Image1

Konsep Pembelajaran Bahasa

KONSEP PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

A.    Bahasa dan Bahasa Arab
1.      Pengertian Bahasa
Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin hidup sendiri dalam arti luas. Ia memerlukan bantuan orang lain. itulah sebabnya manusia senantiasa hidup berkelompok, bekerja sama, dan berinteraksi di antara sesamanya. Interaksi merupakan perwujudan naluri tiap orang untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu cara memenuhi kebutuhan adalah bekerja sama dan bergaul tukar-menukar informasi dan pengalaman. Untuk menyatakan isi gagasan atau batinnya, manusia mutlak memerlukan alat pengungkap yang sempurna. Alat itu adalah bahasa.[1]
Bahasa merupakan alat utama untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun kolektif sosial. Secara individual, bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan isi gagasan batin kepada orang lain. Secara kolektif sosial, bahasa merupakan alat berinteraksi dengan sesamanya.[2]
Secara umum, bahasa adalah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang dilisankan atau yang ditulis.[3] Seseorang dikatakan cukup menguasai suatu bahasa ketika ia mampu menggunakan bahasa tersebut dalam berkomunikasi, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Penguasaan bahasa itu sendiri menurut Ngalim Putwanto dan Djeniah Alim ada dua macam; yaitu penguasaan bahasa pasif dan penguasaan bahasa aktif. Bahasa pasif adalah apabila seseorang mengerti maksud dari perkataan atau tulisan orang lain, baik melalui bacaan yang ia baca atau melalui pendengaran. Sedangkan bahasa aktif adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan dengan isi hatinya baik melalui tulisan atau dengan perkataan langsung kepada orang lain.[4]
Istilah "bahasa" yang dalam bahasa Arab dikenal dengan (lughotun) لغة atau dalam bahasa Inggris sama dengan "language" hanyalah merupakan seperangkat sistem lambang-lambang berupa bunyi yang digunakan oleh segolongan masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi.[5] Secara umum bahasa juga sering didefinisikan sebagai berikut:
-          Bahasa: Perkataan-perkataan yang diucapkan atau yang ditulis.
-          Bahasa: Merupakan alat komunikasi bagi manusia.
-        Bahasa: Kata benda, kata kerja, kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan dan sebagainya yang kita pelajari di sekolah.
-          Bahasa: Merupakan kumpulan kaidah-kaidah (peraturan-peraturan).[6]

Fungsi dan Peran Bahasa
Bahasa memiliki fungsi dan peran yang sangat signifikan dan fungsional dalam kehidupan manusia, dikatakan signifikan karena tanpa bahasa tidak mungkin manusia dapat berkomunikasi atau berinteraksi dengan lingkungannya. Bisa kita bayangkan seorang anak manusia yang tersesat ditengah hutan belantara yang hidup jauh dari peradaban, tentunya akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Sedangkan dikatakan fungsional karena bahasa memiliki fungsi dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Manusia dapat mengekspresikan semua yang ada dalam perasaannya dengan bahasa hingga muncullah karya-karya sastra, lain ketika, seseorang yang mencoba mempengaruhi orang lain agar orang lain tersebut menuruti apa yang diinginkannya, maka ia akan menggunakan bahasa, baik melalui forum diskusi, pertukaran pikiran, dan lain sebagainya. Orang juga akan mudah mengidentifikasi atau mengenali seseorang dengan melihat pada bahasanya. Pepatah Arab mengatakan;
سيرة المرء تنبئ عن سريرته. (المحفوظات)

"Gerak-gerik (tingkah laku) seseorang menunjukkan pada rahasia-rahasia yang disembunyikannya".

Gerak-gerik atau tingkah laku yang dimaksud bisa juga dilihat dari bahasa. Seorang turis asing berbicara bahasa Inggris yang berwisata di Yogyakarta misalnya, tentu anggapan semua orang terhadap turis tersebut sama bahwa ia adalah dari Inggris, walaupun ada kemungkinan lain kalau orang tersebut berasal dari Amerika, Australia, dan lain sebagainya. Kalau ada orang yang bicara "ngapak-ngapak" masyarakat Yogyakarta atau masyarakat lain pada umumnya tentu akan menyangka kalau orang tersebut dari Tegal, Kebumen, dan daerah sekitarnya, dan akan muncul banyak kasus berhubungan dengan bahasa seseorang. 
Bahkan bahasa juga bisa menjadi alat pemersatu pada suatu bangsa di antara kelompok-kelompok masyarakatnya yang terdapat perbedaan-perbedaan ras, suku, agama yang dengan bahasa tersebut masyarakat akan dapat bersatu dan tetap kompak, berkat ikatan yang dijalin oleh kesatuan bahasa, contohnya bahasa Indonesia.[7] Sebagai contoh, bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, setiap suku memiliki bahasa yang berbeda. Tapi dengan bahasa Indonesia, masyarakat dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lain, walaupun mereka dari suku bangsa yang berbeda. Dari sedikit paparan di atas, bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi dan alat interaksi. 
Kebanyakan orang mengartikan bahasa adalah alat komunikasi, baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal, pemahaman semacam ini tidaklah keliru. Namun sebenarnya bukan itu saja, karena bahasa bisa juga digunakan sebagai sarana berfikir.
Masih banyak di antara kita yang melihat bahasa hanya "dengan bahasa" atau hanya memperhatikan "tentang bahasa" itu sendiri, padahal yang lebih penting sebenarnya adalah harus berfikir "melalui bahasa", atau lebih mudahnya adalah apa yang bisa kita lakukan melalui bahasa.[8] 
Anggapan semacam itu muncul karena kebanyakan pembelajaran bahasa hanya menitik beratkan pada pengetahuan tentang bahasa bukan bahasa itu sendiri. Pembelajaran pengetahuan tentang bahasa hanya akan menghasilkan pengetahuan bahasa secara kognitif saja, dalam hal ini peserta didik hanya akan banyak mengetahui kaidah-kaidah bahasa melalui hafalan semata sementara pada aspek psikomotor peserta didik tersebut kurang mendalami apalagi pada aspek afektif.

Pengajaran Bahasa di Dunia Pendidikan
Berbicara masalah bahasa, pada dasarnya tidak terlepas pada pembicaraan mengenai pengajarannya pula. Kalau di atas telah dikemukakan bahwa pengajaran bahasa hanya menekankan pada pengetahuan tentang bahasa, sesungguhnya itulah gambaran nyata yang terjadi di dunia Indonesia. Pengajaran dan pembelajaran bahasa hanya berorientasi agar peserta didik mengetahui aspek-aspek bahasa secara gramatika, tetapi kurang menekankan pada penciptaan situasi berbahasa. Sangat jarang lembaga pendidikan yang selalu menerapkan situasi berbahasa pada saat pembelajaran bahasa. Peserta didik yang sedang mempelajari suatu bahasa hendaknya diarahkan pada penciptaan situasi berbahasa tersebut, artinya peserta didik hendaknya selalu menggunakan bahasa itu di mana dan kapan saja, baik dengan tulisan maupun lisan.
Tujuan umum seseorang mempelajari bahasa asing adalah agar ia dapat menguasai bahasa sasaran. Sedangkan tujuan penguasaan berbahasa adalah agar seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Namun secara terperinci tujuan belajar bahasa dapat dikatergorikan antara lain tujuan praktis, estetis, filologis, dan linguistis. Tujuan secara praktis yaitu seseorang mempelajari bahasa (belajar berbahasa) karena ingin dapat berkomunikasi dengan pemilik bahasa. Tujuan secara estetis penguasaan berbahasa adalah agar seseorang meningkatkan kemahiran dan penguasaannya dalam bidang keindahan bahasa seperti para sastrawan yang menghasilkan novel, roman, puisi, cerita pendek, cerita bersambung, dan lain sebagainya. Tujuan filologis yaitu seseorang mempelajari bahasa agar dapat mengungkapkan nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam bahasa tersebut. Tujuan linguistis yaitu seseorang yang mempelajari bahasa dengan bahasa itu sendiri sebagai obyeknya. Bahasa sebagai bidang ilmu, tujuan utamanya adalah berusaha mengetahui kaidah-kaidah kebahasaan yang terdapat pada bahasa itu.[9]
Bahasa akan berkembang menurut pada kreativitas para penggunanya. Semakin maju masyarakat maka mereka akan semakin menghargai bahasa. Bahasa akan statis kalau penggunanya juga statis, sebaliknya bahasa akan berkembang dinamis jika para pengguna bahasa tumbuh secara positif. Sebagai contoh adalah semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di negara-negara maju seperti sekarang ini yang tersebar menurut bahasa penciptanya, kemudian yang menjadi persoalan adalah bagaimana kreativitas masyarakat (di negara-negara berkembang) yang baru menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan bahasa berbeda dapat menyikapi perkembangan bahasa mereka.
Kalau mereka tetap diam, mereka akan merugi dua langkah; pertama mereka akan semakin ketinggalan zaman, dan kedua bahasa mereka tidak akan berkembang, karena yang menentukan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah bahasa. Kalau masyarakat baru tersebut aktif dan kreatif tentu akan terjadi proses pengayaan pada bahasa mereka, akan muncul istilah-istilah baru untuk menyikapinya. 

2.      Bahasa Arab dan Perkembangannya.
Kebanyakan orang Indonesia beranggapan bahwa bahasa Arab adalah bahasa Islam, bahasa Al-Qur'an, dan bahkan bahasa Tuhan. Sehingga tujuan orang belajar bahasa Arab hanya sekedar untuk mendalami Islam yang "kebetulan" literaturnya kebanyakan berbahasa Arab, mereka belajar agar dapat membaca kitab-kitab "kuning" sebagai salah satu sumber pustaka ke-Islaman. Anggapan dan tujuan orang-orang tersebut tidak sepenuhnya salah, hanya paradigma tentang bahasa Arab dan tujuan belajar mereka yang sebenarnya perlu dibenahi.
Perkara di atas merupakan hal yang sangat wajar, karena pada awalnya bahasa Arab mulai dikenal di Indonesia hampir berbarengan dengan berkembangnya Islam di Indonesia. Sehingga masyarakat Indonesia pada umumnya dan kaum muslimin Indonesia pada khususnya menganggap bahwa bahasa Arab bukan lagi bahasa "asing" bagi mereka. Namun anggapan ini tidak didukung oleh timbulnya rasa kecintaan terhadap bahasa Arab, bahwa bahasa Arab adalah merupakan bahasa ilmu pengetahuan. Kebanyakan masyarakat kita hanya mengenal bahasa Arab hanya sebagai bahasa agama dan hal inilah yang menyebabkan bahasa Arab hanya berkembang dikalangan minoritas muslimin Indonesia saja.[10]
Padahal dalam beberapa hal bahasa Arab memiliki literatur yang sangat kaya dengan peradaban ilmu pengetahuan, kita bisa melihat karya-karya besar yang dihasilkan oleh para pendahulu kita yang bisa menciptakan karya ilmiah dalam bidang filsafat, sejarah, sastra, kedokteran, dan lain sebagainya yang hampir seluruhnya menggunakan bahasa Arab.
Bahasa Arab yang berkembang di hampir seluruh semenanjung Arabia adalah bahasa komunikasi resmi yang digunakan oleh penduduk negara-negara Timur Tengah seperti negara Irak, Iran, Uni Emirat Arab, Kerajaan Saudi Arabia, Kuwait, Yaman, Oman, dan lain sebagainya. Selain di semenanjung Arabia, bahasa Arab juga berkembang di Afrika, seperti di negara Maroko, Mauritania, Al-Jazair, Libya, Mesir, Sudan.[11]
Bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa-bahasa Semit, dimana dalam bahasa-bahasa Semit terkenal terdapat beraneka ragam persamaan-persamaan dari segi sintaksis, bunyi, perbendaharaan kata, serta tata aturan bahasa. Sebagai contoh ambillah kata "damai" yang dalam bahasa Arab diartikan sebagai "salam" dan di dalam bahasa Yahudi "shalom", contoh lain adalah kata lidah yang dalam bahasa Arab dikenal sebagai "lisan" sedangkan dalam bahasa Yahudi dikenal dengan "lashon".[12] Namun agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan, maka penelitian ini tidak akan menjelaskan lebih jauh tentang asal-usul bahasa Arab dan perkembangannya secara mendetail.

Fungsi dan Peran Bahasa Arab
Bahasa Arab sebenarnya tidak hanya menjadi alat komunikasi bagi kaum muslim saja tapi juga telah menjadi bahasa dunia. Contoh kecil adalah digunakannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPB), Bahasa Arab merupakan bahasa asing yang dipelajari di Indonesia, selain mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam juga karena bahasa tersebut mengandung nilai sastra yang sangat tinggi.
Bagi kaum muslim Indonesia atau orang Indonesia pada umumnya mempelajari bahasa Arab saat ini adalah bertujuan:
-          Agar memahami ajaran agama yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits.
-          Agar memahami apa-apa yang dibaca tatkala menjalankan rutinitas ibadah seperti sholat, haji, dan lain sebagainya. 
-          Agar pandai berbicara bahasa Arab sebagai alat untuk berhubungan dengan kaum muslim di luar negeri.
-          Agar dapat menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia yang bersumber dari Arab.

Pengajaran Bahasa Arab
Berbicara tentang bahasa Arab tentunya tidak terlepas dari pembahasan tentang pengajarannya pula.
Pengajaran bahasa Arab di Indonesia secara umum telah dimulai sejak munculnya pondok-pondok pesantren pada beberapa abad silam. Tujuan pengajaran bahasa Arab ketika itu adalah agar peserta didik (santri) dapat membaca kitab-kitab kuning yang merupakan rujukan utama pengajaran agama Islam. Kemudian pada zaman penjajahan Belanda banyak sekali mahasiswa Indonesia yang belajar di beberapa perguruan tinggi di Timur Tengah, mereka mempelajari bahasa Arab bukan hanya sebagai alat tapi juga sebagai tujuan, hingga akhirnya mereka dapat menggunakan bahasa Arab secara aktif, mampu menguasai semua ketrampilan berbahasa. Setelah kembali, kemudian mereka mengadakan pembaharuan dalam pengajaran bahasa Arab.[13]
Pada tingkat Madrasah Aliyah, sebagaimana diterangkan dalam GBPP Kurikulum Bahasa Arab 1994 yang menerangkan bahwa peserta didik diharapkan mampu menggunakan bahasa Arab baik secara aktif maupun pasif serta menguasai 4 keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara dan menulis).
Tujuan lain yang hendak dicapai dalam pembelajaran bahasa Arab ini adalah agar peserta didik menguasai secara aktif dan pasif sejumlah perbendaharaan kata bahasa Arab (mufradat baru untuk kelas III + 175 kata sebagai kelanjutan dari kelas I dan kelas II, kata-kata baru ini tersaji dalam bentuk kata dan pola kalimat yang diprogramkan sehingga dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan sebagai dasar memahami buku-buku agama Islam yang berbahasa Arab, termasuk Qur'an dan Hadits.[14]  
Namun kenyataan di lapangan berkehendak lain, kebanyakan dari lulusan madrasah Aliyah belum mampu seutuhnya menggunakan bahasa Arab secara aktif, mereka hanya bisa memahami perkataan dan tulisan dari orang lain dan belum bisa untuk memberi umpan balik kepada orang tersebut, juga belum bisa menulis sesuai dengan kata hatinya. Ini adalah problematika yang biasanya dialami oleh para peserta didik Madrasah Aliyah non Pesantren,[15] walaupun Madrasah Aliyah yang berada di bawah naungan pesantren belum tentu menjamin suksenya pembelajaran bahasa Arab. Tapi paling tidak dan harus menjadi perhatian, bahwa pada beberapa pesantren juga diterapkan beberapa aturan khusus yang mewajibkan para santrinya untuk selalu berlatih berbahasa Arab. Hal tersebut setidak-tidaknya dapat membantu proses pembelajaran bahasa Arab, karena biasanya dalam Madrasah Aliyah tersebut menerapkan Nadzariyah Al-Furu' dalam kurikulum bahasa Arab, dan dalam Nadzariyah Al-Furu' mata pelajaran muhadatsah dan insya' diberikan secara terpisah dan memberikan porsi latihan yang lebih banyak serta konsentrasi yang lebih mendalam karena lebih banyak waktu yang tersedia, juga didukung oleh lingkungan pesantren yang sangat mendukung sebagai media untuk aktif berbahasa Arab. Adanya kesan mewajibkan (bahkan terkesan memaksakan) untuk berbahasa Arab dan bahasa Inggris pada beberapa pesantren sebenarnya memberikan pengaruh yang cukup positif. Pengaruh negatifnya hanya munculnya "pemberontakan" dari segelintir santri dan itu juga dapat diminimalisir dan bahkan dieliminir. Dampak positif yang bisa ditimbulkan adalah
-   Bahwa adanya pemaksaan ini menjadi suatu stimulus bagi peserta didik untuk mentaati peraturan tersebut sebagai respons.
-    Setelah adanya "keterpaksaan" untuk mengikuti peraturan, maka yang tinggal adalah kebiasaan
-  Pada taraf kebiasaan ini, peserta didik akan belajar "trial and error" dan pembenahan-pembenahan selanjutnya akan dilakukannya secara mandiri.  

Bahasa Arab Aktif dan Bahasa Arab Pasif
Bahasa Arab aktif yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sedang melakukan aktivitas bicara dan menulis dengan menggunakan bahasa Arab, sedangkan bahasa Arab pasif adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang ketika ia sedang mendengarkan orang lain yang sedang berbicara dalam bahasa Arab dan ketika seseorang membaca teks yang berbahasa Arab.
Dalam penelitian ini, sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya, bahasa Arab aktif meliputi muhadatsah dan insya', muhadatsah suatu mata pelajaran bahasa Arab yang menghendaki agar peserta didik mampu bercakap-cakap (berbicara) dalam pembicaraan sehari-hari dengan menggunakan bahasa Arab,[16] dan insya' adalah suatu mata pelajaran yang menghendaki peserta didik agar mampu mengarang (menulis) dalam bahasa Arab, untuk mengekspresikan isi hati, pikiran-pikiran, dan pengalaman yang dimilikinya.[17]

1)      Pembelajaran Bahasa Arab Sebagai Bahasa Kedua
Kondisi Riil
Semua orang sepakat dan setuju bahwa bahasa Arab merupakan bahasa asing dan merupakan bahasa kedua setelah bahasa Indonesia. Namun yang justru harus menjadi perhatian adalah bagaimana pembelajaran bahasa Arab di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, apakah sudah berhasil guna sebagaimana pembelajaran bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, dan lain sebagainya?
Tentunya perlu telaah khusus untuk sekedar menjawab pertanyaan di atas. Dunia pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab telah berkembang sedemikian pesat, hal ini tidak bisa dipungkiri, kalau dulu orang-orang yang belajar bahasa Arab hanya di pesantren-pesantren atau di surau-surau yang tujuannya hanya sebagai alat untuk mempelajari ajaran agama Islam. Namun saat ini, seiring dengan berubahnya pola pikir dan paradigma masyarakat akan bahasa Arab itu sendiri yang telah memposisikan bahasa tersebut secara proporsional, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Hal ini bisa dilihat pada semua sekolah yang bercirikan Islam, bahasa Arab sudah menjadi program bidang studi yang wajib diikuti oleh semua peserta didik, dan bahkan akhir-akhir ini lembaga-lembaga pendidikan yang notabenenya adalah lembaga pendidikan non Islam atau umum sudah banyak menawarkan program bahasa Arab. Dan sebagai bahasa asing, tentunya dalam pengajaran dan pembelajarannya tidak semudah pengajaran bahasa Indonesia pada umumnya.
Sebagian orang pada umumnya berpendapat, bahwa bahasa Arab merupakan pelajaran yang sulit dan sukar, apalagi bagi orang yang masih sangat asing dengan bahasa tersebut. Karena banyak sekali perbedaan antara bahasa Arab dengan bahasa pertama yang ia pelajari (kuasai), perbedaan-perbedaan itu seperti pada aspek suara, kosa kata, tata kalimat, bahkan pada tulisan. Bagi pelajar pemula, mempelajari huruf-hurufnya saja sudah sangat susah, ia akan banyak mendapatkan kesulitan dalam melafalkan dan menuliskannya, misalnya pada pengucapan huruf ا, ع, د, ذ, ض, ظ, ث, س, ش dan lain sebagainya. Dalam segi penulisan pun akan banyak sekali kesulitan yang dihadapi. Tulisan, pada umumnya selalu dimulai dari kiri ke kanan tapi untuk tulisan Arab selalu dimulai dari kanan ke kiri. Dan masih banyak lagi berbagai macam perbedaan yang dianggap sebagai “kesukaran” yang ada pada bahasa Arab.
Hal di atas, jelas memerlukan perhatian serius bagi pengajar bahasa arab, agar perbedaan-perbedaan tersebut tidak menjadi suatu hal yang menakutkan, tetapi peserta didik akan menganggap hal itu sebagai suatu yang menyenangkan atau bahkan hal baru yang penuh tantangan.
Jika ditinjau dari segi sumber belajar yang ada, kebanyakan buku-buku yang berkembang di dunia pendidikan (Khususnya bahasa Arab) ialah buku-buku yang dikhususkan bagi para pelajar-pelajar Arab asli (orang Arab) dan bila itu diterapkan bagi pelajar Indonesia, akan banyak ditemukan berbagai macam kesulitan, seperti pada buku-buku al-Nahwu al-Wadih, al-Balaghah al-Wadihah, Jami' ad-Durus al-Lughoh al-Arabiyah, Qawaid al-Lughoh al-Arabiyah dan lain sebagainya. Dr. Ahmad Syalaby dalam bukunya "Ta'limul Lughoh Arabiyah" yang dikutip oleh Umar Asassudi Sokah menyatakan;
"…bahwa buku-buku yang diterbitkan di Mesir itu, amat sedikit membawa hasil bagi para pelajar, karena buku-buku tersebut ditulis bagi murid-murid yang telah mengetahui bahasa Arab semenjak mereka lahir, dan besar dalam bahasa itu, maka untuk mengajar mereka hanya mengatur saja segala sesuatu yang telah diketahui meraka, dan mereka sama sekali tak membutuhkan perbendaharaan kata"[18] 

Walaupun sekarang telah ada buku-buku yang khusus dibuat bagi pelajar-pelajar Indonesia seperti تعليم اللغة العربية baik untuk tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah karangan HD Hidayat, ada juga satu buku العربية للناشئين yang walaupun dikarang oleh orang Arab asli tetapi buku tersebut dikhususkan bagi orang-orang non Arab. Namun pada kenyataannya itu belum banyak membantu bagi peningkatan pembelajaran bahasa Arab.

Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
Beberapa hal di atas hanyalah sepenggal dari problematika yang dialami oleh pelajar-pelajar Indonesia dalam pembelajaran bahasa Arab. Masih lagi berbagai macam problematika yang kelak akan ditemui para pelajar. Berikut dikemukakan beberapa unsur-unsur dalam pelajaran bahasa Arab yang kadang dianggap terlalu rumit dan sering dianggap sebagai faktor penghambat;
a.       Semantik (mufradat), yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari kosa kata. Mempelajari kosa kata sangat penting kaitannya dengan tuntunan penguasaan kemahiran berbahasa khususnya pada muhadastah dan insya' demikian juga dengan qira'ah. Karena saking banyaknya kata-kata yang harus dihapalkan agar bisa berbicara dengan lancar kerap menjadi momok yang sangat menakutkan bagi peserta didik.
b.      Morfologi (dala bahasa Arab disebut dengan Nidzamus Sharfiy), yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari kaidah perubahan-perubahan kata. Satu kata dalam bahasa Arab bisa berubah menjadi beratus-ratus kata baru bahkan bisa lebih. Hal ini juga sering membuat peserta didik enggan untuk bergelut lebih jauh dengan bahasa Arab. Contoh;
كتب- يكتب- كتابة- مكتب- مكتبة- مكتوب- كتاب- اكتب- الخ.

c.       Sintaksis (Nidzam al-Nahwiy), yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari tata kalimat, pola kalimat, dan struktur kalimat. Menghafalkan banyaknya kaidah agar dapat membentuk pola kalimat yang benar tidak jarang membuat peserta didik malas.
d.      Idiomatik (Ibarat al- Istilahiy), yakni cabang ilmu bahasa Arab yang membahas tentang spesifikasi susunan kata yang mempunyai arti tertentu; sebagai contoh;
Berarti membenci رغب عن (من رغب عن سنّتى فليس منّى) :  ,
Berarti Menyukai  : رغب فى (رغبت فيك) dan lain sebagainya.

Unsur-unsur di atas harus dikuasai oleh peserta didik ketika mempelajari bahasa Arab. Sebab tanpa menguasainya atau salah satunya bahasa Arab akan sulit dipahami secara utuh.  
Drs. Mudjahid menguraikan beberapa hipotesis yang menyebabkan pembelajaran bahasa Arab kurang berhasil, antara lain:
1.      Faktor Minat
Mempelajari bahasa Arab lebih sulit ketimbang bahasa-bahasa yang lain. Hal ini disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan kebutuhan dan daya tangkap peserta didik.
2.      Faktor Ekonomis
Mempelajari bahasa Arab dinilai kurang mendatangkan keuntungan material yang besar. Berbeda dengan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Inggris, Jerman, Perancis, Mandarin, Jepang yang memang dibutuhkan di berbagai lapangan pekerjaan. Kebanyakan lapangan sektor industri kurang membutuhkan tenaga kerja yang terampil berbahasa Arab.[19]
Selain itu, kesulitan belajar bahasa juga beberapa faktor yang menyebabkannya, antara lain; faktor internal yang berupa psikis dan fisik serta faktor eksternal yaitu faktor sosial dan non sosial. Gangguan fisik akan mempengaruhi pada fungi syaraf motorik yang berimplikasi pada rendahnya daya tangkap atas rangsangan dari luar, tingkat kecerdasan yang rendah, kurangnya minat, bakat, dan motivasi belajar juga akan mempengaruhi belajar. Faktor eksternal penyebab kesulitan belajar dapat muncul dari keluarga, sekolah, dan lingkungan yang kurang mendukung proses pembelajaran. Faktor non sosial yang menyebabkan kesulitan belajar bahasa Arab seperti tujuan belajar yang kurang jelas dan tidak sesuai penunjangnya seperti sarana dan prasarana, akan membebani proses pembelajaran bahasa Arab, materi pelajaran yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik, dan metode pengajaran, kelemahan metodelogi pengajaran akan menyebabkan peserta didik kesulitan menangkap inti materi pengajaran, pelajaran yang sebenarnya gampang akan menjadi sulit dan berat. Suksesnya penerapan metodologi pengajaran sangat bergantung pada kreativitas guru.  
Salah satu faktor yang dianggap mendukung adalah bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslimin yang sudah tidak asing lagi dengan  bahasa Arab, karena bahasa yang digunakan dalam ritual peribadatan mereka adalah bahasa Arab, seperti dalam sholat, istighosah, dziba'an, dan lain sebagainya. Dan ini dapat membantu bagi Sebagian kecil peserta didik yang berlatar belakang agama yang kental dengan tradisi-tradisi seperti tersebut di atas.

Solusi yang Ditawarkan
Bahasa Arab adalah bahasa target yang ingin dicapai atau dikuasai oleh pembelajar (peserta didik). Dalam proses ini peserta didik secara sadar atau tidak sadar akan melalui dua cara; yaitu proses pembelajaran (learning) dan pemerolehan (acquisition).[20]
Pemerolehan adalah penguasaan bahasa secara tidak disadari (implisit), informal, atau alamiah. Penguasaan itu diperoleh dengan cara menggunakan bahasa itu untuk berkomunikasi. Proses ini berlangsung secara alamiah untuk pengembangan kompetensi linguistik. Kompetensi linguistik ini akan tampak melalui performansi berbahasa.[21] Sebagai contoh; apabila seorang anak kecil (orang Arab asli) telah dapat menggunakan bahasa Arab-nya untuk berkomunikasi, baik aktif maupun pasif. Maka anak tersebut berarti telah memiliki kompetensi komunikatif dalam berbahasa Arab.
Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, proses ini terjadi karena adanya keinginan kuat agar seseorang dapat bersosialisasi dengan warga pemilik bahasa itu, tidak direncanakan, dirancang, dan  disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi dengan disengaja, pembelajaran bahasa ini diperoleh dengan disengaja, terjadi karena adanya keinginan untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu, terjadi karena ada pihak lain yang merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, tujuan demi tujuan. Pemerolehan bahasa lebih mementingkan bahan bahasa yang meaningfull atau sesuai dengan konteks atau situasi yang terjadi, sedangkan pembelajaran bahasa dapat terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.[22]
Pembelajaran merupakan usaha yang sadar dilakukan untuk menguasai kaidah-kaidah kebahasaan. Dalam pada ini pembelajaran bahasa dilakukan dalam situasi formal, misalnya pembelajaran bahasa Arab dalam kelas. Namun demikian, pembelajaran ini terus berlangsung tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya tidak harus berlangsung di dalam kelas. Proses pembelajaran ini dapat berlangsung di mana pun, tetapi diarahkan pada penguasaan kaidah kebahasaan secara sadar.[23]
Dan dalam proses pembelajaran ini guru memegang peran yang sangat menentukan dalam pembentukan kompetensi komunikasi yang diharapkan. Tugas seorang pendidik dalam hal ini adalah mengarahkan agar kegiatan berbahasa pada peserta didik tetap pada satu jalur yaitu penguasaan kaidah kebahasaan. Hingga pada akhirnya muncul suatu pertanyaan "apakah para peserta didik mempelajari bahasa Arab (yang dalam hal ini sebagai bahasa kedua) hanya karena tuntutan kurikulum yang ada di tempatnya belajar ataukah ia benar-benar ingin menguasai bahasa tersebut sehingga ia akan mudah mempelajari agama, mempelajari kebudayaan Arab, ataukah ia ingin menjadi orang Arab?
Pertanyaan di atas sama sekali tidak terkait dengan penelitian ini, atau pun membutuhkan perenungan yang mendalam untuk menjawabnya. Namun hal tersebut menjadi penting kaitannya dengan pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa kedua, karena keberhasilan pembelajarannya juga akan ditentukan oleh tujuan yang telah dicanangkan.
Suksesnya pembelajaran bahasa Arab ini ditentukan oleh banyak faktor mulai dari tujuan, metode yang digunakan, materi, guru, sumber belajar, dan yang tidak kalah penting adalah motivasi dari peserta didik itu sendiri.

1.      Tujuan
Telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa tujuan dari pembelajaran bahasa Arab secara umum adalah agar dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tersebut dengan menguasai semua unsur kecakapan berbahasa yang meliputi kemampuan mendengar, berbicara, menulis dan digunakan sebagai alat untuk mempelajari ajaran agama Islam, karena sebagian besar referensinya berbahasa Arab. Tujuan-tujuan tersebut akan sangat menentukan proses pengajaran yang akan dilakukan
2.      Metode
Mulyanto Sumardi mengatakan metode merupakan aspek yang terpenting dalam proses pembelajaran, apalagi dalam pembelajaran bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah bahasa asing yang memiliki banyak sekali unsur-unsur bahasa, seperti unsur semantik, morfologi, stylistik, sintaksis, idiomatik. Dan kelima unsure tersebut harus dikuasasi oleh peserta didik, sebab tanpa menguasai salah satunya bahasa Arab akan sulit dikuasai.
Dalam pengajaran bahasa, salah satu segi yang sering disorot orang adalah segi metode. Sukses tidaknya suatu program pengajaran bahasa sering kali dinilai dari segi metode yang digunakan, sebab metodelah yang menentukan isi dan cara mengajarkan bahasa.[24]

Banyak sekali metode yang ditawarkan dalam pengajaran bahasa Arab, seperti metode langsung (direct method), metode membaca (reading method), metode terjemah (translation method), metode mim-mem (meniru dan menghafal), metode imla /dikte (dictation method), metode campuran (eclectic method), dan lain sebagainya.        
3.      Materi
Materi juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pembelajaran bahasa Arab. Materi pelajaran akan sangat dipengaruhi oleh tujuan yang hendak dicapai, dan rumusan materi adalah salah satu perangkat untuk mencapai tujuan pengajaran. Materi bahasa Arab harus disesuaikan dan dicocokkan dengan kebutuhan peserta didik, juga harus mempertimbangkan faktor usia dan tingkat kecerdasan peserta didik. Dan sebaiknya materi yang diberikan adalah dengan mencari persamaan dengan bahasa ibu yang digunakan.[25]
4.      Guru
Guru dalam istilah bahasa Jawa berarti “digugu lan ditiru”, pada posisi ini guru merupakan salah satu tonggak lingkungan sebagai penentu proses keberhasilan pembelajaran. Selain memiliki posisi yang secara makro berperan sebagai model (yang ditiru perkataan dan perbuatannya) guru juga memiliki posisi sebagai pemberi umpan balik.
Pembelajaran bahasa Arab yang juga mementingkan peran lingkungan (dalam hal ini guru berperan sebagai lingkungan baik secara makro dan mikro), guru dituntut menjadi seseorang yang selalu menjadi nara sumber, pemberi masukan, dan yang lebih penting adalah sebagai model bahasa sasaran, dan pemberi balikan.[26]
Seorang guru bahasa Arab setidak-tidaknya seorang yang pintar dalam berbahasa Arab dan mampu berperan sebagai pemberi motivasi, mampu memperhatikan kebutuhan dan hal-hal yang menghambat proses belajar peserta didik.
Umar Asassudin Sokah membuat kriteria atau syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh guru bahasa Arab, antara lain;
a.       Telah mengetahui dasar pengetahuan pendidikan dan ilmu jiwa disamping pengalaman mengajar.
b.      Mengetahui bahasa Arab dengan baik serta metode mengajarkannya.
c.       Mencintai profesinya sebagai pengajar, mencintai bahasa Arab dan dapat menanamkan pada murid rasa cinta kepada bahasa Arab.
d.      Penuh vitalitas dan terbuka menghadapi murid, sehingga tidak kaku dan menjemukan, di samping ia dapat memikat untuk diperhatikan dan dicintai murid.
e.       Dapat mengemukakan cirri-ciri bahasa murid dan mengungkapkan persamaanya dengan bahasa Arab, dan dapat mengetahui kesulitan-kesulitan pengucapan pada masing-masing bahasa.
f.       Mengenal negeri Arab dari segi kebudayaan, social dan politik serta ekonomi.[27]  
5.      Peserta didik
Sebagai subyek utama dalam proses pembelajaran, peserta didik diharuskan mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar. Terlebih dalam pembelajaran bahasa Arab, mereka harus selalu dalam keadaan aktif berada dalam lingkungan atau situasi berbahasa, karena tanpa adanya motivasi, peran aktif dari peserta didik mustahil akan dapat dicapai tujuan pembelajaran.
6.      Sarana
Metode pengajaran dan materi ajara yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik, guru yang berkompetens, serta peserta didik yang bermotivasi tinggi kiranya belumlah cukup untuk menempuh proses pembelajaran dalam rangka mencapai kepada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salah satu faktor yang tidak kalah penting adalah adanya sarana belajar, terlebih dalam pembelajaran bahasa Arab. Adanya buku-buku yang menunjang dalam perpustakaan yang memadai, laboratorium bahasa yang canggih, serta lingkungan yang mendukung pembelajaran bahasa Arab.
7.      Evaluasi 
Untuk mengatakan bahwa pembelajaran berhasil, salah satu jalan yang harus ditempuh adalah pengadaan evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu faktor pembentuk motivasi bagi peserta didik, mereka (peserta didik) akan selalu berkompetisi dengan sesamanya untuk mencapai hasil yang terbaik.
Evaluasi bagi peserta didik setidak-tidaknya berfungsi sebagai;
a.       Mengukur mengetahui kemajuan belajar siswa
b.      Memberikan dorongan belajar bagi siswa
c.       Sebagai laporan bagi orang tua murid.[28] 
Selain beberapa faktor di atas, harus diperhatikan juga beberapa prinsip pengajaran bahasa Arab (sebagai bahasa asing), prinsip-prinsip tersebut antara lain;
1)      Ujaran sebelum tulisan
Pembelajaran bahasa hendaknya selalu dimulai dengan melatih percakapan dan pendegaran, baru kemudian dilanjutkan dengan bacaan dan tulisan.
2)      Kalimat-Kalimat Dasar
Peserta didik hendaknya selalu menghafalkan kalimat-kalimat percakapan dasar secermat mungkin, dengan selalu membaca dan menghafalkan pola dialog yang memperagakan sebuah percakapan akan melatih peserta didik untuk senantiasa berbicara sesuai dengan konteks (situasi) yang dihadapinya.
3)      Pola-pola sebagai Kebiasaan
Pola kalimat (bentuk kalimat sederhana) hendaknya selalu dibiasakan melalui Pattern practice (praktek pola). Hal ini penting kaitannya dengan penguasaan bahasa sebagai usaha untuk mewujudkan tercapainya kemahiran berbahasa. Dengan pola kalimat peserta didik akan mengetahui bentuk variasi bahasa.
4)      Sistem Bunyi untuk Digunakan
Ajarkan struktur system bunyi untuk digunakan dengan cara demonstrasi, tiruan, dan drill.[29]
B.     Konsep Pembelajaran Bahasa Aktif
Istilah pembelajaran aktif terdiri dari dua kata, yaitu kata pembelajaran dan aktif. "Aktif" diartikan dengan "giat, selalu bergerak"[30] dan pembelajaran aktif jika diartikan secara verbal adalah usaha yang secara sadar dilakukan oleh seseorang tanpa adanya paksaan dari pihak lain, dengan tujuan untuk memperoleh informasi baru yang berguna dan bermanfaat baginya, dengan harapan bahwa informasi baru tersebut dapat membimbingnya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pembelajaran sendiri diartikan sebagai proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik
Beberapa ahli membuat pengertian yang berbeda antara satu sama lain dalam mendefinisikan dan membuat tafsiran tentang belajar, perbedaan tersebut dikarenakan aliran yang mereka anut juga berbeda.
Pengertian yang paling sederhana adalah "belajar merupakan proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan",[31] pada pengertian ini yang menjadi tujuan kegiatan adalah berubahnya tingkah laku pada peserta didik, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap.
Para tradisionalis berpendapat bahwa belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Peserta didik diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan yang dimilikinya, pada pengertian ini metode yang digunakan adalah menghafal. Pendapat yang lebih modern, menganggap bahwa belajar sebagai "a change in behavior" atau perubahan kelakuan. Kelakuan ini meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, ketrampilan, perasaan, minat, penghargaan, dan sikap.[32]   
Berikut dikemukakan beberapa uraian tentang definisi belajar oleh beberapa ahli seperti:
1)      Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning mengemukakan, bahwa "belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang.  
2)      Cagne, dalam bukunya The Conditions of Learning menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
3)      Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman.
4)      Witherington dalam bukunya Educational Psychology mengemukakan; belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.[33]   
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang menjadi ciri pengertian belajar, yaitu bahwa:
a.       Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku negatif.
b.      Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.
c.       Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan tersebut harus relatif mantap dan harus menjadi akhir dari pada proses panjang.
d.      Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut beberapa aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis; seperti ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.[34]       
Belajar menuntut adanya perubahan perilaku kognitif, afektif, maupun psikomotor. Engkoswara membuat klasifikasi tujuan belajar yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang secara sistematis digolongkan sebagai berikut:
1)      Perilaku kognitif,  yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan,  informasi, dan masalah kecakapan intelektual, seperti:
-          Pengetahuan siap yang dapat segera muncul bila diperlukan
-          Komprehensif dalam penafsiran informasi
-          Mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh
-          Menganalisis dalam arti menguraikan pengetahuan yang diperoleh ke dalam berbagai bagian
-          Mengadakan sintesis antara berbagai pengetahuan untuk menghasilkan suatu konsepsi atau pengetahuan baru
-          Mengadakan evaluasi terhadap pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan berbagai kriteria 
2)      Perilaku afektif yang berupa sikap, nilai-nilai, dan apersepsi. Perilaku afektif ini terdiri atas lima tingkat;
-          Penerimaan, yaitu tingkat penarikan perhatian
-          Respons, yaitu keinginan untuk mereaksi
-          Penilaian untuk posisi tertentu
-          Mengorganisasikan dengan mengambil penyesuaian dari berbagai alternatif yang ada
-          Mengemukakan suatu pandangan atau pengambilan keputusan sebagai integrasi dari kepercayaan, ide dan sikap seseorang.
3)      Perilaku psikomotor, terutama kelincahan tangan dan koordinasinya;
-          Gerakan badan yang benar-benar terkoordinasi secara rapi, misalnya antara gerakan tangan dengan jari-jari tangan.
-          Komunikasi tanpa verbal, misalnya berupa ekspresi muka, cetusan hati, atau gerakan-gerakan badan yang penuh arti.
-          Perilaku berbahasa dalam arti peningkatan perilaku yang secara halus.

Hal yang penting dan harus menjadi perhatian guru adalah bahwa belajar merupakan masalah individu setiap peserta didik, maka tidak mengherankan bila dalam suatu kelas, walaupun diajar oleh guru yang sama, dengan materi dan metode yang sama akan muncul hasil yang berbeda setelah diadakan evaluasi hasil belajar. Hal ini dikarenakan antara individu satu dengan yang lain lebih banyak terdapat perbedaan dari pada persamaan. Persamaan itu hanya tampak sekilas, tetapi perbedaan akan terlihat jelas pada semua peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung, seperti pada tingkat emosi, abilitas (kecakapan atau kepandaian), dan minat. Pada posisi ini guru harus memfokuskan perhatiannya kepada hal-hal yang dilakukan oleh individu di samping terhadap bahan dan kegiatan-kegiatan belajar.
Jenis-jenis perbedaan individual peserta didik banyak variasinya yang antara lain, perbedaan kecerdasan, perbedaan pengetahuan, perbedaan bakat.[35]  
1)      Perbedaan kecerdasan
Peserta didik yang memang tingkat kecerdasannya rendah akan lamban dalam mengikuti proses pembelajaran. Mereka memerlukan waktu yang lebih banyak untuk belajar dan ikut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan belajar. Dan peserta didik yang memiliki IQ yang tinggi akan mempunyai tingkat perhatian yang baik, belajarnya cepat, dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang singkat, melibatkan diri secara aktif pada setiap kegiatan belajar tanpa paksaan dari pihak luar. Perbedaan tingkat kecerdasan ini adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam proses pembelajaran dan akan menentukan kesuksesannya.
2)      Perbedaan pengetahuan
Perbedaan pengetahuan pada peserta didik menjadi modal dasar bagi proses pembelajaran selanjutnya. Kurangnya pengetahuan pada materi pelajaran tertentu akan mengakibatkan rendahnya partisipasi peserta didik dalam belajar, tidak adanya minat dikarenakan rendahnya motivasi yang dimiliki. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran aktif, yang membutuhkan partisipasi yang penuh dalam setiap kegiatan belajar, adanya minat yang tinggi dan selalu memiliki motivasi kuat dalam setiap proses belajar.
3)      Perbedaan bakat
Bakat merupakan kemampuan untuk melaksanakan sesuatu tanpa ada latihan untuk melakukan sesuatu itu. William B. Michael memberikan definisi, “Bakat adalah kapasitas seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat melakukan suatu tugas di mana sebelumnya sedikit menjalani latihan atau sama sekali tidak memperoleh latihan lebih dahulu.[36]
Perbedaan-perbedaan lain yang harus diperhatikan adalah perbedaan kreativitas dan perbedaan cacat fisik.[37] Daya kreativitas peserta didik dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah guru senantiasa menciptakan kondisi belajar yang baik yang memungkinkan setiap peserta didik dapat mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan perbedaan fisik (penglihatan, pendengaran, kemampuan berbicara) secara langsung atau pun tak langsung akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran, dan bahkan malah akan menjadi hambatan.

1.      Paradigma Pembelajaran Aktif
Sungguh merupakan pekerjaan yang tidak mudah untuk mendefinisikan sebuah kata “pembelajaran aktif”, karena sebenarnya cara belajar pada setiap peserta didik berbeda-beda. Masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar antara satu dengan lainnya. Keaktifan belajar akan tampak pada peserta didik dalam bentuk perilaku yang ia sukai. Ada sebagian peserta didik yang menyukai metode ceramah pada saat gurunya menyampaikan materi pelajaran, di sisi lain, ada peserta didik yang lebih senang menulis, mendiskusikan, dan ada pula yang lebih senang dengan langsung mempraktekkan materi yang dipelajarinya.
Hal di atas, merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, namun apakah jenis-jenis gaya atau cara belajar pada peserta didik seperti tersebut di atas mencirikan keaktifan belajar? Ini menjadi sangat penting untuk diketahui terutama oleh guru, juga berkaitan dengan bermanfaat atau tidak aktifitas peserta didik tersebut. Karena satu hal yang harus diperhatikan adalah adakah keterlibatan mental, intelektual, emosional, dan bukan hanya keterlibatan fisik semata yang terjadi dalam aktifitas belajar mengajar. 
Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar istilah “belajar aktif?” sebagian besar dari kita mempunyai pendapat masing-masing. Ada yang berpendapat bahwa belajar aktif adalah membuat peserta didik untuk terlibat aktif, bergerak, atau melakukan segala sesuatu dengan aktif. Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa belajar aktif bukanlah belajar secara fisik saja. Tetapi juga melibatkan aktifitas otak, yaitu berfikir.[38]
Pada dasarnya, pengertian belajar aktif adalah sebuah proses belajar mengajar yang menitik beratkan keaktifan peserta didik baik secara mental, emosional, maupun intelektual, walaupun proses belajar mengajar tersebut dilangsungkan dengan berbagai macam metode untuk mencapai tujuan pendidikan yang berwawasan kognitif, afektif, dan psikomotor secara optimal.
Belajar aktif lebih mementingkan peran otak, ini dimaksudkan untuk menutupi kekurangan dan kelemahan peserta didik dari segi fisik, karena apabila keaktifan secara fisik belaka yang menjadi prioritas pembelajaran tanpa adanya peranan otak sebagai pengatur dan memproses informasi yang diterima oleh peserta didik. Otak mengatur dan memproses apakah informasi yang diserap menjadi ingatan jangka panjang ataukah hanya menjadi informasi yang "mampir" (ingatan jangka pendek) sejenak lalu hilang?   
Konsep belajar aktif sebenarnya bukanlah konsep baru, konsep ini muncul dengan lahirnya istilah “cara belajar siswa aktif” (CBSA), atau jauh sebelumnya muncul istilah “student active learning” (SAL). SAL lebih menitikberatkan pada proses pembelajaran yang mengacu pada pentingnya siswa belajar aktif dibandingkan dengan aktifitas guru sebagai pengajar.
CBSA diartikan sebuah proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitik beratkan pada keaktifan siswa dan melibatkan berbagai potensi siswa baik yang bersifat fisik, mental, emosional, maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif, dan psikomotor secara optimal.[39] Sebagai sebuah konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan serta dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran aktif sangat diperlukan oleh peserta didik kaitannya dengan usaha pencapaian tujuan belajarnya; berikut dikemukakan beberapa alasan mengapa belajar aktif itu diperlukan yang ditinjau dari aspek pendidikan:
a.       Tujuan Pendidikan
Bahwa esensi dari tujuan pendidikan adalah pembentukan manusia yang bukan hanya dapat menyesuaikan diri hidup di dalam masyarakatnya, melainkan mampu menyumbang bagi penyempurnaan masyarakat itu sendiri.[40]
b.      Keterlibatan mental intelektual subyek didik
Dalam proses belajar-mengajar subyek didik harus dilibatkan secara penuh. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi, sehingga akan menjadi penggerak bagi keberhasilan belajar.
c.       Komunikasi seimbang
Multimetode dan multimedia merupakan kebutuhan tersendiri dalam proses belajar-mengajar, karena dengan ini akan banyak memberikan kesempatan bagi pendidik untuk mengevaluasi efektifitas pengajaran. Bahkan pendidik dapat melakukan evaluasi tersebut pada saat proses belajar-mengajar berlangsung.
d.      Peningkatan mutu pendidikan
Model satuan pelajaran, metode, strategi dan pendekatan dalam proses belajar-mengajar harus disesuaikan dengan kebutuhan subyek didik, sehingga akan tercipta suatu proses belajar-mengajar yang menyenangkan dan berkualitas.

2.      Teori Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif atau Active Learning merupakan bentuk pendekatan dalam proses belajar mengajar, dimana peserta didik dapat memiliki keterlibatan langsung dalam pembelajaran baik secara emosional maupun intelektual. Yang dapat dinyatakan secara fisik dalam proses pembelajaran sejak pra instruksional sampai pada tahap evaluasi dan pengembangan, sehingga dapat terjadi proses asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, mungkin terbentuknya pengalaman langsung dalam pembentukan ketrampilan baik yang bersifat motorik, kognitif, maupun sosial.
Belajar aktif yaitu proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitik beratkan pada keaktifan peserta didik serta melibatkan berbagai potensi siswa, baik yang bersifat fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif, efektif, psikomotor secara optimal.
Bagi Mell Silberman, beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian dalam proses belajar aktif, yaitu:
a.       Belajar aktif bukan hanya sekedar kegembiraan, tetapi banyak teknik belajar aktif menghadapkan peserta didik pada tantangan-tantangan yang tidak biasa yang mengharuskan kerja keras.
b.      Belajar aktif memiliki berbagai saran untuk membantu peserta didik merefleksikan apa yang telah mereka alami
c.       Belajar aktif memerlukan waktu lebih dari pada mengajar langsung, tetapi terdapat banyak cara untuk menghindari pembuangan waktu
d.      Ketika pelajaran yang membosankan, sering kali hanya dengan metode-metode belajar aktif yang menyenangkan dapat memenuhi peserta didik dan memotivasi mereka untuk menguasainya, sekalipun materinya membosankan.
e.       Banyak petunjuk dan teknik dalam belajar aktif digunakan untuk berbagai problem seperti mencegah kelompok-kelompok belajar dari memubadzirkan waktu yang tidak produktif.
f.       Terdapat beberapa teknik dalam belajar aktif yang memberikan alternatif pada belajar kelompok kecil melalui berbagai variasi belajar
g.      Apabila belajar aktif diperkenalkan secara bertahap, maka akan terorganisir dengan baik dan penyampaian materi akan efektif dan efisien.
h.      Belajar aktif cenderung memudahkan pemindahan melalui penyediaan cara-cara kongkrit untuk membangun aktifitas, variasi dan partisipasi ke dalam kelas.[41]
Dengan demikian Active Learning adalah pembelajaran yang di dalamnya menekankan keaktifan peserta didik pada aspek mental atau kognitif dan juga melibatkan fisik, yang meliputi aspek afektif dan juga motorik. Belajar aktif bukanlah membuat peserta didik aktif bergerak dan melakukan sesuatu dalam bentuk fisik saja. Berikut beberapa indikator yang menunjukkan kadar keaktifan siswa, yang muncul dalam proses belajar mengajar, antara lain;
a.       Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan dan permasalahannya.
b.      Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan proses dan kelanjutan belajar.
c.       Menampilkan berbagai macam usaha atau keaktifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar sampai mencapai keberhasilannya.
d.      Melaksanakan hal-hal di atas tanpa adanya paksaan dari guru mau pun dari faktor extern lainnya.[42]
Ketika muncul suatu pertanyaan "mengapa harus belajar aktif?" Sriyono dalam bukunya Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA menawarkan berbagai macam alternatif jawaban, antara lain;
a.       Karena anak bukanlah manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang.
b.      Setiap individu atau anak didik berbeda kemampuannya.
c.       Individu atau anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya.
d.      Anak didik mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.[43]
Masih menurut Sriyono, yang mengutip pendapat Grafer, seorang psikolog; yang menyatakan bahwa setiap pembelajar (peserta didik) memiliki tipe-tipe belajar antara lain:
a.       Tipe Incremental
Siswa pada tipe ini mempunyai gaya belajar selangkah demi selangkah. Atau sering disebut "block builders"
b.      Tipe Intuitive
Siswa pada tipe ini mampu belajar secara tidak berurutan. Ia mampu menerima dan mensintesakan pelajaran dengan tepat, jenis ini termasuk jenis "bright learner (siswa cerdas)"
c.       Tipe Sensory Specialist
Siswa tipe ini hanya mampu mempelajari sesuatu dengan menggunakan indera tertentu saja.
d.      Tipe Sensory Generalist
Siswa tipe ini mampu belajar dengan berbagai media dan tipe ini sangat sensitif.
e.       Tipe Emosional
Siswa tipe ini baru bisa belajar bila melalui orang perorangan (from face to face). Siswa macam ini baik ditempatkan dalam kelompok, sebab yang bersangkutan suka berdiskusi.
f.       Tipe Emosional Neutral Learning
Siswa tipe ini hanya dapat belajar dari kenyataan saja.
g.      Tipe Elektrik
Siswa pada tipe ini dapat belajar dalam berbagai situasi.[44]
Ahli psikologi lain menyusun tipe-tipe belajar dan cara menerima informasi seorang pembelajar dalam tipe-tipe sebagai berikut:
-          Tipe mendengarkan: seorang peserta didik dapat menerima dengan baik setiap informasi dengan mendengarkan.
-          Tipe penglihatan: seorang peserta didik dapat menerima informasi dengan baik bila ia melihat langsung.
-          Tipe merasakan: seorang peserta didik dapat menyerap informasi dengan merasakan langsung.
-          Tipe motorik: seorang peserta didik akan menerima informasi dengan baik bila melakukan sendiri secara langsung.
Pembagian tipe-tipe di atas disusun hanyalah untuk membedakan kecenderungan pada cara penerimaan peserta didik dalam menyerap informasi (pelajaran baru), namun pada kenyataannya tidak terdapat peserta didik yang mempunyai satu tipe saja, namun ada salah satu tipe yang paling menonjol dan itu yang paling berpengaruh dalam membantunya dalam proses belajar.
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki membuat kriteria lain mengenai cara-cara belajar, mereka menyebutnya dengan modalitas belajar atau gaya belajar. Menurutnya gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.[45] Penting bagi seorang guru untuk mengetahui modalitas atau gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik, dengan mengetahui modalitas tersebut maka akan mudah bagi guru untuk mengembangkan bakat dan kreativitas peserta didik. Gaya belajar berfungsi untuk mengembangkan kreativitas belajar para peserta didik baik di sekolah, maupun ketika ia berada di lingkungan belajar lainnya.
Bobbi dan Mike lebih lanjut menjelaskan beberapa macam modalitas menjadi tiga, antara lain;
a.       Modalitas Visual
Seseorang yang memiliki modalitas ini mempunyai kecenderungan belajar dengan cara melihat, dan belajar melalui gambar.
b.      Modalitas Auditorial
Seseorang yang memiliki modalitas ini berkecenderungan belajar dengan cara mendengar. Pada modalitas ini, belajar seseorang akan lebih cepat bila ia mendengarkan musik sebagai pendukung.
c.       Modalitas Kinestetik
Seseorang yang bermodalitas kinestetik memiliki kecenderungan belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.

Cirri-ciri berikut ini penting diketahui oleh seorang guru untuk mengetahui modalitas peserta didik, dan penting juga bagi peserta didik untuk lebioh meningkatkan semangat belajarnya;
Orang-orang Visual:
-          Rapi dan teratur
-          Berbicara dengan cepat
-          Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik
-          Teliti terhadap detail
-          Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
-          Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya alam pikiran mereka
-          Mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar
-          Mengingat dengan asosiasi visual
-          Biasanya tiak terganggu oleh keributan
-          Pembaca yang cepat dan tekun
-          Lebih suka membaca dari pada dibacakan
-          Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap secara waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah
-          Lebih suka demontrasi dari pada pidato
-          Lebih suka seni dari pada musik
-          Lebih mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata
-          Mudah kehilangan konsentrasi ketika ingin memperhatikan

Orang-orang Auditorial;

-          Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
-          Mudah terganggu oleh keributan
-          Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
-          Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
-          Berbicara dengan irama yang berpola
-          Biasanya seorang pembicara yang fasih
-          Lebih suka musik daripada seni
-          Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
-          Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar
-          Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya
-          Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik

Orang-orang Kinenstetik;

-          Berbicara dengan perlahan
-          Menangapi perhatian fisik
-          Menyentuh orang mendapat perhatian mereka
-          Berdiri dekat ketika berbicara dengan seseorang
-          Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
-          Belajar melalui manipulasi dan praktik
-          Menhafal dengan cara berjalan dan melihat
-          Menggunakan jari untuk menunjuk ketika membaca
-          Banyak menggunakan isyarat tubuh
-          Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
-          Kemungkinan tulisannya jelek
-          Ingin melakukan segala sesuatu
-          Menyukai permainan yang menyibukkan.[46]

Pada dasarnya setiap orang memiliki semua modalitas sebagaimana  tersebut di atas, namun hanya ada satu yang paling berpengaruh. Hal itu dapat dilihat pada saat seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan mengetahui kecenderungan modalitas yang ada pada dirinya, seseorang akan lebih  menemukan eksistensi dirinya dan mengembangkan bakat serta kreativitas.

3.      Konsep Pembelajaran Bahasa Arab Aktif
Telah dikemukakan di muka bahwa pem,bahasa pada skkripsi ini adalah pembelajaran bahasa Arab pada tingkat Madrasah Aliyah. Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Arab adalah suatu proses kegiatan yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan bahasa Arab fusha.[47]
Telah dijelaskan dimuka tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran aktif dan Pengertian sekilas bahasa Arab, lantas bagaimanakah konsep pembelajaran bahasa Arab Aktif.
Penelitian ini menghendaki bahasa Arab sebagai dipelajari sebagai sarana komunikasi dengan pendekatan komunikatif.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa bermula dari suatau teroi yang berlandaskan "bahasa sebagai komunikasi". Tujuan pengajaran bahasa adalah mengembangkan kompetensi komunikatif.[48] Kompetensi komunikatif merupakan suatu batasan apa yang perlu diketahui oleh seorang penutur atau pembicara agar dia mempunyai kompetensi secara komunikatif dalam masyarakat bahasa. Ada empat dimensi yang terdapat dalam kompetensi komunikatif, yaitu;
a.       Kompetensi Strategik; mengacu pada pelekukan strategi yang dipakai oleh para komunikator guna memprkarsai, mengakhiri, memelihara, mereparasi, dan mengarahkan kembali komunikasi.
b.      Kompetensi Wacana; mengacu pada interpretasi unsur-unsur pesan pribadi, menyangkut antar hubungan dan cara m,enyatakan makna dala hubungan keseluruhan wacana atau teks.
c.       Kompetensi Gramatikal; mengacu pada kompetensi linguistik
d.      Kompetensi Sosiolinguistik; mengacu pada pemahaman konteks sosial tempat berlangsungnya komunikasi (termasuk hubungan peranan, pembagian informasi, dan tujuan interaksi komunikatif).[49]    

Pembelajaran bahasa Arab aktif menghendaki agar guru dapat memerankan dirinya sebagai fasilitator, partisipan mandiri, pembimbing, organisator. Dan peserta didik sebagai negosiator atau perunding, peserta didik juga harus bisa memposisikan diri antara diri pribadi, proses pembelajaran, dan obyek pembelajaran.[50]
Dalam era pemberdayaan kompetensi peserta didik ini, tugas guru harus bisa memahami mereka melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut kaitannya dengan peranannya sebagai fasilitator, antara lain:
a.       Mengobservasi peserta didik dalam berbagai situasi, baik di dalam maupun di luar kelas.
b.      Menyediakan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan peserta didiknya, sebelum, selama, setelah sekolah.
c.       Mencatat atau mengecek seluruh pekerjaan peserta didik dan memberikan komentar yang konstruktif.
d.      Mempelajari catatan peserta didik yang adekuat.
e.       Membuat tugas dan latihan kelompok.
f.       Memberikan kesempatan khusus bagi peserta didik yang memiliki kemampuan yang berbeda.[51]     
Tugas seorang fasilitator tidak sekedar menjadi guru yang hanya mengajar sebuah meteri pelajaran di dalam kelas tetapi lebih dari itu, seorang fasilitator membuka ruang yang selebar-lebarnya kepada peserta didik untuk melakukan aktifitasnya, mendinamisasikan peserta didik agar belajar lebih aktif. Sedangkan kaitannya dengan peranan guru sebagai pembimbing, ia harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Jika teori-teori di atas diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Arab, setidak-tidaknya akan memunculkan sebuah pandangan baru tentang pengajaran bahasa Arab itu. Kalau dahulu pengajaran bahasa Arab lebih sering dilakukan dengan metode-metode klasik, maka saat ini, seiring dengan pemberlakuan KBK yang menghendaki pemberdayaan potensi peserta didik seutuhnya, pembelajaran bahasa Arab sebaiknya selalu berkiblat pada kurikulum yang humanis atau kurilukum yang memandang semua aspek dalam KBM (kegiatan belajar mengajar) sebagai sesuatu yang harus diberdayakan semestinya, dan yang lebih penting adalah semua elemen yang ada harus saling mendukung dan tidak berjalan sendiri-sendiri.
a.       Tujuan
Tujuan pengajaran bahasa Arab dibuat sedemikian rupa agar tidak membebani semua aspek yang terlibat dalam KBM terutama pengajar dalam hal ini adalah guru dan peserta didik. Tujuan mempelajari bahasa Arab adalah agar peserta didik mampu menggunakan bahasa tersebut sebagai sarana komunikasi dan juga sebagai alat untuk mempelajari ajaran agama Islam.
b.      Metode
Metode harus dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan semua faktor dalam KBM, terutama dengan materi ajar yang nantinya berguna sebagai aplikasi dari metode tersebut. Hal lain yang harus dijadikan bahan pertimbangan adalah bahwa bahasa Arab adalah bahasa asing yang sudah jelas tidak akrab dengan latar belakang budaya dan sosial peserta didik, metode juga harus disesuaikan dengan pengalaman tingkat kemahiran dan pengalaman guru. Dan yang lebih penting adalah harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan waktu yang tersedia.
Mulyanto Sumardi menjelaskan, bahwa dalam metode pengajaran bahasa asing (termasuk bahasa Arab) setidak-tidaknya ada empat kegiatan yang harus diperhatikan, yaitu; seleksi, gradasi, persentasi, repetisi.[52]
-          Seleksi; seleksi yang dimaksud berlaku kaitannya dengan materi yang akan disampaikan. Sebab tidak semua materi yang ada dalam bahasa Arab dapat dilaksanakan sekaligus, lebih penting lagi adalah materi yang diajarkan diurut dari yang termudah hingga yang tersulit.
-          Gradasi, gradasi ini sering disebut dengan pentahapan. Hal ini dimaksudkan agar materi yang akan diberikan kepada peserta didik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan peserta didik menyerap materi ajar yang diberikan, dimulai dari yang termudah hingga yang sulit. Ini dilaksanakan agar materi baru yang diberikan tidak mengacaukan m,ateri yang sudah diajarkan.
-          Presentasi, maksudnya adalah penyajian bahan yang sudah diseleksi dan diurutkan itu disampaikan dan dapat dipahami peserta didik dengan baik.
-          Repetisi; repetisi diartikan dengan pengulangan bahan, materi-materi yang sudah diberikan hendaknya diulang kembali. Hal ini dilakukan agar ingatan peserta didik disegarkan kembali sebelum memasuki materi berikutnya.  
Dalam pembelajaran bahasa Arab ini, Metode yang paling efektif untuk menunjang suksesnya penguasaan bahasa Arab secara aktif pada peserta didik adalah dengan metode dialog lisan yang aplikatif, hal ini sebaiknya dilakukan sebagai pendorong kemampuan berbahasa secara aktif dan ekspresif. Dan untuk menerapkan metode-metode tersebut, dibutuhkan teknik tertentu yang konsisten dengan metode dan pendekatan yang dipilih. Pengembangan teknik pengajaran ini akan sangat bergantung pada kemampuan dan tingkat imajinasi guru.
c.       Materi.
Kaitannya dengan Metode pembelajaran, materi merupakan aspek penting yang tidak boleh terabaikan perhatiannya oleh pengajar (guru). Pemberian materi kepada peserta didik harus mempertimbangkan kondisi mereka, seperti; faktor usia, minat, serta kondisi psikis dan fisik peserta didik. Materi juga harus diberikan secara berurutan dari yang sulit-sulit hingga ke materi-materi yang paling susah, hal ini penting agar memudahkan peserta didik dalam menyerap materi tersebut. Materi pelajaran bahasa Arab sebaiknya memperbanyak latihan-latihan bagi peserta didik, hal ini dimaksudkan agar mereka semakin menguasasi bahasa yang sedang mereka pelajari.
Ruang lingkup materi pelajaran bahasa Arab berdasarkan KBK untuk Madrasah Aliyah meliputi:
·         Unsur Bahasa 
a.       Bentuk kata (sharf).
·       الأسم
الضمير والإشارة و المعرف بأل و المضاف إلى المعرفة و الموصول (النكرة و المعرفة) المذكر والمؤنث. والمفرد والجمع. وبعض الظروف المكانية والزمانية – و المصدر الصريح والمصدر المؤول واسم الفاعل و المفعول.
·       الفعل
العفل الماضى و الفعل المضارع وفعل الأمر و أوزن الفعل الثلاثى المزيد بحرف و بحرفين وبثلاثة احرف استفعل ومعانى الزيادة الكثيرة الورود والفعل المبنى للمجهول
·       الأدوات
بعض الأدوات الجرّ و أدوات النفي والنهي  واوو العطف و إنّ و أن و كان, يكون.

b.      Struktur Kalimat (Nahwu)
·        (عمدة الكلام والمبتدا والخبر) المفرد والجملة الفعلية وشبه الجملة والخبر المقدم, والفاعل ونائب الفاعل
·        فضلة الكلام والمفعول به والنعت والإضافة المعنوية. والعطف بالواو
·        الإعراب بالحركات لعناصر عمدة الكلام والمفعول به والنعت والمضاف اليه والمعطوف عليه بالواو
e.       Mufradat
Mufradat, termasuk idiom, yang diberikan selama di Madrasah Aliyah berjumlah + 575 mufradat baru yang berhubungan dengan kehidupan beragama dan kemasyarakatan.[53]
Materi-materi di atas tentu saja dapat berubah dan menjadi pengayaan bagi peserta didik apabila dalam kurikulum bahasa Arab diterapkan Nadzariyah Al-Furu',[54] yang memfokuskan pelajaran bahasa Arab menjadi beberapa bagian (jam pelajaran, pengajar, buku pelajaran).
d.      Guru.
Telah sekilas dijelaskan pada pembahasan di atas tentang kriteria seorang guru bahasa Arab, yang antara lain menghendaki agar guru memiliki keilmuan bahasa Arab yang tinggi. Terlebih dalam pembelajaran aktif yang menuntut peran serta guru secara utuh. Guru bahasa Arab harus bisa menjadi seorang native speaker dalam, bahasa tersebut, hal ini dimaksudkan, bahwa dalam lingkungan belajarnya peserta didik akan merasa tertarik untuk selalu bercakap-cakap dengan guru dengan bahasa sasaran. Guru selalu merangsang agar peserta didik secara sadar aktif dengan berbahasa baik di luar maupun di dalam kelas, dengan menciptakan agar peserta didik selalu dalam situasi berbahasa.    
e.       Peserta didik
Peserta didik sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran ini harus melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan berbahasa. Mereka dituntut untuk berkreasi dalam kegiatan berbahasa, seperti diskusi, pidato, cerdas cermat dalam bahasa Arab dan membentuk lingkungan-lingkungan yang berbahasa. Dengan diadakannya kegiatan semacam itu, secara langsung maupun tidak langsung akan membuat peserta didik terbiasa dalam situasi berbahasa.  
f.       Sarana
Sarana meliputi perangkat keras (laboratorium bahasa, perpustakaan, lingkungan belajar dan media belajar lainnya) dan perangkat lunak (kurikulum). Pengadaan laboratorium bahasa akan sangat menunjang berhasilnya pembelajaran bahasa Arab jika diatur dengan sedemikian dengan peserta didik melibatkan peserta didik aktif di dalamnya. Azhar Arsyad menjeslakan bahwa pengadaan media pembelajaran akan sangat berm,anfaat bagi peserta didik, antara lain;
1)      Menarik minat siswa
2)      Meningkatkan pengertian siswa
3)      Memberikan data yang kuat dan terpercaya
4)      Memadatkan informasi
5)      Membangkitkan motivasi belajar serta memberikan stimulus bagi kemauan belajar. [55]
g.      Evaluasi
Evaluasi penting dilaksanakan sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan, kemajuan pembelajaran yang dicapai oleh peserta didik. Evaluasi hasil belajara bahasa Arab adalah upaya untuk memperoleh infomasi untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap suatu kompetensi, yang meliputi; pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai. Untuk mengukur ranah afektif dilakukan dengan cara non tes, seperti dengan skala penilaian, observasi vdan wawancara, sedangkan ranah psikomotor dapat dilakukan dengan tes perbuatan dengan menggunakan lembar pengamatan.[56]    




[1] Suwarna Pringgawidigda, Strategi Penguasaan Berbahasa (Yogyakarta: Adicita, 2002), hlm. 4.
[2] Ibid.
[3] M. Ngalim Purwanto dan Djeniah Alim, Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia (Jakarta: Rosda Jayaputra, 1997), hlm. 19.
[4]  Ibid
[5]  A. Akrom Malibary, dkk. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN (Jakarta: Depag RI, 1976), hlm. 19.
[6]  Ibid.
[7]  Ibid, hlm.23.
[8]  Suminto A. Sayuti, "Bahasa Bukan Sekedar Alat Komunikasi", Majalah Gerbang, Edisi 4 Th III, Oktober 2003. hlm. 17.
[9] Suwarna Pringgawidagda, Strategi Penguasaan Berbahasa (Yogyakarta: Adicita, 2002), hlm. 12-13.
[10]  A. Akrom Malibary, dkk. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN (Jakarta: Depag RI, 1976), hlm. 11.
[11] Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2003) hlm. 2
[12] Ibid
[13] A. Akrom Malibary, dkk. Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN (Jakarta: Depag RI, 1976), hlm.59.
[14] H. D Hidayat, dkk. Pelajaran Bahasa Arab untuk Kelas III Madrasah Aliyah, Kurikulum 1994, (Jakarta: Hikmah Syahid Indah, 1995), hlm. iii.
[15] Madrasah Aliyah non Pesantren adalah madrasah yang tidak berada dalam sistem kepondokan, artinya madrasah ini berdiri sendiri dean langsung berada di bawah naungan Departemen Agama. Karena menurut pengam,atran penulis, kebanyakan pesantren yang ada di Indonesia juga menyelengarakan pendidikan dari tingkat Madrasah Ibtidaiyyah sampai tingakt masdrasah Aliyah, bahkan tidak sedikit juga beberapa pesantren terkemuka di Indonesia yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi, seperti Pondok Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur.
[16]  Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 191.
[17]  Ibid, hlm. 203.
[18] Umar Asassudin Sokah, Problematika Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris (suatu tinjauan dari segi metodologi), (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1982), hlm.16.  
[19] Drs. Mudjahid, "Kesulitan Belajar Bahasa Arab, Mengatasi Kesulitan Belajar Bahasa Arab di Madrasah Aliyah", Suara Aliyah, I/IV-V/ 1997, hlm. 19.  
[20] Suwarna Pringgawidagda, Strategi Penguasaan Berbahasa (Yogyakarta: Adicita, 2002), hlm. 18.
[21] Ibid
[22] A.M Slamet Soewandi, Belajar Bahasa Indoensia dengan Diskusi, http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/AMSlametSoewandi.doc. p.132.  
[23] Suwarna Pringgawidagda, op-cit, hlm. 18.
[24] Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, Sebuah tinjauan dari Segi Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 7.
[25]  Mudjahid, "Kesulitan Belajar Bahasa Arab", Suara Aliyah, I/IV-V/1997. hlm. 23.
[26] Sumarsono, “Peranan Guru sebagai Lingkungan Belajar Bahasa Kedua”, http://www.ialf.edu. p. 3.   
[27]  Umar Asassudi Sokah, Problematika Pengajaran Bahasa Arab dan Inggris, (Yogyakarta: Nurcahaya, 1982), hlm. 12.  
[28]  Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 211.  
[29] Umar Asassudin Sokah, Op-cit, hlm. 34-36.
[30] Pius A Partanto dan M Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm,. 17.
[31]  Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta: 1996), hlm. 11.  
[32]  A. Tabrani Rusyan, dkk, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung, Remaja Rosdakarya: 1994), hlm. 9.
[33] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 84.
[34] Ibid, hlm. 85
[35]  A. Tabrani Rusyan, dkk, Op-cit, hal. 32-46.
[36] A. Tabrani Rusyan, dkk. Op-cit, hlm. 42.
[37] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 126-128.
[38] Hisyam Zaini,  hlm. 111.
[39] Sriyono, dkk, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 16.
[40] Moedjiono Hasibuan., Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) hlm. 9.
[41] Mell Silberman, Active Learning 101 To Teach Any Subject. Yappendis, Yogyakarta, tt, hlm. 12.
[42]  Sriyono, dkk, Op-Cit, hlm. 9.
[43]  Ibid, hlm. 11.
[44]  Sriyono, dkk, Op-Cit, hlm. 3-4.
[45]  Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Alih bahasa; Alwiyah Abdurahman), (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 112.
[46]  Ibid, hlm. 116-120.
[47]  Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bahasa Arab Untuk Madrasah Aliyah), (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 1.
[48] Henry Guntur Tarigan, Metoodologi Pengajaran Bahasa, jilid 1, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1991), hlm. 265.
[49]  Ibid, hlm. 268.
[50]  Ibid, hlm. 276.
[51]  E. Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 186.
[52] Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 41-56.
[53]  Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi… Op-cit, hlm. 2.
[54] Penyusun berpendapat bahwa Nadzariyah Al-Furu' juga bisa diterapkan di sekolah-sekolah non pesantren. Hal ini didasarkan, karena sekarang telah banyak disuarakan adanya program full day school.
[55]  Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Beberapa Pokok Pikiran), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm,. 75-76.
[56] Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi… Op-cit, hlm. 4-5.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konsep Pembelajaran Bahasa"

Post a Comment