Menulis Itu Tidak Perlu Belajar, Tetapi Belajarlah Menulis
"Menulis itu Tidak perlu belajar, tetapi belajarlah menulis" Ungkapan ini lahir ketika saya masih kuliah. Sekedar mengenang masa lalu pada masa-masa akhir kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sekitar tahun 2004.
Pada waktu itu banyak teman-teman yang meminta saya untuk mengerjakan tugas akhir skripsi mereka, entah mengapa mereka percaya sama saya, mungkin karena kebetulan di antara mahasiswa satu kelas yang pertama menyelesaikan tugas akhir adalah saya.
Saya tanya kepada teman saya, mengapa tidak dikerjakan sendiri itu kan tugas akhir? Jawaban mereka polos "bingung" "tidak bisa menulis", Kata saya : "bingung kenapa? tidak bisa menulis kenapa?, apa tidak bisa mengetik? sudah banyak kan tukang rental".
"Bingung dari mana memulainya, bingung isinya bagaimana" Bingung menulis susunan katanya" Jawab teman saya. Bahkan ada yang datang-datang langsung menangis, "kenapa? Ini skripsi dicoret-coret sama Dosen Pembimbing saya jadi bingung dan males melanjutkannya". Mungkin masih banyak ungkapan-ungkapan lain berkaitan dengan perjuangan mengerjakan tugas akhir pada waktu itu.
Wajar memang, karena pada zaman dahulu kala belum ada fasilitas Internet seperti sekarang. Butuh waktu, tenaga, pemikiran dan biaya untuk mendapatkan hasil tulisan atau karya ilmiah yang bagus, harus rajin ke perpustakaan, buka katalog, mencatat point-point penting, bahkan mengcopynya. Setelah itu kita pahami betul-betul isinya kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Untuk menuangkan dalam bentuk tulisan pun pada waktu itu masih serba terbatas, ditulis dalam lembaran kertas folio dulu baru diketikan ke rental komputer. Karena pada saat itu, jangankan laptop, komputer pun belum familiar di kalangan Mahasiswa. Tak ada budaya copy paste pada waktu itu, semunya dikerjakan dengan murni dan manual. Kalau sobat yang membaca tulisan ini mengalaminya, berarti kita sezaman
Karena banyak teman-teman yang meminta mengerjakan tugas akhirnya, saya tidak bisa menyanggupinya, hanya satu atau dua orang saja yang saya bantu sampai benar-benar selesai. Saya hanya bisa membantu teman-teman lain dengan memberikan motivasi dengan kata-kata seperti ini : Udah kamu nulis az dulu jangan banyak takut salah, takut ga nyambung... takut dicorat-coret dosen pembimbing, tulis az dulu apa yang ada dalam pikiranmu!" Jangan halangi dengan ketakutan, keraguan sehingga tidak satu pun yang kau tuliskan.... Ini lah yang dimaksud "Menulis itu tidak Perlu Belajar, tapi belajarlah menulis"
Begitu juga dalam dunia tulis menulis di media atau karya ilmiah lainnya, banyak orang yang merasa tidak bisa menulis, takut salah, takut jelek, takut ga nyambung, akhirnya tak ada satupun karya tulisannya. Padahal untuk menjadi penulis yang bagus caranya adalah dengan menulis dan menulis, bukan sebatas belajar bagaimana menulis yang baik. Banyak orang hanya berteori tapi tak ada satupun hasilnya..
Bagi saya menulis bukan mengharap penilaian orang bagus atau tidak, kalau dalam istilah medsos like or note like melainkan catatan kehidupan dan pemikiran saya sebagai catatan sejarah pribadi. Harapan tentu ada bahwa ulisan saya ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya, kalau tidak sekarang siapa tahu nanti, kalau tidak oleh orang lain siapa tahu bermanfaat buat anak cucu kita nanti. Kalau dalam Jargon majalah Bina Dakwah : "Nunda Ayeuna Keur Jaga" atanapi "Nulis ayeuna kanggo aoseun jaga"
Bagus atau tidaknya tulisan bukan terletak pada tulisannya, tetapi sejauh mana pembaca bisa memahami maksud tulisannya. Karya Kahlil Gibran pun penyair tingkat dunia dalam bukunya "Sayap-sayap Patah" kalau sekilas membacanya, tidak akan mengatakan tulisan atau karyanya bagus. Tetapi jika dibacanya oleh yang sedang jatuh cinta,dengan mata hati dan penuh perasaan, maka karya ini sungguh luar biasa..
Tulisan ini bukan tulisan yang lahir dari seorang penulis profesional, melainkan sebuah tulisan yang lahir dari seorang penulis yang sedang belajar menulis. Menulislah tidak perlu takut, karena ketakutan tidak akan menambah umurmu!. Menulislah dengan keberanian, karena keberanian pun tidak akan mengurrangi umurmu. Jatah umur semua sudah ada yang mengatur, isinya tergantung pada seberapa banyak amaliyah atau karya kita termasuk menulis. Cag.
Walllohu A'lam
Pada waktu itu banyak teman-teman yang meminta saya untuk mengerjakan tugas akhir skripsi mereka, entah mengapa mereka percaya sama saya, mungkin karena kebetulan di antara mahasiswa satu kelas yang pertama menyelesaikan tugas akhir adalah saya.
Saya tanya kepada teman saya, mengapa tidak dikerjakan sendiri itu kan tugas akhir? Jawaban mereka polos "bingung" "tidak bisa menulis", Kata saya : "bingung kenapa? tidak bisa menulis kenapa?, apa tidak bisa mengetik? sudah banyak kan tukang rental".
"Bingung dari mana memulainya, bingung isinya bagaimana" Bingung menulis susunan katanya" Jawab teman saya. Bahkan ada yang datang-datang langsung menangis, "kenapa? Ini skripsi dicoret-coret sama Dosen Pembimbing saya jadi bingung dan males melanjutkannya". Mungkin masih banyak ungkapan-ungkapan lain berkaitan dengan perjuangan mengerjakan tugas akhir pada waktu itu.
Wajar memang, karena pada zaman dahulu kala belum ada fasilitas Internet seperti sekarang. Butuh waktu, tenaga, pemikiran dan biaya untuk mendapatkan hasil tulisan atau karya ilmiah yang bagus, harus rajin ke perpustakaan, buka katalog, mencatat point-point penting, bahkan mengcopynya. Setelah itu kita pahami betul-betul isinya kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Untuk menuangkan dalam bentuk tulisan pun pada waktu itu masih serba terbatas, ditulis dalam lembaran kertas folio dulu baru diketikan ke rental komputer. Karena pada saat itu, jangankan laptop, komputer pun belum familiar di kalangan Mahasiswa. Tak ada budaya copy paste pada waktu itu, semunya dikerjakan dengan murni dan manual. Kalau sobat yang membaca tulisan ini mengalaminya, berarti kita sezaman
Karena banyak teman-teman yang meminta mengerjakan tugas akhirnya, saya tidak bisa menyanggupinya, hanya satu atau dua orang saja yang saya bantu sampai benar-benar selesai. Saya hanya bisa membantu teman-teman lain dengan memberikan motivasi dengan kata-kata seperti ini : Udah kamu nulis az dulu jangan banyak takut salah, takut ga nyambung... takut dicorat-coret dosen pembimbing, tulis az dulu apa yang ada dalam pikiranmu!" Jangan halangi dengan ketakutan, keraguan sehingga tidak satu pun yang kau tuliskan.... Ini lah yang dimaksud "Menulis itu tidak Perlu Belajar, tapi belajarlah menulis"
Begitu juga dalam dunia tulis menulis di media atau karya ilmiah lainnya, banyak orang yang merasa tidak bisa menulis, takut salah, takut jelek, takut ga nyambung, akhirnya tak ada satupun karya tulisannya. Padahal untuk menjadi penulis yang bagus caranya adalah dengan menulis dan menulis, bukan sebatas belajar bagaimana menulis yang baik. Banyak orang hanya berteori tapi tak ada satupun hasilnya..
Bagi saya menulis bukan mengharap penilaian orang bagus atau tidak, kalau dalam istilah medsos like or note like melainkan catatan kehidupan dan pemikiran saya sebagai catatan sejarah pribadi. Harapan tentu ada bahwa ulisan saya ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya, kalau tidak sekarang siapa tahu nanti, kalau tidak oleh orang lain siapa tahu bermanfaat buat anak cucu kita nanti. Kalau dalam Jargon majalah Bina Dakwah : "Nunda Ayeuna Keur Jaga" atanapi "Nulis ayeuna kanggo aoseun jaga"
Bagus atau tidaknya tulisan bukan terletak pada tulisannya, tetapi sejauh mana pembaca bisa memahami maksud tulisannya. Karya Kahlil Gibran pun penyair tingkat dunia dalam bukunya "Sayap-sayap Patah" kalau sekilas membacanya, tidak akan mengatakan tulisan atau karyanya bagus. Tetapi jika dibacanya oleh yang sedang jatuh cinta,dengan mata hati dan penuh perasaan, maka karya ini sungguh luar biasa..
Tulisan ini bukan tulisan yang lahir dari seorang penulis profesional, melainkan sebuah tulisan yang lahir dari seorang penulis yang sedang belajar menulis. Menulislah tidak perlu takut, karena ketakutan tidak akan menambah umurmu!. Menulislah dengan keberanian, karena keberanian pun tidak akan mengurrangi umurmu. Jatah umur semua sudah ada yang mengatur, isinya tergantung pada seberapa banyak amaliyah atau karya kita termasuk menulis. Cag.
Walllohu A'lam
0 Response to "Menulis Itu Tidak Perlu Belajar, Tetapi Belajarlah Menulis"
Post a Comment