Image1

Budaya Literasi

GERAKAN TASIKMALAYA MEMBACA
ANTARA HARAPAN DAN TANTANGAN

Oleh : Ujang Kusnadi, S. Pd.I*

Budaya membaca bagi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini didasarkan pada fakta pemeringkatan literasi Internasional bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Berdasarkan kondisi tersebut, kemendikbud memprogramkan Gerakan Literasi Sekolah yang bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat.
Khusus di kabupaten Tasikmalaya  Gerakan Literasi Sekolah  ini dinamakan Gerakan Tasikmalaya Membaca (GTM). Pada tanggal 21 Desember 2016 ditabuh gong Gerakan Tasikmalaya Membaca, ditandai dengan kegiatan membaca senyap sebanyak 5000 orang secara serentak bertempat di halaman Gedung Bupati Tasikmalaya. Tujuan kegiatan ini adalah gerakan moral untuk menumbuhkan minat baca di kalangan masyarakat kabupaten Tasikmalaya secara luas yang akan berpengaruh terhadap kemajuan daerah dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Gerakan Tasikmalaya Membaca (GTM) merupakan gerakan yang masih seperti bunyi gong, suara dan gaungnya terdengar di mana-mana namun kegiatan membacanya masih dalam dataran wacana dan harapan.  Hal ini disebabkan karena membutuhkan waktu untuk merubah kebiasaan masyarakat yang lebih cenderung pada budaya menonton dari pada budaya membaca. Perkembangan teknologi, seperti media televisi, fasilitas internet yang melahirkan budaya Instan akan menjadi tantangan bagi suksesnya kegiatan membaca di masyarakat. Selain itu juga paradigma masyarakat yang menganggap bahwa membaca adalah kegiatan yang membosankan.  Diperparah lagi dengan sarana buku yang sangat sulit ditemukan bagi masyarakat pedesaan.
Oleh karena itu keberhasilan sebuah program harus diwujudkan melalui penaklukan-penaklukan berbagai tantangan dengan program yang jelas dan terukur. Program hanyalah program, kalau hanya terdengar gaungnya saja pasti tidak akan ada pengaruhnya pada perubahan. Gerakan Tasikmalaya Membaca ini Tidak hanya cukup dengan jargon dan ajakan mari sukseskan Gerakan Tasikmalaya Membaca saja, melainkan harus diwujudkan dengan target yang jelas dan lagkah-langkah kongkrit secara detail dan terukur.

GTM dan GEMMAR Mengaji
Membaca adalah kunci bagi upaya memajukan bangsa. Dengan membaca berarti orang memberikan “nutrisi” bagi otak. Berbagai informasi, termasuk ilmu pengetahuan akan diserap dan diolah melalui proses membaca. Informasi atau Ilmu pengetahuan tersebut akan menjadi perilaku yang menunjukkan identitas kualitas sumber daya manusia. Jika informasi yang diserap adalah hal yang positif, maka dari membaca itulah kualitas sumber daya manusia akan meningkat. Hal ini sesuai dengan ungkapan bijak bahwa “Jika ingin menjadi orang hebat, bacalah buku-buku yang ditulis orang-orang hebat, karena di dalamnya terselip rahasia-rahasia sukses mereka”. Dengan demikian jika bangsa ini ingin menjadi bangsa yang hebat, maka bacalah buku-buku yang hebat, karena membaca adalah kunci kemajuan bangsa.
Tasikmalaya yang dikenal sebagai kota santri dan mayoritas penduduknya adalah Muslim, memiliki potensi sangat besar dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Bagi kalangan santri membaca adalah kewajiban yang telah diperintahkan Alloh SWT dalam wahyu-Nya yang pertama QS. Al-Alaq ayat 1-5. Apalagi Al-Qur’an itu sendiri mengandung arti “bacaan” sehingga Al-Qur’an itu adalah kalam Ilahi yang wajib dibaca oleh ummat Islam. Al-Qur’an adalah bacaan yang sempurna berisi tentang pedoman hidup seperti akidah, ibadah, akhlak, hukum dan sejarah  mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Isi kandungan dalam al-Qur’an ini berlaku dan relevan sepanjang zaman. Kisah-kisah terdahulu akan menjadi ibrah bagi kejadian yang akan datang.
Sebenarnya bagi umat Islam dengan membaca Al-Qur’an itu sudah cukup merangkum berbagai macam ilmu pengetahuan. Hanya saja untuk menjadikan Al-Qur’an sebuah peradaban membacanya saja tidak cukup, melainkan memerlukan kajian-kajian Ilmu Tafsir,  dan penerjemahan dalam kehidupan dalam bentuk amaliyah.
Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki Visi Religious Islami jauh sebelum Gerakan Tasikmalaya Membaca, sudah terlebih dahulu menggaungkan GEMMAR Mengaji (Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji). Gerakan ini menunjukkan keseriusan pemerirntah Kabupaten Tasikmalaya dalam mewujudkan visinya. Hanya saja karena gerakan ini tidak ada target dan tidak terukur, maka keberhasilannya pun masih dipertanyakan. Oleh karena itu Gerakan Tasikmalaya Membaca diharapkan dapat mengingatkan kembali Gerakan Masyarakat  Maghrib Mengaji agar lebih tertarget dan terukur. Karena pada hakikatnya Mengaji mengandung makna yang lebih mendalam dari membaca. Jika GEMMAR Mengaji ini sukses dan terukur keberhasilannya maka sesungguhnya GTM itu sudah tercapai.
Adapun maksud Gerakan Tasikmalaya Membaca terhadap buku-buku secara umum, pemerintah hanya tinggal memberikan fasilitas buku-buku yang lengkap dan mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat terutama di pedesaaan. Rendahnya masyarakat terhadap minat baca selama ini justeru lebih banyak dikarenakan tidak adanya fasilitas buku.
Jika GTM dan GEMMAR Mengaji  ini dapat tercapai maka visi Kabupaten Tasikmalaya Religious Islami akan terwujud sekaligus mengantarkan pada kemajuan daerah kabupaten Tasikmalaya yang makmur dan sejahtera.

Tantangan GTM
Bagi masyarakat yang berbudaya akademik, membaca merupakan dahaga yang tidak pernah ada ujungnya. Semakin banyak membaca maka akan semakin mendorong rasa ingin tahu dalam dirinya, sehingga tidak ada waktu luang yang terbuang dalam kehidupannya. Pemandangan semacam itu barangkali dapat dilihat dari tayangan media massa khususnya televisi. Betapa di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Eropa, membaca sudah merupakan bagian dari kehidupan mereka. Tidak pandang strata sosial, profesi, usia, ruang dan waktu. Mereka senantiasa akrab dengan buku. Sambil menunggu bis atau kereta mereka asyik membaca buku, bukan mengobrol. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan di Indonesia. Jangankan di terminal bis atau di stasiun kereta, di perpustakaan pun sepi pengunjung. Kantin menjadi tempat favorit mereka untuk mengobrol atau asyik bercanda dengan handphone mereka. Tidak sebatas perpustakaan sekolah, di kampus-kampus pun lebih banyak mahasiswa yang lebih suka mengobrol di kantin daripada membaca. Apalagi masyarakat awam. Hal ini diperparah dengan serbuan teknologi komunikasi, khususnya handphone. Ketidaksiapan masyarakat kita, termasuk masyarakat terpelajar, berkembangnya teknologi ini menjadikan munculnya culture shock atau keterkejutan budaya dikalangan masyarakat Indonesia. Apalagi dengan kehadiran facebook dan twiter. Pemandangan yang dapat disaksikan sehari-hari adalah bahwa generasi muda kita seperti mabuk teknologi informasi.

Perpustakaan Sebagai Gerbang Desa
Permasalahan di atas adalah tantangan bagi gerakan budaya membaca secara umum di Indonesia, khususnya kabupaten Tasikmalaya. Tantangan tersebut harus disikapi serius oleh pemerintah dengan program yang jelas, berkesinambungan dan terukur. Salah satunya adalah menjadikan Perpustakaan Sebagai Gerbang Desa.
Selama ini Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya selalu menggaungkan Gerakan Membangun Desa (GERBANG DESA) yang masih menitikberatkan pada pembangunan fisik.  DAK, Dana Desa dan lain-lain sebagian besar digunakan pada pembangunan Infrastruktur Pedesaan.  Padahal jauh lebih penting dari pada itu  adalah pembangunan Sumber Daya Manusia Desa yang siap menghadapi tantangan zaman.

Oleh karena itu, ditabuhnya gong Gerakan Tasikmalaya Membaca, diharapkan ditindaklanjuti dengan program pembangunan fasilitas perpustakaan di desa-desa.  Perpustakaan sebagai GERBANG Desa ini diharapkan mampu menyiapkan sumber daya manusia pedesaan yang siap menghadapi tantangan zaman, dalam membangun kemajuan daerah kabupaten Tasikmalaya berbasis pedesaan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Budaya Literasi"

Post a Comment