Makalah Teori Belajar Thorndike Instrumental Conditioning
Teori
Thorndike | Teori Belajar Thorndike | Teori Belajar Connectionism
(Instrumental Conditioning) THORNDIKE |
Berawal dari sebuah pertanyaan bagaimanakah
belajar itu terjadi, atau bagaimanakah proses belajar itu terjadi, maka
muncullah pemikiran-pemikiran tentang teori belajar. Secara pragmatis teori
belajar dapat dipahami sebgai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling
berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar, baik secara eksperimental maupun atas dasar
pemikiran spekulatif.
Berdasarkan hal tersebut koneksionisme merupakan salah satu teori belajar yang lebih menitikberatkan pada stimulus dan respons. Teori ini banyak pengaruhnya dalam proses terjadinya belajar. Maka mengingat hal tersebut, dalam makalah ini akan dikupas tentang koneksionisme dan bagaimana sebenarnya awal mula teori ini, serta bagaimana teori Thordike dan penerapannya dalam belajar.
Berdasarkan hal tersebut koneksionisme merupakan salah satu teori belajar yang lebih menitikberatkan pada stimulus dan respons. Teori ini banyak pengaruhnya dalam proses terjadinya belajar. Maka mengingat hal tersebut, dalam makalah ini akan dikupas tentang koneksionisme dan bagaimana sebenarnya awal mula teori ini, serta bagaimana teori Thordike dan penerapannya dalam belajar.
A. Riwayat Singkat
Thorndike
Thorndike
adalah salah seorang tokoh dalam lapangan psikologi pendidikan yang sangat
besar pengaruhnya dan sangat terkenal untuk karya perintisnya dalam perilaku
binatang, termasuk penciptaan alat “khusus (Puzzle Box:Trial And Error) untuk
menguji kecerdasan dan mempelajari kecakapan binatang. Ia hidup pada tahun 1874
dan meninggal pada tahun 1949. Nama lengkapnya adalah Edward Lee Thorndike.
(Drs. A Budiarjo dkk, Kamus Psikologi Dahara Prize, Semarang, 1997, hal
315-316)
B. Pengertian dan
Penjelasan Teori Thorndike Koneksionisme
Secara
etimologi, koneksionisme berasal dari kata koneksi yang berarti lingkungan yang
dapat memudahkan atau melancarkan segala urusan-urusan. Sedangkan secara
epistemologi adalah suatu teori yang ditemukan oleh Edward Lee Thorndike dengan
eksperimen yang dilakukan pada tahun 1890- an.
Seekor kucing
yang lapar dimasukan ke dalam kurungan yang disebut Puzzle Box (Peti
teka-teki). Konstruksi pintu kurungan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga
kalau kucing menyentuh tombol tertentu, pintu kurungan akan terbuka dan kucing
akan mencapai makanan yang berada di depan kurungan.
Puzzle Box
(Peti teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk
bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di depan kurungan
mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian,
Namun gagal membuka pintu. Akan tetapi pada akhirnya, entah bagaimana caranya,
secara kebetulan kucing itu berhasil menyentuh tombol dan terbukalah pintu
sangkar tersebut.
Setelah
percobaan ini dilakukan berkali-kali, ternyata tingkah laku kucing keluar dari
sangkar menjadi efisien. Ini berarti selama eksperimen, kucing dapat memilih
atau menyeleksi respons yang berguna dan yang tidak berguna. Respons yang
berhasil untuk membuka pintu, yaitu menginjak tombol akan diingat, sedangkan
respons yang lain tidak berguna dilupakan.
Dari
eksperimen ini dapat disimpulkan bahwa belajar dapat terjadi dengan dibentuknya
hubungan stimulus dan respons. Berdasarkan hal ini maka teori Thorndike disebut
dengan teori koneksionisme.
Untuk
dicapainya antara stimulus dan respons perlu adanya kemampuan untuk memilih
respons yang tepat serta melalui percobaan (Trial) dan kegagalan (Error).
Maka bentuk dasar dan belajar menurut Thorndike adalah Trial And Error
Learning dan berlangsung hukum tertentu (Mulubbin Syah, M.Ed,
Psikologi belajar, Logos, Jakarta, 1999, hal 44).
1. Hukum “Belajar dari Thorndike”
Thorndike
merumuskan hasil eksperimenya ke dalam 3 hukum dasar (Hukum Primer) dan lima
hukum tambahan. Adapun hukum dasar dari Thorndike adalah sebagai berikut:
a. Hukum Kesiapan (The Law Of
Readmessage) ini dirumuskan sebagai berikut :
1) Bila
seseorang telah siap melakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah
laku tersebut member kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan tingkah
laku lain.
2) Bila
seseorang telah siap melakukan tingkah laku, tetapi tidak dilakukan tingkah
laku tersebut, maka akan menimbulkan kekecewaan baginya, sehingga menyebabkan
dilakukanya tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaanya.
3) Jika
seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku, tetapi dia dipaksa
melakukanya, maka akan menimbulkan ketidakpuasan, sehingga dia melakukan
tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut.
4) Bila
seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku yang ternyata tingkah laku
tersebut tidak jadi dilaksanakan maka ia akan merasa puas. (Sumadi Surya Brata,
PT Araja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal 267-268.
b. Hukum Latihan (The Law
Of Exercise)
Hukum ini mengandung dua hal, yaitu:
Law Of Use : Hubungan stimulus dan respons akan
menjadi bertambah kuat bila ada latihan berulang-ulang.
Law Of Disuse: Hubungan stimulus dan
respons menjadi kuat, apabila latihan dihentikan.
Jika demikian,
maka pada prinsif utama dari belajar menurut hukum ini adalah ulangan. Makin
sering pelajaran di ulangi, maka pelajaran tersebut makin tidak dikuasai
(Sumadi Suryabrata, hal 270).
c. Hukum Akibat (The Law Of Effect)
Hukum ini
menyatakan bahwa hubungan stimulus dan respons diperkuat bila akibatnya
memuaskan dan diperlemah bila akibatnya tidak memuaskan dengan kata lain, suatu
perbuatan yang menyenangkan cenderung diulang sedang yang tidak menyenangkan
cenderung dihentikan.
Selain ketiga
hukum primer (Primaryng-Laws) tersebut,Thorndike mengemukakan pula 5 macam
hukum subsider atau hukum mirror.kelima hukum itu penting dalam proses belajar.
Tetapi tidak sepenting hukum primer. Transper of Training ini dikenal pula
dengan sebutan “Theory of Identieal Elements”. Makin banyak unsur
yang menyangkut. “Transfer” makin mudah.
d. Perpindahan Asosiasi
(Associrative Shifting)
Asosiatif
shifting adalah proses perintahan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi
yang belum dikenal secara bertahap dengan cara menambahkan unsur-unsur baru dan
membuang unsur-unsur yang lama yang menyebabkan dipindahkannya suatu respons
dari situasi yang sudah dikenal ke situasi yang baru sama sekali. (Sumadi Surya
Brata, hal 269).
2. Revisi
hukum belajar dari Thorndike
Thorndike
sering melakukan eksperimen, diantaranya pada tahun 1913, 1932,1935, dan tahun
1968. Eksperimen perkembangan selanjutnya pada tahun 1930 dia merevisi
teori-teori yang sudah dia tetapkan sebgai berikut.
a. Hukum
latihan atau pengulangan ditinggalkan. Sebaliknya tanpa ulangan belum tentu
melemahkan hubungan stimulus dan respons.
b. Hukum
akibat (The Law Of Effect) direvisi menjadi hadiah (Reward) dapat
meningkatkan hubungan stimulus dan respons.
0 Response to "Makalah Teori Belajar Thorndike Instrumental Conditioning"
Post a Comment