Image1

Download Skripsi Jurusan PAI Pendidikan Seks

Download Skripsi Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah :  Pendidikan Seks bagi Anak Usia Dini Perspektif  Pendidikan Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Masa anak usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif, anak-anak lebih mudah dididik dari pada sebelum dan sesudahnya.  Pada usia sekolah dasar (6-12) tahun anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan kognitif. Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan usia SD daya pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata).  Dengan begitu anak mulai merebut atau menguasai dunia sekitar secara obyektif. Dalam fase inilah anak telah menceburkan diri ke dalam masyarakat luas yaitu masyarakat di luar keluarga, taman kanak-kanak, sekolah dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Karena kebanyakan anak wanita usia 12 tahun mengalami pertumbuhan paling cepat, baik tinggi maupun berat. Begitu juga pada usia ini, anak laki-laki juga mengalami perkembangan kelamin.

Jadi pendidikan seks untuk anak usia 6-12 tahun sangat diperlukan sebagai pedoman mereka dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam dirinya baik secara fisik maupun psikis dan juga dalam menghadapi berbagai informasi yang dapat membangkitkan dorongan seksualnya akibat dari pertumbuhannya itu.  Seperti film porno dan berbagai media, baik cetak maupun elektronik. 
Telah cukup sering polisi Jakarta menyita gambar dan video porno dari toko yang menjual atau menyewakannya. Jumlahnya mencapai puluhan ribu. Suatu jumlah yang tidak main-main. Belum lagi yang tidak tersita dan beredar di tangan masyarakat, khususnya remaja  Seperti adanya sekelompok orang yang “menjajakan seks” biasanya dikarenakan terdesak oleh suatu kebutuhan dan terpengaruh oleh lingkungannya. Selain itu kadang dijumpai adanya pelecehan seksual yang dilakukan sekelompok orang terhadap wanita. Bahkan akhir-akhir ini banyaknya berita tentang adanya pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak dibawah umur, orang tua kandung kepada anaknya, majikan kepada pembantu.

Menurut penelitian dr. Bayke (muslimah, oktober, 2002), disebutkan bahwa 100 % remaja AMU dan 75 % remaja SMP di Jakarta pernah menonton VCD porno. Hal itu wajar karena harga satu VCD murah banget, sekitar Rp. 8000. sudah jelas mereka akan tertarik melakukan hubungan seks yang seharusnya boleh dilakukan oleh suami istri. Hubungan itu bisa saja dilampiaskan pada teman sebaya maupun anak-anak yang lebih kecil dari mereka dengan menggunakan cara-cara fisik maupun kekerasan.  Usia antara 13-19 tahun disebut pula masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rokhaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.  Usia ini dinilai paling rentan terpengaruh, mereka bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang ditayangkan. Apabila VCD-VCD porno, gambar-gambar cabul, dan novel-novel porno sangat berpengaruh terhadap perilaku penyimpangan anak dan remaja. Terjadinya banyak kasus perkosaan setelah melihat VCD porno, sebagai bukti konkrit bahwa media informasi yang tidak bertanggung jawab akan berakibat fatal terhadap perilaku penyimpangan. Belum lagi kasus perzinahan hamil di luar nikah, penyimpangan seksual dan penyalahgunaan organ reproduksi semakin merajalela.

Banyak orang tua merasa tidak sanggup memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya.  Sebagian karena tidak tahu yang harus dan layak untuk disampaikan.  Sebagian lain karena tidak tahu harus memulai dan berbicara perihal seksualitas kepada anak-anaknya.   
Islam menganjurkan agar anak mumayiz dilatih untuk minta izin (isti'dzan) ketika memasuki kamar orang dewasa pada tiga waktu berdasarkan tuntunan Al-Qur'an sebagaimana firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِيْنَ مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ وَالَّذِيْنَ لَمْ يَبْلُغُوْا اَلْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَحِيْنَ تَضَعُوْنَِ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيْرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْعِشَاِء ثَلاَثُ عَوْرَاٍت لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلاَ عَلَيْهِمْ جُنَاٌح  بَعْدَهُنَّ طَوَّافُوْنَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ الله ُلَكُمُ اْلَايَاتِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ 
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari, dan sesudah sembahyang isya', (itulah) tiga aurat bagi kalian. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.   (Q.S. an-Nur : 58).   
Isti’dzan tiga kali yang ditetapkan dalam ayat ini merupakan pendidikan seksual yang dikhususkan kepada para pembantu yang dimiliki seseorang dan anak-anak yang dalam usia tanpa dosa atau belum mencapai usia baligh. Mereka diperintahkan untuk minta izin sebelum masuk kamar ibu, bapak, ataupun saudara-saudaranya.

Melihat realitas semacam ini, Nashih Ulwan memandang perlu diadakan pendidikan seks pada anak-anak dengan cara-cara yang setaraf dengan usia pertumbuhan mereka, baik di rumah maupun sekolah. Kita tekankan bahwa pendidikan ini harus dilaksanakan dalam konteks ideologi Islam dan ajaran Islam supaya para anak dan remaja memperoleh pengetahuan psikologis dengan baik dan memiliki kesadaran penuh akan kesucian hubungan seks dalam Islam.   Namun sampai saat ini masih ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pendidikan seks. Karena dikhawatirkan akan mendorong keingintahuan terhadap seks, dan kemudian mencobanya.  Padahal sikap mentabukan seks pada anak hanya mengurangi kemungkinan-kemungkinan untuk membicarakannya secara terbuka tetapi tidak menghambat hubungan seks itu sendiri.  Dengan demikian tidak ada alasan untuk menghindari pendidikan seks tersebut.

Para perumus hukum Islam dan para ilmuwan sepakat tentang pentingnya mendidik anak mumayiz sebelum usia baligh dengan memberikan dasar-dasar pengetahuan seksual beserta hukum-hukum fikihnya.  Hal tersebut sebagai bentuk persiapan untuk menata aktivitasnya menuju fase dewasa.  Pendidikan dan persiapan ini sepatutnya dimulai sejak masa kanak-kanak periode kedua, khususnya pada bulan-bulan terakhir.  Seorang anak sebelum sampai pada fase baligh, yakni saat memperoleh taklif (pembebanan hukum syariat), membutuhkan persiapan dini yang akan menjadikannya mampu menghadapi perubahan-perubahan yang akan mengiringi perkembangan dirinya.  Memang benar bahwa masa kanak-kanak kosong dari kecenderungan seksual yang aktif.  Dan sebagian aliran modern dalam ilmu jiwa menolak pendapat Freud dan pendukungnya.  Oleh karena itu, sistem pendidikan Islam telah menyiapkan himpunan hukum-hukum fiqih untuk mengatur perilaku seksual yang juga berupaya untuk mendidik anak-anak tentang seks sebagai bentuk persiapan untuk menghadapi fase selanjutnya. Oleh karena itu pentingnya pendidikan seks bagi anak sebagai pedoman bagi mereka dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, baik secara biologis, psikologis, dan psikososial, akibat dari perkembangan dan pertumbuhan manusia, maka perlu adanya suatu rancangan dan acuan tentang pendidikan seks yang bersumber dari ajaran Islam, yaitu Al-Qur'an dan hadits.

Menurut Susilaningsih, diperlukan pendidikan seks yang bersumber dari ajaran agama Islam, karena memiliki kelebihan yaitu memiliki kekuatan psikologis pada siswa (anak) dalam penanaman nilai moral.

Berkenaan dengan hal di atas orang tua seringkali mengatakan bahwa pada jaman dahulu tidak dikenal istilah pendidikan seks.   Sehingga mereka (orang tua) menganggap bahwa pendidikan seks tidak penting untuk disampaikan atau diajarkan pada anak usia sekolah dasar.  Demikian masyarakat secara luas menganggap bahwa pendidikan seks itu hanya pada hal-hal yang negatif saja.  Padahal pendidikan seks sebenarnya mempunyai dampak-dampak positif  untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak menuju remaja.  Oleh karena itu perlu adanya pendidikan seks dimulai pada saat seorang anak mulai bertanya mengenai seks, misalnya mengapa alat kelaminnya berbeda dengan alat kelamin yang dimiliki saudaranya.  

Sebagian seksolog Amerika sepakat dengan pandangan Islam tentang pentingnya pemisahan tempat tidur anak. Para ahli pendidikan seks anak di Amerika berkata, "secara mutlak tidak wajib anak-anak tidur bersama dalam satu kasur, dan yang baik adalah memisahkan tempat tidur mereka. Sebab anak yang tidur bersama dalam satu kasur walaupun diatur bentuknya sedemikian rupa, tetap akan berhubungan atau bertaut badan satu sama lainnya, yang akan menyeret pada permainan seks".  Hal yang demikian diperjelas sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. 
مُرُوْا صِبْيَانَكُمْ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغُوْا سَبْعًا وَاضْرِبُوْاهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوْا عَشْرًا وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ 
Artinya: "Suruhlah anak-anakmu untuk shalat jika mencapai usia tujuh tahun, pukulah mereka atasnya (shalat) jika mencapai usia sepuluh tahun, dan pisahkan antara mereka di tempat tidur".
Sesungguhnya sebagian besar penyimpangan seksual yang terjadi pada anak-anak disebabkan oleh lalainya orang tua.  Orang tua tidak memisahkan anak-anak di tempat tidur, bahkan biasanya mereka tidur bersama kedua orang tuanya di dalam satu kamar. Kebiasaan itu dapat ditanggulangi dengan mengkhususkan satu kamar untuk anak laki-laki, kamar yang lain untuk anak perempuan, dan kamar ketiga untuk kedua orang tuanya. Selain itu, dapat melakukan dengan mengkhususkan satu selimut untuk setiap anak. 

Untuk itu dalam membantu anak melalui masa yang sangat berat yaitu masa periode intelektual, berbagai usaha harus dilakukan antara lain dengan meningkatkan pengertian anak akan dirinya, menciptakan hubungan baik dengan orang lain, memberikan pendidikan agama, bimbingan ke arah masa depan yang baik dan bimbingan hidup bermasyarakat. Demikian di sana sini terjadi berbagai bentuk pelecehan seksual baik pada anak-anak maupun remaja karena disebabkan kurangnya anak mendapatkan pengetahuan dan pendidikan seks baik secara formal maupun informal. Sehingga penulis merasa terpanggil untuk ikut berpartisipasi menyajikan pendidikan seks yang sesuai dan tepat bagi anak dalam perkembangannya dengan cara-cara yang terdapat dalam ajaran Islam dengan langkah-langkah yang praktis untuk mendidik anak-anak. 

B. Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan tentang beberapa pokok masalah yang perlu di teliti dan dikaji, dalam masalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep Islam tentang pendidikan seks ?
2. Bagaimana menanamkan pendidikan seks menurut pendidikan Islam bagi anak usia  6-12 tahun ? 

C. Alasan Pemilihan Judul 
Ada beberapa alasan yang mendasar mengapa penulis mengangkat judul skripsi ini : 
1. Perlu adanya pendidikan seks sebagai pegangan hidup dan alat kontrol bagi manusia khususnya generasi muslim, dalam menghadapi era kebebasan pers, yang mengarah pada kebebasan negatif.
2. Mengingat pentingnya pendidikan seks bagi anak-anak untuk membantu mereka dalam memasuki masa remaja.
3. Masih adanya sikap pro dan kontra mengenai pendidikan seks, oleh karena itu, penulis mengungkapkan pandangan Islam tentang pendidikan seks bagi anak usia 6-12 tahun. 

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui konsep Islam tentang pendidikan seks bagi anak usia sekolah dasar.
b. Untuk mengetahui bagaimana menanamkan pendidikan seks menurut pendidikan Islam bagi anak usia sekolah dasar.
2. Kegunaan Penelitian 
a. Dari segi teoretik, diharapkan dapat memperkaya wawasan mengenai pendidikan seks bagi anak usia sekolah dasar.
b. Dari segi praktek diharapkan dapat membantu para pendidik di sekolah dan para orang tua dalam membimbing dan mengarahkan anak dalam pendidikan seksual, sehingga dapat mencegah dan menghindari adanya pelecehan dan penyelewengan seksual.

E. Tinjauan Pustaka
Sebagaimana yang diungkapkan pokok permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah "Pendidikan Seks Bagi Anak Usia 6-12 Tahun Telaah Dalam Perspektif Pendidikan Islam ". Dan sepanjang penulis ketahui belum ada studi yang lebih jauh tentang permasalahan tersebut, baru sekedar wacana, seminar, diskusi dan lain sebagainya. Namun dari berbagai sumber yang penulis ketahui penekanannya bukanlah pada "pendidikan seks bagi anak" baru sekedar pendidikan seks bagi remaja saja, belum menekankan pada pendidikan seks bagi anak usia 6-12 tahun, tentunya dalam hal ini seks dalam arti yang luas, dari berbagai buku mencoba menggagas seksualitas anak dan remaja, belum tersusun secara sistematis dan masih banyak memuai ide-ide yang beragam, dan pembahasannya lebih menekankan pada kekhawatiran, kalau pendidikan seks tidak dimulai diajarkan pada anak usia 6-12 tahun menyebabkan anak usia dini sulit untuk memasuki masa remaja. Artinya dengan adanya pendidikan seks sejak dini sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan jiwa mereka baik fisik maupun mental, sehingga mereka tidak menyimpang dari hal-hal yang tidak senonoh. Karena masa ini, masa yang sangat masih membutuhkan bimbingan dalam kehidupannya. 

Dalam koleksi skripsi dari berbagai  fakultas di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, terdapat skripsi yang berjudul Pendidikan Seks Anak Dalam Perspektif Islam (Suatu Tinjauan Psikologis), ditulis oleh Siti Masru'ah (1997) menjelaskan mengenai pendidikan seks pada anak dalam pandangan pendidikan Islam, yang dikaji melalui suatu tinjauan psikologis mengacu pada sumber-sumber normatif pendidikan Islam yaitu Alqur'an dan hadits. ditulis oleh Muhammad Lutful Kemudian Pendidikan Seks Menurut Al-Qur'an Mazidul Khoir (1997), menjelaskan tentang beberapa ayat Alqur'an yang berkenaan dengan pendidikan seks, khususnya ayat-ayat Alqur'an yang terdapat dalam surat An-Nur yang berkenaan dengan pendidikan seks.

Skripsi lain. Di tulis Eva Latifah (2001) yang berjudul Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Islam. Skripsi tersebut mengungkapkan masalah-masalah yang menyangkut seks bagi remaja baik tentang arti, fungsi dan tujuan seks, sehingga pada waktunya nanti bisa menjalankan atau mempraktekkan kebutuhan seksual secara benar dan sesuai dengan syari'at Islam. Di dalamnya juga dikupas mengenai materi dan metode pendidikan seks bagi remaja yang sesuai dengan ajaran Islam. Skripsi lain ditulis oleh Ahul Muslim (1995), yang berjudul Peranan Orang Tua Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja. Pembahasan skripsi ini memfokuskan tentang keluarga dalam tinjauan Islam. 

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan di atas adalah pada penelitian ini penulis lebih menekankan pada  pendidikan seks bagi Anak Usia 6-12 tahun dalam perspektif pendidikan Islam. Jadi, skripsi ini tetap memandang pendidikan seks yang ditelaah, dengan perspektif pendidikan Islam. Selain itu, dalam penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas, belum terdapat pembahasan tentang konsep, penanaman pendidikan seks menurut Islam bagi anak usia 6-12 tahun.

F. Kerangka Teori 
Mendengarkan kata seks yang diucapkan atau ditulis sering membuat seorang berfikir yang tidak-tidak, seakan-akan seks dihubungkan dengan hal-hal yang berbau pornografi dan semacamnya, anggapan ini sangatlah keliru karena tidak hanya menggambarkan hubungan badan ataupun masalah sekitar kelamin saja. Tetapi mencakup penjabaran yang lebih luas, misalnya seorang anak putri yang pingsan karena alat vitalnya mengeluarkan darah sehingga ia tidak berani untuk pulang ke rumah, yang ternyata ia mendapatkan haid/datang bulan, begitu juga yang dialami anak laki-laki yang berumur kira-kira 12 tahun ke atas merasa bingung karena pada harinya ia merasa celana dalamnya basah karena bermimpi, ia tak berani bertanya pada orang tua atau pada siapapun. Padahal ini merupakan kejadian yang wajar dan alamiah bagaimana hal ini terjadi? mungkin ia tak pernah tahu jawabannya, maka di sinilah sebagai orang tua ataupun pendidik mempunyai kewajiban ikut memberi informasi yang benar kepada anak-anak usia dini, agar anak tidak salah mencari informasi.

Salah satu nilai yang turut merubah dalam hal seksual dengan segala macam dan segala permasalahannya adalah, jika dulu masyarakat luas tabu membicarakan seks apalagi orang tua. Kini pembicaraan dan uraian dalam majalah dan koran semakin terbuka dan terang-terangan akibatnya anak-anak sendiri banyak yang telah masak sebelum saatnya. Keadaan tersebut menimbulkan nilai baru yang menggelisahkan dan merasakan, bukan dalam keluarga yang terbatas tetapi juga dalam kehidupan negara dan bangsa.
Berbicara mengenai pendidikan seks, tak lepas dari setuju dan menolak. Alasan bagi mereka yang menolak, bahwa masalah tersebut adalah tabu. Mereka masih menganggap seks identik dengan kotor, cabul dan porno.  Betapapun, banyak orang beranggapan bahwa masalah seks amatlah tabu untuk dibicarakan, namun kenyataan sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan seks. Seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual dan lain sebagainya.  Dan dalam teori psikologi kebutuhan tingkat bawah ini harus dipenuhi untuk menuju tingkat atasnya, sehingga dapat mencapai jenjang aktualisasi diri. Pemuasan kebutuhan yang lebih rendah ini dikenal dengan kebutuhan fisiologis, menyangkut kelangsungan hidup salah satunya adalah kebutuhan seks. 

Dalam Alqur'an Allah SWT mengatur kehidupan manusia agar terhindar dari seks bebas/perzinahan dan aturan tersebut oleh Allah disebut pernikahan, sesuai dengan yang disebutkan dalam firman-Nya. 
قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْنَ مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَاِلك اَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ (النور: 30)
Artinya: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangan-nya, dan memelihara kemaluan-nya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. 
Dengan mengacu ayat tersebut maka jelaslah bagi kita bahwasanya seks bebas itu atau perzinahan merupakan larangan keras dari Allah, karena adanya mekanisme pernikahan salah satu tujuannya untuk menyalurkan seksualitasnya dengan halal. 

Terlepas dari kontroversi yang ada, perlu disadari bahwa tanpa adanya pendidikan seks, manusia khususnya anak usia sekolah dasar. Justru ingin tahu apa sesungguhnya yang terkandung dibalik perkataan seks, sehingga orang merahasiakannya. Dorongan ingin tahu ini, sangat berbahaya kalau tidak dibekali dengan bimbingan dan penekanan yang benar. sebagai orang tua maupun pendidik mempunyai peran penting dalam mendidik anak-anaknya, terutama dalam pendidikan seks, dengan cara mengembangkan potensi yang dimilikinya, bapak dan ibu berfungsi sebagai pendidik kodrati, yaitu secara kodrat orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya. 

Dalam Islam, pendidikan seks bagi anak merupakan tindakan preventif. Pendidikan diarahkan dengan cara yang berbeda dari bentuk bimbingan seksual bagi usia baligh. Pada fase baligh, aktivitas seksual menjadi sebuah realitas, bukan semata-mata perilaku yang bebas dari kenikmatan. Oleh karena itu, Islam menetapkan adab-adab yang integral untuk mengarahkan kekuatan seksual kita. Adab-adab ini mencakup hukum-hukum yang haram, sunnah dan makruh. Adapun pada anak-anak karena kondisi tertentu, perilaku seksual lebih merupakan peniruan atau wujud keingintahuan, tetapi tidak disertai dengan rangsangan yang hakiki, seperti halnya pada usia baligh telah mencapai kematangan. Berdasarkan hal itu, Langkah-langkah Islam dalam fase ini hanyalah berupa tuntunan yang bersifat pencegahan untuk menyongsong perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada masa pertumbuhan yang lain. 

Ninuk Widyantoro mengemukakan beberapa metode pendidikan seks yang disesuaikan dengan kondisi serta situasi pendidikan, terutama mengingat usia peserta, waktu tersedia, dan lokasi pendidikan. Adapun metode-metode dan alat-alat yang dipergunakan adalah, metode ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, film, dan gambar-gambar pada karton. 

Maka orang tua maupun pendidik sangat dituntut untuk dapat mengerti arti pendidikan seks bagi anak usia 6-12 tahun, agar penyimpangan terhadap perilaku seksual yang sangat merisaukan hati kita dapat diminimalisir. Karena dengan pendidikan seks yang dimulai dari keluarga maupun sekolah, sedikit banyak akan membantu upaya bersama untuk meluruskan arti pendidikan seks yang sebenarnya. 

G. Metode Penelitian 
Metode penelitian adalah cara yang telah teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya).  Dalam penyusunan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 
1. Jenis penelitian 
    Skripsi ini merupakan penelitian perpustakaan (library research) yang berarti bahwa bahan atau data-data penulisan skripsi ini di peroleh dengan kumpulan dari buku-buku, surat kabar, majalah dan catatan lainnya yang dinilai mempunyai hubungan dengan topik yang sedang dibahas.
2. Metode pengumpulan data 
    Karena jenis penelitian ini adalah perpustakaan, maka metode pengumpulan data yang lebih tepat adalah menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti dan sebagainya. 
    Pengumpulan data ini di peroleh dari sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber informasi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan ataupun penyimpanan data.  Dan sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 
a. Buku berjudul "Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam", Karya Yusuf Madani.
b. Buku berjudul "Seksualitas Anak dan Remaja", Karya Wimpie Pengkahila.
c. Buku berjudul "Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga", Karya Singgih D. Gunarsa dan Ny.Y.Singgih G. Gunarsa.
d. Buku berjudul "Penyimpangan Seksual Pada Anak", Karya Adnan Hasan Baharits.
e. Buku berjudul "Psikologi Anak: Psikologi Perkembangan", Karya Kartini Kartono.
Adapun sumber sekunder adalah sumber informasi yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya.  Adapun sumber-sumber sekunder tersebut adalah :
a. F.J. Monks A.M.P, Knoers, Siti Rahayu Haditono, (2001), "Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagian". Yogyakarta: UGM. Press.
b. Prof. Drs. Sutrisno Hadi, MA., (1993), "Metodologi Research, I". Yogyakarta: Andi Offset.
c. Masri Singarimbun, Sofian Effendi, (1989), "Metode Penelitian Survai". Jakarta: LP3E 
d. Akhmad Azhar Abu Miqdad, (1997), "Pendidikan Seks bagi Remaja, Menurut Hukum Islam". Yogyakarta: Mitra Pustaka.
e. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, (1994),  "Psikologi Remaja". Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
f. WJS. Purwadarminto, (1976), "Kamus Umum Bahasa Indonesia". Jakarta: PN. Balai Pustaka.
g. Serta Buku-buku lain yang berkaitan.

3. Metode Analisa Data
Analisa data yang digunakan di dalam pembahasan skripsi ini adalah deskriptif analitik, yaitu teknik analisa data dengan menuturkan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dan membandingkan fenomena-fenomena.  Analisa data dapat juga diartikan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.  Dalam metode ini, kami melukiskan atau memaparkan keadaan obyektif yang ada, baik dari buku ataupun dari realita yang ada. 
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam pengolahan data dalam pembahasan skripsi ini yaitu :
a. Langkah deskriptif
b. Langkah interpretasi
c. Langkah komparasi
d. Langkah kesimpulan
Dalam analisa data ini menggunakan dua cara berfikir, yaitu : 
a. Induktif yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.  
b. Deduktif yaitu berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus.   deduktif juga dapat diartikan proses pendekatan yang berangkat dari kebenaran umum mengenai suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang  berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan.  Misalnya digunakan untuk mengetahui posisi anak dalam perkembangannya dikaitkan dengan batasan remaja menurut teori perkembangannya.
G. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam skripsi ini menurut sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
1. Bab Pertama, pendahuluan terdiri dari penegasan istilah, latar belakang masalah, rumusan masalah, alasan pemilihan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka Teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. 
2. Bab Kedua, merupakan tinjauan umum mengenai pendidikan seks, yang berisi uraian; pengertian seks, pendidikan seks dan konsep Islam tentang pendidikan seks bagi anak. 
3. Bab Ketiga, menguraikan tentang anak usia 6-12 tahun. Dimana dalam bab ini akan dijelaskan tentang pengertian anak usia sekolah, ciri-ciri anak usia sekolah yang meliputi antara lain adalah: matang untuk sekolah, aspek perkembangan anak usia sekolah.
4. Bab Keempat, tentang pendidikan seks bagi anak menurut Islam, yang berisi analisa bagaimana menanamkan pendidikan seks menurut Islam  bagi anak usia sekolah, materi pendidikan seks bagi anak menurut Islam dan metode pendidikan seks bagi anak menurut Islam.
5. Bab Kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran serta kata penutup dalam bab penutup ini dicantumkan pula lampiran-lampiran, biodata penulis serta daftar pustaka.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Download Skripsi Jurusan PAI Pendidikan Seks"

Post a Comment