Makalah Gerakan Pemurnian Islam Wahabiyah dan Assanusiyah
Gerakan Pemurnian Islam
| Gerakan Purifikasi Islam | Gerakan Pemurnian Islam di Dunia | Gerakan Pemurnian Ajaran Islam oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan Assanusiyah | Sejarah dan Usaha Purifikasi Islam Wahabiah dan Assanusiyah
A. Latar Belakang Timbulnya Pemurnian Islam
Dengan beralihnya pemikiran umat
Islam dari rasional menjadi tradisional di zaman pertengahan, secara otomatis
telah merubah kondisi umat islam dari dinamis menjadi statis. Bahkan lebih jauh
lagi, limbah-limbah budaya yang seolah-olah memprofankan sesuatu yang sakral
atau sebaliknya. Sehingga bukan hanya sciene dan filsafat saja
yang tidak berkembang di dunia islam, juga ilmu-ilmu agama sehingga wajah Islam
pun sudah tercemari dalam arti tidak murni lagi dan juga berkembangnya asumsi
bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Ajaran islam telah terreduksi oleh
budaya-budaya yang menyimpang dari rel syara. Tashawuf yang berkembang menjadi
tharekat telah menimbulkan taklid buat para penganutnya, bahkan sampai terjadi
pengkultusan terhadap para mursyidnya.
Kehidupan tharekat
dengan pengaruh negatifnya tersebar sehingga persaudaraan sufi itu telah
mengikat hati masyarakat banyak, hamper di semua tempat di Dunia Islam.
Walaupun mereka harus menerima kebiasaan seperti Takhayul dan kebiasaan umum,
dan pandangan yang otohipnotis, upacara-upacara agama dan pemujaan terhadap
orang-orang suci di mana-mana telah terlihat.
Munculnya berbagai macam khurafat,
bid’ah dan takhayul telah mengaburkan Islam yang sesumgguhnya. Seperti halnya
yang terjadi di jazirah Arab sekitar abad XVIII, Islam telah terkontraminasi
dengan unsure-unsur lain seperti ajaran tharekat, animisme, dinamisme dan
pemujaan guru-guru atau yang diwujudkan dalam bentuk pemujaan kuburan para wali
sebagai tempat meminta supaya menjadi kaya, mendapat jodoh dan lain-lain.
Jelaslah bahwa pada waktu itu adanya bentuk pemusyrikan yang dilakukan oleh
umat islam secara tidak sadar.
Melihat kenyataan Islam seperti itu
maka muncullah pelopor-pelopor pembaharu seperti Ibnu Talmiyah dengan muridnya
Ibnu Qayim serta Muhammad Ibnu Abdul Wahab, Muhammad Ibnu sanusi dan lain-lain.
Gerakan wahabiyah yang dipelopori
oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab mencoba membersihkan atau memurnikan kembali
ajaran-ajaran Islam yang sudah tercemar di daerah Arab pada tahun 1703-1792 M.
gerakan ini terkenal radikal dan revolusioner, karena membabat secara
habis-habisan limbah-limbah dan lumpur budaya yang sekiranya menyimpang dari
ajaran Islam. Tidak hanya di jazirah Arab saja pembaharuan atau pemurnian
dilakukan , tetapi di berbagai daerah seperti hal nya di Al-Jazair dengan
tokohnya Muhammad As-Sanusi yang terkenal dengan gerakan Assanusiyah.
B. GERAKAN WAHABIYAH (1703-1792)
1. Riwayat Hidup Muhammad Bin Abdul Wahab
Muhammad
Bin Abdul Wahab dilahirkan di desa Ujainah di pinggiran kota Nejd. Ia banyak
mengadakan perlawatan-perlawatan dan sebagian hidupnya digunakan untuk
berpindah-pindah dari negeri satu ke negeri lain untuk menuntut
ilmu. Setelah beberapa tahun mengadakan perlawatan, ia kemudian pulang ke
negeri asalnya dan selama beberapa bulan ia merenung dan mengadakan orientasi
untuk kemudian mengajarkan paham-pahamnya seperti yang tercantum dalam
bukunya Attauhid. Meskipun tidak sedikit orang yang menentangnya
antara lain dari kalangan keluarganya sendiri, namun ia mendapat pengikut yang banyak.
Karena
ajaran-ajarannya telah menimbulkan keributan-keributan dinegerinya, ia diusir
oleh penguasa setempat, kemudian beserta jama’ahnya pindah ke Dari’ah.
Muhammad
bin Abdul Wahab sendiri tindaklahpernah bersentuhan dengan kebudayaan barat.
Oleh karena itu sudah wajar tidak mengacu kepada kebudayaan barat. Usaha
Muhammad bin Abdul Wahab untuk memurnikan islam dan ajakannya kembali kepada
ajaran islam yang sederhana yaitu Al-Qur’an dan Asunnah dan mempergunakan
ijtihad adalah mungkin karena tempatnya di najd yang jauh dari hubungan dengan
kebudayaan asing.
2. Aqidah Aliran Wahabiyah
Aqidah
Wahabiyah sebenarnya merupakan kelanjutan dari alira salafi yaitu aqidah-aqidah
pokoknya pada hakikatnya tidak berbeda apa pernah dikemukakan oleh Ibnu
Tarmiyah. Perbedaan yang ada, hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan
persoalan-persoalan tertentu. Aqidah-aqidahnya dapat di simpulkan dalam dua
bidang yaitu “tauhid” dan ibadah.
Dalam
bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai berikut:
- Penyembahan kepada selain alloh adalah Syirik, dan siapa
yang berbuat demikian akan dibunuh.
- Orang yang mencari ampunan alloh dengan mengunjungi kuburan
orang-orang shaleh termasuk golongan musyrikin.
- Termasuk perbuatan syirik bagi yang memberikan pengantar
kata dalam shalat terhadap nama-nama Nabi atau wali.
- Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak berdasarkan
atas qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang hanya bersumber pada akal semata.
- Mengingkari “qadar” serta menafsirkan al-Qur’an secara
takwil dianggap kufur
- Dilarang memakan buah tasbih dalam berdzikir kepada tuhan.
- Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapa pun juga boleh
melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syarat.
3. Cara penyiaran Aqidah-aqidah Wahabiyah
Dakwah
Muhammad bin Abdul Wahab merupakan maklumat pertama, yang berupa adat kebiasaan
dan upacara-upacara. Oleh karena itu bagi Muhammad bin Abdul Wahab tidak ada
pertemuan atas majelis untuk membaca Maulid Nabi.
Untuk
melaksanakan atau menyebarkan paham-paham Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahab
bekerja sama dengan pangeran Muhammad bin Sa’ud penguasa yang telah memeluk
ajaran-ajarannya dan juga mengawini anaknya. Ia merasakan sendiri bahwa
khurafat-khurafat yang menimpa kaum Muslimin bukan saja terbatas pada pemujaan
kuburan-kuburan orang-orang shaleh dan memberikan nadzar karenanya, tetapi juga
menjalar kepada dinamisme atau animise. Misalnya di Yamamah atau Riyadh
sekarang, memuja pohon kurma, karena dianggap oleh mereka dapat memberikan
jodoh. Maka gerakan wahabi yang pertama adalah dengan memotong secara langsung
pohon kurma itu. Kemudian setiap kali golongan Wahabiyah memasuki surat tempat,
mereka membongkar kuburan dan diratakan dengan tanah, bahkan masjid-masjid yang
dibangun diatas kuburan –kuburan pun turut dibongkar. Tindakan mereka tidak
hanya terbatas kepada pembongkaran kuburan wali-wali, atau orang-orang shaleh
biasa tetapi lebih jauh lagi, ketika mereka dapat menguasai Mekkah, banyak
tempat-tempat bersejarah dimusnahkan, seperti tempat kelahiran Nabi Muhammad
Saw, Abu Bakar, Ali r.a . Bahkan sampai kuburan Nabi Muhammad Saw. Hampir
mengalami nasib yang sama kalau sekiranya mereka tidak takut akan kemarahan
umat Islam. Mereka hanya melucuti hiasan-hiasan yang ada pada kuburannya dan
melarang penggantian selubungnya yang baru.
C. Gerakan Assanusiyah
1. Riwayat Hidup Muhammad bin Ali Assanusi
Muhammad
bin Ali Assanusi dilahirkan di Afrika utara ia adalah seorang dari pemimpin
abad XIX yang paling berpengaruh. Ia menciptakan suatu organisasi yang merambah
sebagian besar dari Sahara Tengah ujung padang pasir dan mempunyai pengaruh
yang sangat luas, mendalam pada masyarakat Baduwi atau dengan kata lain
Libiya. Takira ini memainkan peranan yang sangat penting di
Perancis dan Italia yang merupakan musuh bebuyutan terhadap kemajuan dan
kemajuan pemikiran kaum kolonialis.
2. Gerakan dan Ajaran Assanusiyah
Adapun
gerakan Assanusiah di Libya atau Tri poli adalah satu paham yang tegak diatas
runtuhan sebuah kerajaan Islam Turki. Aliran ini mengajarkan dengan cara
membuat jama’ah-jama’ah dengan melatih dan mendidik anak-anak tentang hakikat
ajaran Islam dan melatih orang-orang tua berdzikir kepada Alloh.
Gerakan
ini melakukan pemurnian dengan membentuk aliran tashawuf yang sesuai dengan
syari’at dengan jargon “Bertashawuf tetapi harus sanggup berjuang
ditengah-tengah masyarakat” malam bercermin kitab suci siang
bertongkat tombak besi. Maka kerajaan Sanusi di Libiya adalah sebuah kerajaan
kaum sufi, tetapi syfi yang tidak menyembah kuburan dan tidak memakai robithah.
Tarekat
yang berkembang di Afrika Utara ini merupakan Gerakan revivalis (pembangkit
kembali) dalam Islam dan menentang tendensi-tendensi modern yang diperkenalakan
pada imperium ottoman.
Gerakan
assanusi tidak bisa menerima pembaharuan sebagaimana yang dilaksanakan pada
pemerintahan Ottoman dan pada pemerintahan M. Ali di Mesir yang cenderung untuk
mengurangi kekuasaan para ulama yang tradisional memegang pendidikan dan
berbagai masalah negara.
Assanusi
juga tidak setuju kepada kesetiaan para ulama yang menggantukan diri pada
pemerintahan dan memberikan legitimasi agama yang dituntut oleh politik dan
kebijaksanaan kedua pemerintahan tersebut. Menurutnya bahwa sangsi agama
terhadap agama Islam yang benar. Oleh karena itu ia merasa berkewajiban untuk
melindungi umat islam terperosok kejurang kekufuran. Karena “tauhid” (mengikuti
pendapat orang lain secara membabi buta) menyebabkan tidak ada semangat dan
keberanian untuk berpikir menggali Al-Qur’an dan Sunnah secara bebas sebagai
dua sumber hukum Islam. Oleh karenanya dia menganjurkan para pemimpin itu untuk
kembali kepada sumber hukum yang asli yakni Al-Qur’an dan Assunnah dengan
Ijtihad.
Bagi
sanusi memahami ijtihad bukan mempergunakan akal secara bebas dan tidak
terbatas, bentuk ijtihad ia anjurkan adalah “Ijtihad yang relatif bebas (ijtihad
muntasib mustaqill)
Assanusi
bukan hanya sebagai ulama sunni, akan tetapi ia juga sebagai seorang sufi. Dia
sangat faham dengan tasawuf, oleh karena itu jika kita memperhatikan fase
tasawuf dari filsafat Assanusi akan didapatkan tiga tekanan ajarannya yaitu :
1. Kembali kepada ajaran yang benar
2. Kesatuan seluruh umat Islam
3. Transendennya Alloh dengan persamaan para mukminin
Dengan
demikian diharapkan bahwa umat Islam dapat kembali kepada Al-Qur’an dan
As-sunnah. Sanusi mengutuk praktek-praktek dilakukan oleh banyak tarekat
tasawuf, seperti usaha untuk mencapai tingkatan fana, pensucian syekh sufi, dan
pengambilan praktek-praktek lokal para islam dalam peribadatan kaum sufi. Ia
menganjurkan amalan syari’ah yang penuh dalam tasawuf, dan ia tidak membiarkan
penyimpangan-penyimpangan dari sumber syari’at Islam.
Yogyakarta,
30 Maret 2001
0 Response to "Makalah Gerakan Pemurnian Islam Wahabiyah dan Assanusiyah"
Post a Comment