Image1

ADA BISNIS DIBALIK UJIAN NASIONAL

Menimbang Moratorium Ujian Nasional
Oleh : Ujang Kusnadi, S. Pd.I*


Sekian lama sistem Ujian Nasional diberlakukan pada sistem pendidikan di Indonesia. Berdasarkan sejarah,  sistem Ujian ini sudah mengalami beberapa kali metamorfosa.  Pada Tahun 1965-1971 dinamakan sebagai Ujian Negara dan hampir berlaku untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, Tahun 1972-1979 Ujian Negara ditiadakan, dirubah menjadi Ujian sekolah. Sehingga, sekolah lah yang menyelenggarakan ujian sendiri. Pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-kebijakan umum terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan oleh pihak sekolah. Tahun 1980-2000 Ujian sekolah diganti lagi menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS).
Tahun 2001-2004 diganti lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Tahun 2005-2009 terjadi perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan Dasar sampai dengan menengah atas sehingga nilai kelulusan ada target minimal. Tahun  2010-Sekarang UAN diganti menjadi Ujian Nasional (UN) dengan target, siswa yang melaksanakan UN dapat mencapai nilai standar minimal UN sehingga mendapatkan lulusan UN dengan baik. Pada awal tahun 2016 dirubah lagi kebijakan bahwa UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan. dan di penghujung tahun 2016  muncul wacana Ujian Nasional dihapuskan.

UN dalam Tataran Idealitas
Munculnya wacana penghapusan Ujian Nasional ditanggapi secara beragam oleh berbagai pihak, ada yang setuju dan ada yang tidak tergantung pada sudut pandang masing-masing. Bagi yang setuju sudut pandangnya berdasarkan sisi positif UN dilihat dari tujuan dan manfaatnya. Sedangkan bagi yang tidak setuju melihat dari sudut pandang realitas negative penyelenggaraan UN itu sendiri yang dirasa banyak madharatnya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Berdasarkan UU tersebut, tujuan diselenggarakannya Ujian Nasional adalah untuk memetakan kemampuan peserta didik dalam menyerap ilmu dari kegiatan belajar-mengajar di Sekolah. Oleh pemerintah UN menjadi standarisasi kelulusan bagi siswa dan selanjutnya akan digunakan sebagai prasyarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, UN bisa menjadi pemetaan sejauh mana pemerataan kualitas pendidikan di seluruh daerah di Indonesia.
Adapun manfaat diselenggarakannya UN adalah mendorong siswa untuk giat belajar dalam mencapai kelulusan. Sekolah juga memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mencapai kelulusan siswanya, di antaranya adalah dengan  diadakannya jam belajar tambahan. Begitu juga orang tua memiliki tanggungjawab mendorong siswanya giat dalam belajar agar lulus dalam ujian.
Melihat tujuan dan manfaat UN dalam tataran idealitas ini sangat baik. Ini menunjukkan keinginan pemerintah mencapai tujuan pendidikan nasional yang ideal. Pemerintah berharap dengan adanya UN dapat mengukur Indeks Prestasi Manusia Indonesia secara kuantitatif, dan memetakan sejauh mana pemerataan kualitas pendidikan di seluruh daerah di Indonesia.  Selain itu dengan adanya standarisasi tersebut juga pemerintah mendorong peningkatan kualitas pendidikan di setiap sekolah`


UN dalam Tataran Realitas
Bagi orang yang berpendapat bahwa UN perlu dihapuskan, mereka banyak berbicara dari realitas yang terjadi di lapangan.  Pelaksanaan UN tidak seindah yang dibayangkan, bahkan bagi sebagian siswa adalah hal yang menakutkan dan menegangkan. Pembelajaran yang dijalani sekian tahun lamanya hanya ditentukan oleh hasil Ujian Nasional. Tidak sedikit siswa yang stress menghadapi UN, bahkan lebih tragis lagi pada rentang tahun 2010 dan 2013 terjadi beberapa siswa yang bunuh diri karena gagal dalam UN. (Kompasiana.com).
Bagi sekolah dengan adanya UN sebagai standar kelulusan, merupakan beban tanggung jawab yang berat. Apalagi bagi sekolah-sekolah yang sarana dan pra sarananya sangat minim. Di satu sisi setiap sekolah harus berusaha mencapai tingkat kelulusan 100%, karena jika ada siswa yang tidak lulus tentu akan menjadi ‘aib bagi sekolah di mata masyarakat. Namun di sisi lain keterbatasan sarana dan pra sarana sekolah yang kurang mendukung tercapainya standar kelulusan. Seperti faktor kualitas guru, sarana laboratorium, perpustakaan, serta latar belakang siswa itu sendiri. Bagi sekolah yang berada di daerh perkampungan, masih banyak  bangunan yang memprihatinkan apalagi sarana yang lainnya. Termasuk latar belakang kemampuan siswa yang mayoritas berasal dari anak petani yang hanya mengenyam pendidikan rendah. Hal ini jauh berbeda sekali dengan di perkotaan sana, bangunan megah sarana dan pra sarana mewah, murid-muridnya pun berasal dari kalangan yang waah. Jika sarana dan pra sarana, serta pendukung lainnya jauh berbeda sementara standar kelulusan ditentukan harus sama. Adilkah pemerintah?
Akhirnya dengan segala keterbatasan, berbagai cara dilakukan oleh pihak sekolah dari hal yang halal sampai dengan menghalalkan segala cara. Kecurangan-kecurangan UN setiap Tahun terjadi. (news.okezone.com). Tidak sedikit kasus pembocoran soal dan kunci jawaban pada peserta didik, atau dengan cara mengecek kembali hasil pekerjaan siswa, kemudian untuk mencapai standar kelulusan tersebut dirubahlah jawaban siswa yang salah dengan jawaban yang benar oleh tim yang dibuat oleh sekolah. Beruntung angin segar berhembus pada awal tahun 2016 yaitu adanya kebijakan bahwa UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan.

UN dan Pendidikan Karakter
Berdasarkan realitas di atas, bahwa pelaksanaan UN tidak seindah dengan idealitas.  Meskipun sudah ada angin segar, namun tetap saja tekanan-tekanan itu akan tetap ada baik bagi siswa maupun pihak sekolah. Bagi pihak sekolah akan selalu berusaha untuk mendapatkan nilai tertinggi bagi para siswanya agar mendapatkan prestise dari masyarakat dan pemerintah.
Menyikapi wacana perlu atau tidaknya Ujian Nasional dihapuskan atau moratorium, maka harus dikembalikan pada  relevan atau tidaknya UN dengan Tujuan Pendidikan Nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam tujuan tersebut jelas yang ingin dicapai oleh pendidikan nasional ini adalah bangunan karakter, bukan standar nilai secara kuantitatif.
Jika dengan UN membuat anak tertekan, pihak sekolah juga tertekan, maka tidak mungkin tujuan pendidikan karakter bangsa ini dapat tercapai. Apalagi  jika dalam prakteknya menghalalkan segala cara dengan berbagai macam kecurangan agar siswanya lulus.. Lebih parah lagi jika anak sebelum UN  sudah tahu bahwa semuanya pasti lulus atau nilainya baik. Hal ini akan berdampak buruk pada rendahnya daya juang dan daya saing siswa sehingga mereka malas belajar. Kalau pun terjadi anak tidak lulus, maka akan menjadi aib bagi sekolah dan menjadi beban mental bagi anak karena merasa malu yang akhirnya bisa melahirkan sikap putus asa. Jika demikian maka dengan adanya UN bukannya mengembangkan potensi anak melainkan membunuh karakter anak.

Paparan ini tidak bermaksud menggiring opini pada satu keputusan perlu atau tidaknya Ujian Nasional. Melainkan memberikan gambaran analitis berdasarkan kajian teori data dan fakta. Penulis yakin dibalik semua ini pasti ada jalan yang terbaik yang lebih arif dan bijak agar tujuan pendidikan Nasional dapat tercapai. Misalnya saja dengan menyerahkan kembali kelulusan peserta didik kepada kebijakan sekolah masing-masing  berdasarkan indikator karakter anak.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ADA BISNIS DIBALIK UJIAN NASIONAL"

Post a Comment