Image1

Makalah Psikologi Agama | Perkembangan Rasa Agama pada Remaja

Psikologi Agama pada Remaja| Masa remaja adalah usia transisi dari masa kanak-kanak menuju masa kematangan dewasa. Kematangan dewasa secara psikologis adalah keberhasilan seseorang dalam mencapai a sense of rensponsibility serta dalam memiliki filsafat hidup yang mantap. Salah satu materi yang penting sebagai pengisi macam filsafat hidup adalah agama.
Perkembangan rasa keagamaan (a sense of religiousity) pada masan remaja merupakan perkembang lanjut dari rasa keagamAan pada kanak-kanak, sehingga bentuk rasa keagamaan pada kanak-kanak juga mempengaruhi intensitas rasa keagamaan masa remaja. Dalam perkembangan selanjutnya rasa keagamaan masa remaja mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi (interdependency relationship) dengan perkembangan aspek-aspek kejiwaan yang lain; yaitu disamping dipengaruhi oleh aspek kejiwaan lain, rasa keagamaan juga mempengaruhi perkembangan aspek-aspek kejiwaan tersebut. Kemendalaman rasa keagamaan masa remaja sangat dipengaruhi oleh intentitas pendidikan agama yang diberikan, disamping juga dipengaruhi oleh perkembangan kecerdasan remajayang memasuki tingkat  Abstract  Operation.
pada masa remaja individu manusia mulai berusaha menemukan bentuk filsafat hidupnya, yang sangat ditentukan oleh jenis pemikiran yang mendominasi kehidupanya; misalnya hal-hal yang bersifat kesenangan pribadi, kepentingan social, keagamaan, dan lain sebagainya. Bentuk dari filsafat hidup tersebut akan menjadi pengisian dari tuntutan the will to meaning yaitu tuntutan untuk hidup berarti. Apabila pendidik menhendaki agama menjadi dasar filsafat hidup dan pengisian tuntutan ‘keberartian’ bagi remaja, maka harus ada pengarahan agar agama mendominasi bentuk pemikiran remaja, melalui pendidikan agama yangb intensif.
Dalam suatu penelitian tentang ‘apa yang dipikirkan dalam jangka panjang oleh remaja dan pemuda’ yang diadakan oleh Y.M.C.A. (Young Men Christian Association) dengan subyek penelitian sejumlah 1798 orang antara masalah-masalah: keuangan, keamanan diri, kebahagiaan pribadi, kehormatan, dan masalah-masalah lain yang bersifat kesenangan pribadi. Kemudian hanya 14% responden yang memikirkan masalah social dan agama.
Bentuk perkembangan rasa keagamaan masa remaja mempunyai karakteristik tersendiri yang dapat terbagi dalam 6 hal :
1.      Ideas and mental growth
2.      Emotion
3.      Social consideration
4.      Moral growth
5.      Attitude and interest
6.      Worship and prayer


1.      Ideas and Mental Growth (perkembangan mental dan pemikiran)
Pemikiran tentang keagamaan yang ditanamkan pada masa kanak-kanak dalam bentuk dasar, biasanya ditanamkan melalui metode menghafal, yang kemudian memerlukan pengayaan dalam perkembangan selanjutnya.
Pada usia kanak-kanak belum ada sikap untuk mengkritik terhadap apa yang telah di berikan padanya, sampai memasuki masa remaja. Dari bentuk pemikian-pemikiran keagamaan inilah yang nanti pada masa remaja mendorong timbulnya pengertian tentang perbedaan antara suatu kepercayaan agama yang satu dengan yang lain, dan yang juga dapat menerangkan tentang ‘isi’ dari ‘hati nurani’ yang berbeda antar individu. Kemampuan intelektual remaja membantu kedinamikaan kreatifitasnya dalam merubah dan menambah pemikiran keagamaan.
Pada usia remaja penyampaian tentang pemikiran-pemikiran keagamaan dapat disampaikan melalui kemampuan kemengertian anak, karena remaja sudah dapat membastrksikan tentang masalah yang disampaikan, remaja juga sudah mampu mengintegrasikan fakta-fakta dan membuat kesimpualan dari fakta-fakta tersebut. Pada masa remajalah baru anak dapat merangkum pikiran-pikiran keagamaan yang mungkin telah tertanam semenjak kanak-kanak, kemungkinan timbulnya ‘rasa ragu’ (confungtion) terhadap pemiliran keagamaan baru terjadi pada masa remaja, dalam rangka perkembangan tejadinya proses ‘kemengertian’ tentang pemikiran keagamaan pada remaja. Perkembangan ‘rasa keraguan’ tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan intelektual saja, tapi juga dipengaruhi oleh kebiasaan bagaimana cara (metoda) pengajaran keagamaan pada masa kanak-kanak dilaksanakan, misalnya  bersifat otoriter, liberal, dls. Kejelasan bentuk kepercayaan keagamaan serta pandangan dan sikap suatu masyarakat terhadap rasa keagamaan juga mempengaruhi kemungkinan timbulnya ‘rasankeraguan’ terhadap pemikiran keagamaan pada remaja. Keadaan lain yang dapat menimbulkan ‘confusion’ tentang pemikiran keagamaan pada remaja adalah adanya konflik yang disebabkan oleh adanya perbedaan tentang konsep pemikiran keagamaan antara kawan sekelompok atau antara anggota keluarga, hal tersebut dapat menumbuhkan gejala religious doubt pada remaja.
Hal yang lain yang perlu dapat perhatiaan dalam perkembangan keagamaan masa remaja adalah kepekaan perhatian terhadap kebenaran tentang kepercayaan keagamaan yang mempengaruhi keadaan ‘hati nurani’ manusia tumbuh pada masa remaja, kalau mendapat motivasi, atau tidak tumbuh sama sekali, kalau tidak dimotivasi.
2.      Emoticon
Hubungan antara pertumbuhan emosi dan pertumbuhan emosi dan pertumbuhan rasa keagamaan pada remaja sampai erat. Rasa keagamaan dapat menumbuhkan rasa tentram, bahagia, dami, takut, cemas, ras berdosa, dan lain sebagainya.
Pada masa remaja perkembangan pada rasa emosi belum stabil. Ini menyebabkan tigkat sensitifikasi emosi remaja sangat tinggi. Salah satu stimulus yang mudah mendorang timbulnya keadaan emosional keagamaan pada remaja timbulnya conflict antara beberapa pemikiran keagamaan pada remaja, antara pemikiran, agama dan realitas perilaku dalam mesyarakat yang berlawanan, dls. Bagi remaja, sauatu perilaku keagamaan merupakan perilaku keagamaan yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh, sehingga kalau ada konflik yang terjadi dalam masalah keagamaan mudah menimbulkan pengaruh emosional yang tinggi. Inilah sebabnya dalam beberpa penalitian banyak diketemukan bahwa kasus konversi agama lebih banyak terjadi pada masa usia remaja.
Keadaan lain yang sering mempengaruhi keadaan emosi remaja adalah tentang perkembangan seksual yang sedang terjadi pada masa remaja. Ajaran keagamaan tentang perilaku seksual yang diizinkan agamanya, sering menumbuhkan rasa keagamaan yang tinggi sehingga individu berusaha mengendapkan (to repress) dorongan seksual yang mungkin timbul, bagi yang memiliki kemampuan pengendalian jiwa, akan mampu mensublimasikan endapan dorongan seksual dalam bentuk kegiatan yang positif. Sementara bagi yang kurang mampu mengendaliakn, maka akan menimbulkan konflik atas rasa bersalah (guilt feeling) yang berkepanjangan. Keadaan emotional tention karena rasa keagamaan tidak selalu terekspresiakan dalam sikap kekecewaan-kekwcewaan, tetapi sering juga muncul dalam bentuk intelektual doubt (misalnya muncul dalam bentuk ketidaknormalan cara berfikir). Anak remaja yang tidak bisa percaya kepada adanya Tuhan mungkin bukan disebabkan oleh alasan intelektual, tapi mungkin disebabkan oleh alasan intelektual, tapi mungkin disebabkan oleh keadaan emosi tertentu. Pada usia dimana rasa emosional tumbuh kemudian didorong oleh tumbuhnya a sense of others dapat mendorong remaja untuk aktif pada kegiatan-kegiatan agama di tempat-tempat ibadah.

3.      Social Consideration
Bayi berkembang menjadi manusia sosial mulai setelah lahir. Aspek-aspek sosial yang pada dirinya terus berkembang semakin kuat. Tetapi kesadaran sosial pada dirinya (sosial awareness and self –consious ness) tidaklah berkembang sepenuhnya sampai pada usia remaja. Pada saat itu kesadaran diri lingkungan sosial menjadi kuat terutama dalam berhubungan dengan kawan kelompok.
Bagi perkembaangaan keagamaan dan rasa keagamaan pada masa remaja akan banyak dipengaruhi oleh bentuk hubungan remaja dengan kelompoknya, statusny dalam kelompok, serta macam kelompok yang diikutinya. Kalau kelompoknya cenderung menyukai masalah dan kegiatan kagamaan maka bentuk kesukaan dan kegiatan tersebut akan mempengaruhi bentuk keagamaannya. Pada usia remaja status dan tugas dalam kelompok akan ikut membentuk kepercayaan diri pada individu yang bersangkutan. Tugas-tigas yang diberikan dalam kegiatan keagamaan akan banyak pengaruh dalam bentuk rasa keagamaan akan banyak pengaruh dalam bentuk rasa keagamaannya. Dukungan dan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak dalam kelompoknya juga akan membentuk perkembangan kesadaran sosial keagamaan tersendiri, kalau kesensitifan sosial pada masa remaja tidak digunakan untuk membentuk dan mempersubur rasa keagamaan nya, maka perkembangan rasa keagamaan selanjutnya dapat tersendat.
4.      Moral Growth
Walaupun antar moral dan agama bukanlah dua hal yang selalu identik (contoh orang bermoral belum tentu orang yang beragama dan sebaliknya ), tetapi antara keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam hubungan tersebut maka orang beragama dapat menjadi orang yang bermoral dalam rangka menyesuaikan dengan sifat-sifat Tuhan dan hubungan manusia lain menurut aturan Tuhan, serta dengan kehidupan setelah mati. Tatanan moral dalam agama dirumuskan dalam aturan ethic & moral (akhlak). Maka bagi psikolog yang perlu di lihat adalah tentang dinamika kepribadian pada remaja, bagaimana aturan-aturan moral mempengaruhi bentuk kepribadiannya.
Sikap bermoral secara sadar tidak akan berkembang, sebelum usia remaja. Sebab kesadaran terhadap etika dan moral memerlukan suatu tingkat kemampuan kecerdasantertentu untuk mengekspresikan konsep-konsep moral dan mengadakan generalisasi, dalam bentuk perilaku. Kemampuan itu baru akan tumbuh pada usia 14 atau 15 tahun. Walaupun akar dari kehidupan bermoral bermula dari pembentukan ‘hati nurani’ (conscience) yang diproses semenjak kanak-kanak, tetapi kematangan dari moral judgement (penentuan moral yang baik baginya) baru ada pada usia 17 atau 18 tahun. Seorang psikolog, klien, berkata bahwa pada anak jarang terjadi penyakit gila, tetapi pada masa remaja sering terjadi. Ini disebabkan, karena kejadian pelanggaran moral pada anak-anak hanya akan menyebabkan rasa khawatir kasih sayang orang tuanya berkurang, sedang pada remaja bisa menimbulkan kekhawatiran kehilangan kehormatan diri. Maka bagi remaja yang semenjak dini sudah di bentuk tentang kode moral tertentu, pelanggaran atas kode moral tersebut akan menimbulkan rasa guilt feeling yang mendorong ke arah psychotic symtoms.
Pada remaja sudah ada kapasitas untuk bermoral tinggi, tetapi itu baru kepastian saja, sedang perkembangan sangat tergantung kepada faktor-faktor luar. Adanya banyak kasus kenakalan anak remaja karena disebabkan oleh kurang adanya faktor pendukung bagi kapasitas untuk bermoral untuk berkembang.
Bagi remaja ada 5 macam motive yang mendorong timbulnya ‘perilaku tersebut adalah:
1.      Adaptive peron
2.      Self-directive person
3.      Submissive person
4.      Unadjusted person
5.      Deflant person
Ad. 1. Adaptive person: adalah jenis orang yang dapat mengikuti prinsip kepercayaan dan aturan sosial. Secara mudah, tanpa banyak komentar, tanpa memerluakn pertimbangan batin. Kelihatannya mereka tidak terkena komplik batin dalam masalah moral.
Ad. 2. Self-directive: orang yang sangat kritis dan reflektif dalam hal moral. Walau mungkin bentuk perilaku moralnya dama dengan oran glain kelompok adaptive person, namun mereka mengalami pertentangan batin dulu sebelum menentukan jenis moral yang diakui.
Ad. 3. Submissive person: krlompok ini sangat kritis juga dalam hal pemilihan perilaku moral, tetapi pendoronhg keraguannaya bukan karena benar dan salah sebagaimana pada kelompok nomer 2, tetapi didorong oleh keinginaan disenangi oleh oran gyang mempunyai otoritas atas dirinya.
Ad. 4. Unadjusted person: kelompok yang sering bingung dan ragu terhadap prinsif moral dari kepercayaan agamanya. Apabila dia telah menentukan untuk memilih moral yang baik menurut kepercayaannya tetapi tidak mendapat keberuntungan setelah itu maka dia menjadi kecewa
Ad. 5. Defiant person: menolak terhadap prinsif moral dari agama secara umum. Mereka tidak merasa puas terhadap imbalan dari masyarakat terhadap perilaku moral yang telah dilakukannya. Mereka tidak percaya bahwa perilaku bermoral dapat diukur dengan aturan moral agama. mereka bersikap egois dan agresif.
 Dari semua itu agama yang paling banyak adalah jumlah orang dari jenis adaptive person. Karena remaja sebenar-benarnya sangat terikat kepada kelompok, maka kebanyakan remaja ingin berbuat etis sesuai dengan dasar moral yang diikuti oleh kelompoknya, walau sering bertentangan dasar moral yang benar. Maka sering kali reamja berbuat hal-hal yang bersifat moral hanya karena ingin diikuti oleh kelompoknya. Dalam hubungannya antara moral dan agama, maka hanya bentuk self-directive person yang dianggap memiliki dasar-dasar moral yang dihibungkan dengan agama. seberapa penelitian menunjukan bahwa kenakalan remaja berasal dari 4 macam yagn lain, sedang anak yang aktif dalam kegiatan agama berasal dari jenis self-directive person.
5.      Attitude  and interest
Tentang sikap dan minat remaja terhadap agama dapat dibedakan dalam macam yang berlawanan, yaitu sangat dekat kepada agama atau sangat jauh kepada agama. bagi individu yang sangat dekat kepada agama (most religious person) mereka selalu mengidentifikasikan segala dasar kehidupannya pada keagamaan yang diikutinya, sedang bagi individu yang sangat jauh kepada agama (least religious person) bersikap menolak kepada institusi  keagamaan dan menolak pendapat-pendapat yang kembali kepada keagamaan. Ini terutama Nampak pada sikap remaja dalam mementang otoritas disekitarnya untuk pencapaian kemerdekaan diri. Sikap tidak suka pada agama ini ditunjukan dengan banyak meninggalkan aktifitas dan tugas keagamaan sebagai sikap menentang. Siakp keagamaan ini akan mempengaruhi bentuk dari sikap keagamaannya pada masa dewasa nanti.
6.      Worship and Prayer
Peribadahaan dan sembahyang merupakan suatu pengalaman jiwa tertentu yang merupakan pernyataan diri tentanag kepercayaannya kepada kekuasaannya tuhan atas dirinya. Perkembangan keagamaan pada remaja erat hubungaanya. Dalam kehidupan keagamaan peribadahaan dan sembahyang merupakan tindak dan sikap yang bersifat individual. Individu yang memiliki sikap keagamaan yang tinggi mementingkan masalah peribadahaan dan sembahyang sebagai tanda hubungan diri dengan sang pencipta. Intensitas dan bentuk peribadahaan dan sembahyang pada remaja sangat dipengaruhi oleh latihan pada masa kanak-kanak. Semakin sering latihan diberikan semakain besar rasa keagamaan pada masa remaja, dan saeamkin aktif dia beribadah.
Tentang penagaruh kejiwaan yang didapat dari aktifitas peribadahaan dan sembahyang, sebagai remaja berpendapat bahwa keterikatan seseorang terhadap peribadahaan dan sembahyang member bentuk kejiwaan tertentu, yaitu, timbulnya rasa kepasrahan tertentu dan rasa mudah menerima relitas kehidupan yang dihadapi. Sehinggan menghindarkan kegoncangan jiwa yang makin timbul, semakin sering seseorang beribadah semakin tenang jiwanya.
Sebagai remaja berpendapat bahwa perilaku peribadahaan sering kali diawali dari adanya peristiwa-peristiwa yang mendorong perbuatan sembahyang tersebut, yang kemudian menjadi alasan mengapa remaja itu beribadatan. Alasan pendorong timbulnya perilaku peribadatan bermacam-macam. Dalam suatu penelitian menunjukan suatu hasil tentang alasan dari perbuataan peribadatan. 35% didorong oleh rasa karena tuhan mendengar, 27% mengapa bahwa sembahyang dapat memecahkan masalah-masalah kesulitan hidup, 18% sembayang karena amerasa jiwa lebih tenang, 11% sembahyang mengingatkan tugas terhadap orang lain dan 4% sembahyang untuk pembiasaan saja.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Psikologi Agama | Perkembangan Rasa Agama pada Remaja"

Post a Comment