, register dan grammar yang dapat membantu
peneliti untuk menemukan ciri-ciri konteks yang mempengaruhi ciri-ciri
gramatikal bahasa yang dipelajari.
·
Menawarkan
analisis naik turun penggunaan bahasa dalam konteks budaya dan situasi, dan
bagaimana pengembangan ciri bahasa merespon tuntutan fungsional situasi.
·
Tujuannya tidak
untuk memperhitungkan sistem aturan. tetapi sistem pemilihan makna dan cara
pengekspresiannya.
·
Sistem tersebut
dapat dikembangkan ke dalam jaringan yang lebih intensif pada tingkatan bahasa
yang berbeda.
·
Jaringan sistem
dari poin yang berbeda dalam satu waktu dapat dibandingkan untuk menentukan
perjalanan perkembangan bahasa pembelajar.
·
Jaringan pilihan
dibuat oleh pembelajar pada tingkatan perkembangan yang berbeda sehingga dapat
dibandingkan dengan maksud untuk menentukan keumuman.
Ke
sepuluh poin tersebut dapat disederhanakan dalam sketsa sebagai berikut:
Kita
akan menemukan gambaran hasil akhir yang berbeda dari setiap pembelajar bahasa dengan
memperhitungkan faktor sistem sosial yang melingkupi sistem bahasa seperti tergambar
di bawah ini;
E.
Analisis
dan Interpretasi
Halliday
(1984) menyebut empat hal penting yang berkait dengan komunikasi interpersonal
yakni:
·
Memahami
proses-proses yang dibicarakan pelaku dalam proses, dan unsur-unsur lingkungan
- waktu, sebab, dan lain-lain yang berkaitan dengan prosesnya (PENGALAMAN);
·
Memahami
hubungan antara satu proses dengan proses lainnya, atau seorang pelaku dengan
pelaku lainnya, yang mempunyai kedudukan sama dalam teks (LOGIS);
·
Mengenali fungsi
tuturan, jenis penawaran, perintah, pernyataan, atau pertanyaan, sikap-sikap
serta penilaian-penilaian yang terkandung di dalamnya, dan ciri-ciri retoris
yang menjadikan teks itu sebagai tindakan simbolik (ANTARPELIBAT); dan
·
Menangkap nilai
berita dan pentingnya pokok pembicaraan dalam pesan, dan koherensi antara satu
bagian teks dengan bagian-bagian lainnya (TEKSTUAL).
Untuk
tujuan interpretasi, ada dua pertanyaan yang relevan yakni:
1.
Interaksi yang
bagaimanakah yang dapat mendorong non-native
speakers (NNSs) berbicara?
2.
Jika terjadi
peningkatan kemampuan berbahasa, apakah pola interaksi antara native speakers (NSs) dan NNSs tersebut
akan berubah?
Wawancara
lisan merupakan genre yang bersifat
terstruktur sehingga tahapan-tahapan serta jenis interaksi yang terdapat di
dalamnya cen3eTDrrg kurang fleksibel (very
constrained). Pada dasarnya, tujuan wawancara lisan adalah untuk saling
menukar informasi. Hal ini dilakukan melalui penggunaan fungsi tutur sinoptik
(terkait dengan sinopsis/menyingkat). Ada pergeseran proporsi antara fungsi
tutur sinoptik dan dinamik. dalam kaitannya dengan empat tingkatan kemampuan
berbahasa. Berikut adalah beberapa fakta yang dapat dijadikan bukti terjadinya
perkembangan dan perubahan pola-pola percakapan :
1.
Semakin tinggi
kefasihan berbahasa NNSs, semakin jarang penggunaan fungsi tutur dinamik
2.
Pada tahapan
yang lebih tinggi (more fluent speakers),
yang terjadi tidak hanya reduksi penggunaan fungsi tutur dinamik, tetapi juga
terjadi pergeseran jenis fungsi dinamik yang digunakan. Dua jenis yang sering
digunakan adalah prompt (anjuran atau
dorongan) dan clarification (klarifikasi).
Dari
hasil analisis fungsi tutur, dapat disimpulkan bahwa : ;
1.
Konteks dalam
wacana lisan relatif lebih stabil sehingga memudahkan pembicara yang kurang
fasih (non-fluent speakers} untuk
tetap dapat melakukan pertukaran informasi.
2.
Dalam memulai
sebuah konteks, pembicara yang fasih lebih bebas atau leluasa dibandingkan
dengan pembicara yang kurang fasih.
3.
Penggunaan tutur
dinamik oleh NSs dan NNSs terbukti membantu keberlangsungan percakapan.
4.
Pada tingkatan
yang lebih rendah, fungsi dinamik yang umum digunakan adalah confirmation (konfirmasi) dan repairs
(perbaikan). Kedua jenis fungsi ini memiliki fungsi yang lebih terbatas
daripada jenis prompt dan clarification yang terjadi pada
tingkatan yang lebih tinggi; hal ini membuka peluang terjadinya negosiasi
proposisi.
Bertolak
dari keempat kesimpulan di atas dapat dikonstruksikan beberapa pertanyaan
relevan yang mungkin diajukan :
1.
Apakah strategi
yang digunakan dalam mengidentifikasikan perpindahan jenis fungsi tutur dapat
diterapkan pada semua tingkat kemahiran berbahasa?
2.
Bagaimana sekuensi
(tahapan) atau suatu perpindahan diatur atau ditentukan?
3.
Apakah dalam
tingkatan-tingkatan kemahiran (proficiency
levels) pengaturan tersebut mengalami perubahan?
4.
Bagaimanakah
caranya agar seseorang pembelajar dapat memetakan bahasan gramatikal pada perbedaan
jenis fungsi tuturan?
Studi
awal yang berjudul "How Do Learners
Answers Questions?" ditujukan untuk menjawab keempat pertanyaan di
atas. Dengan memahami studi tersebut, kita dapat menyusun gambaran yang lebih
lengkap tentang interaksi antara NSs dan NNSs. Hal ini pending untuk membantu
para pembelajar agar dapat berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris.;
F.
Anjuran
Untuk Penelitian Lebih Lanjut
Pertanyaan-pertanyaan
di atas tidak dapat dijawab secara lengkap apabila kita hanya merujuk pada satu
data saja. Diperlukan eksplorasi dari data yang sama dan ragam data atau genre yang lebih luas. Selain itu,
diperlukan juga pengkajian lebih lanjut tentang sistem bahasa dan perbedaan
lingkungan tempat sebuah proses pembelajaran terjadi. Di sisi lain, sejauh ini
belum terdapat kajian SFL (Systemic
Functional Linguistics: linguistik fungsional sistemik) yang mengkaji
tentang proses terjadinya perkembangan bahsa kedua.
Sumber
Halliday, 1984., Bahasa, Konteks, dan Teks, Yogyakarta:
Gamma Press.
Perrett, Gillian.
"Penelitian Perkembangan Bahasa
Kedua dan Bahasa Asing".
0 Response to "Contoh Makalah Perkembangan Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing"
Post a Comment