Image1

Media Audio dalam Pembelajaran Bahasa Arab

Media Audio dalam Pengajaran Kecakapan Mendengar Bahasa Arab
Seorang individu dikatakan telah belajar bila ia dari tidak dapat naik sepeda menjadi dapat naik sepeda, bila dari tidak dapat naik motor menjadi dapat  naik motor, bila ia tidak dapat membaca menjadi dapat membaca, demikian pula tidak memiliki pengetahuan, keterampilan, dan memiliki nilai-nilai menjadi memilikinya. Segala sesuatu yang berubah dari keadaan sebelumnya menjadi keadaan yang lebih baik dan lebih bermakna bagi dirinya dapat diperoleh berdasarkan proses belajar dan proses mengalami perubahan dalam dirinya, itulah hasil belajar.

Namun tidak semua perubahan merupakan hasil belajar misalnya beberapa perubahan pada bayi yang tadinya tidak dapat memegang benda menjadi dapat memegang benda, bayi tidak dapat tengkurep menjadi dapat tengkurep, anak yang tadinya tidak dapat duduk menjadi dapat duduk, semua perubahan ini karena kematangan (maturation). Di samping itu ada pula jenis perubahan yang tidak dapat digolongkan sebagai hasil perubahan belajar, yaitu perubahan yang terjadi pada diri seseorang sangat singkat kemudian segera menghilang, misalnya seseorang dapat memperbaiki pesawat radio, seseorang dapat memecahkan perhitungan, jika mereka disuruh mengulangi lagi ia tidak dapat mengerjakannya, kecakapan tersebut belum ada dalam dirinya dan individu tersebut belum belajar untuk hal-hal tersebut.

Begitu pula dalam mempelajari Bahasa Arab yang bukan notabene menjadi bahasa sehari-hari anak, tentu memerlukan proses belajar yang tidak sebentar dan memerlukan keahlian dari pengajar.
Dalam diktat “Muzakkirah fi Tarikhi Tadrisi al-lugoti al-Arabiyyati Li Gairi al-Arab” yang ditulis oleh Prof. Abdul Aziz bin Nasir Shalih, dinyatakan bahwa Bahasa Arab berkeistimewaan dibanding bahasa-bahasa lainnya, karena Bahasa Arab sekaligus telah menjadi bahasa agama Islam; bahasa sumber ajaran Islam; bahasa kitab suci Islam sehingga dengan demikian sangat erat kaitannya dengan kaum muslimin. Oleh karena itu, sangat masuk akal kalau di mana ada kaum muslimin di situ  dipelajari Bahasa Arab. Dengan menguasai Bahasa Arab mereka memahami ajaran Islam secara benar.[1]

Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga-lembaga yang bernuansa Islam baik itu berupa sekolah maupun pondok-pondok pesantren yang notabene mengajarkan Bahasa Arab. Namun pada zaman yang serba canggih ini bukan hanya muslimin saja yang menjadi peminat  Bahasa Arab. Ini terbukti di Amerika misalnya, hampir tidak ada suatu perguruan tinggi yang tidak menjadikan Bahasa Arab sebagai salah satu mata kuliah. Contohnya adalah Harvard University, sebuah Perguruan Tinggi swasta paling terpandang di dunia yang didirikan oleh para  “Alim Ulama” protestan.  Dan Georgetown  University, sebuah universitas swasta katolik, keduanya mempunyai pusat studi Arab yang kurang lebih merupakan center for contemporary  Arab studies.[2]

Sehubungan dengan semakin banyaknya peminat Bahasa Arab, maka banyak para ahli-ahli bahasa yang mengarang dan menciptakan buku dan sarana lainnya guna menunjang keberhasilan dalam belajar Bahasa Arab. Selain itu para ahli juga menciptakan sistem dan metode pengajaran Bahasa Arab yang terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Penggunaan media dalam pengajaran bahasa bertitik tolak dari teori yang mengatakan bahwa totalitas persentase banyaknya ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh seseorang, terbanyak dan tertinggi melalui indra lihat dan pengalaman langsung melakukan sendiri, sedangkan selebihnya melalui indra dengar dan indra lainnya.[3]
Media pengajaran juga mampu mempertinggi proses belajar mengajar siswa dan akan mendapatkan hasil yang tinggi. Ini sesuai dengan taraf berfikir siswa, di mana taraf berfikir manusia itu mengikuti tahap perkembangan, mulai dari berfikir konkrit ke abstrak, dari berfikir sederhana ke berfikir kompleks.
Di bawah ini dicantumkan beberapa alasan mengapa media pengajaran (media audio) dapat mempertinggi proses belajar siswa, antara lain :
a.        Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
b.   Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran dengan baik.
c.     Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
d.    Siswa lebih banyak melakukan  kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti  mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.[4]
Berdasarkan inilah penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian di sekolah yang akan diteliti. Karena SMP Plus Assalam merupakan salah satu sekolah unggulan di Bandung yang selalu berusaha mengembangkan potensi peserta didiknya dengan berusaha meningkatkan kualitas belajar mengajar di sekolah tersebut.
Adapun salah satu upaya nyata yaitu dengan memberikan pelajaran lebih pada peserta didiknya antara lain dengan mengajarkan Bahasa Arab yang merupakan bahasa Al-Qur’an yang seharusnya dipelajari oleh setiap muslim.
Dan karena pelajaran Bahasa Arab merupakan pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, terutama mereka yang sama sekali tidak pernah mengenal Bahasa arab karena latar belakang yang berbeda maka metode pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah tersebut sudah selayaknya mengalami perubahan.
Penulis berharap dengan diadakannya penelitian di sekolah tersebut akan membawa angin segar terhadap prestasi belajar siswa juga lebih memotivasi siswa untuk mampu memahami bahasa selain bahasa umi mereka.
Pengajaran yang dilakukan secara monoton akan membuat siswa merasa bosan. Dan pada akhirnya akan menimbulkan kemalasan. Dapat kita bayangkan, jika kita sebagai calon pengajar Bahasa Arab harus mengajarkan sejarah Nabi dalam Bahasa Arab hanya mengandalkan cerita. Tentu ini akan berbeda dengan kita menjelaskan dengan bantuan sebuah media. Dengan media proses belajar mengajar akan lebih konkrit daripada kita harus menceritakan secara verbal saja.
Mau tak mau sebagai guru kita harus mengakui bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Dan harus kita ingat bahwa proses belajar mengajar bukan hanya proses belajar siswa  yang terjadi karena ada guru yang secara langsung mengajar ataupun secara tidak langsung. Namun proses belajar juga adalah siswa aktif berinteraksi dengan media atau sumber belajar lainnya.
Jika kita lihat uraian di atas maka sudah selayaknya kalau media tidak lagi hanya kita pandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai penyalur pesan dari pemberi pesan.
Namun ada hal penting yang harus kita catat baik-baik bahwa media sebagai pembawa pesan tidak hanya digunakan oleh guru saja melainkan dapat pula digunakan oleh siswa. Oleh karena itu sebagai penyaji dan penyalur pesan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili guru menyampaikan informasi secara lebih teliti, jelas dan menarik dan tentunya dengan biaya yang dapat dijangkau oleh siswa.
Peranan media seringkali menimbulkan kekhawatiran guru yang merasa fungsinya sebagai pengajar akan digeser oleh media. Padahal kekhawatiran semacam itu  sebenarnya tak perlu ada kalau kita ingat betul tugas dan peranan guru yang sebenarnya. Memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepada  siswanya adalah tugas penting dari seorang guru.
Guru dan media pendidikan hendaknya bahu membahu  dalam memberi kemudahan bagi siswa. Perhatian dan bimbingan secara individual dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik, sementara informasi dapat pula disajikan secara jelas, menarik dan teliti oleh media pendidikan.
[1] Prof. Dr. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2003), hal.136.
[2] Ibid, hal. 1.
[3] Ibid, hal. 75.

[4]Dr. Nana Sudjana, A. Rivai,  Media Pengajaran (Bandung; Sinar Baru, 1992), hal. 2.

Catatan : File Word Lengkap Hub. 085213974463

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Media Audio dalam Pembelajaran Bahasa Arab"

Post a Comment