Makalah Ajaran Syekh Siti Jenar | Sejarah Syekh Siti Jenar dan Ajarannya |
SYEKH SITI JENAR DAN AJARANYA
Syekh Siti Jenar yang nama aslinya adalah Ali Hasan, menempuh pendidikan agamanya di Timur Tengah, di Baghdad
khususnya.dia belajar dari orang-orang syi’ah, sufi (dia mempelajari kitab ihya ulumuddin
karangan Al Ghazali) dan golongan Mu’tazilah kitab yang dikajinya adalah kitab kailani. Dalam berbagai kepustakaan ada
yang menyebutkan bahwa nama aslinya adalah Hasan Ngali Ansar (Hasan Ali Ansar)
tempat tinggalnya di Krendhasawa, setelah berguru di Baghdad dia mendapat julukan Siti Jenar (tanah
kuning dimana dia berasal). Dari segi sejarah jenar adalah suatu tempat di daerah Sragen Jawa Tengah, dari
kepandaiannya dalam ilmu agama dia diberi gelar syekh oleh para wali dan kelak namanya dikenal sebagai Syekh Siti
Jenar, Syekh Lemahbang atau Syekh Siti Brit.
A. Pandangan Syekh Siti
Jenar
Siti Jenar adalah seorang wali dari wali sembilan di tanah
Jawa. Akan tetapi dia mempunyai pandangan yang berseberangan dengan pendapat
para wali lainnya pada masa itu. Siti jenar dianggap murtad, keluar dari Islam,
dia dianggap tidak berpegang lagi pada Al-Qur’an dan hadits. Siti Jenar menganggap
bahwa “Dunia ini alam kematian” manusia yang hidup di dunia ini bersifat mayit,
mati. Kehidupan sekarang ini bukan kehidupan sejati karena masih dihinggapi
kematian.
Hidup sejati menurut Siti Jenar tak tersentuh
kematian. Badan yang berupa tulang, sumsum, otot dan daging hanyalah perangkap
bagi kehidupan, dia menganggap bahwa hidup di dunia ini tersesat. Hidup yang
sebenarnya itu tanpa raga, karena dengan raganya manusia menjumpai banyak
neraka, dengna raganya manusia menjumpai banyak penderitaan. Jadi bagi Siti
Jenar hidup itu tanpa raga, bila orang itu hidup maka hanya diri pribadinya
saja yang ada.dalam kondisi demikian tidak ada lagi haus, lapar dan lesu.yang
ada hanya selamat dan bahagia selalu. Jadi orang hidup sekarang ini adalah
untuk menyiapkan diri memasuki kehidupan yang sebenarnya. Bila tidak siap maka
yang ditemui adalah hanyalah alam kematian. Jiwa akan terperangkap lagi kedalam
badan yang bersifat bangkai atau mayit.[1]
Hidup yang selalu sedih, sengsara, kebingungan dan
sejenisnya adalah penjara, dan ini bukan hidup dialam kehidupan melainkan hidup
di alam “Kematian” manusia yang demikian sedang terpuruk dalam kematian hidup.
Siti Jenar berpandangan bahwa hidup setelah mati lebih indah dan lebih
segalanya., karena itu dia rindu kematian dia sangat rindu alam real ketika dia
belum jatuh kedalam kematian untuk itu Syekh Siti Jenar mengajarkan bahwa hidup
manusia akan mengalami proses mistis. Ajarannya tersimpul dalam lima pokok wejangan
yaitu:
1.
Ajaran asal usul kehidupan atau
sangkan paraning dumadi
2.
Ajaran tentang pintu kehidupan.
3.
Ajaran tentang tempat manusia esok
hari yang kekal abadi.
4.
Ajaran tentang alam kematian yang
sedang dijalani manusia sekarang.
Dalam konsep Islam Jawa ada empat macam guru: pertama, Guru ujud yaitu seorang guru
biasa seperti guru sekolah, dan guru ngaji. Kedua,
Guru pituduh yaitu guru yang bertugas memberi petunjuk kepada murid-muridnya bagaimana
mereka harus menempuh hidup ini, dan guru tersebut harus mengenal bakat dan
potensi anak didiknya. Ketiga, Guru
sejati yaitu guru yang memahami hakikat hidup. Guru ini akan mengajarkan
bagaimana menempuh jalan kematian, kesempurnaan, dan kelepasan. Empat, Guru purwa adalah guru yang
tertinggi ia merupakan manifestasi tuhan, dia mengetahui kodrat iradatnya
sendiri. Syekh Siti Jenar meletakan dirinya pada guru sejati dan guru purwa.[3]
Bagi Siti Jenar, hidup sejati itu adalah hidup yang
tidak bersandangkan badan, raga, atau tubuh jasmani sekarang ini. Raga jasmani
justru membatasi gerak, dengan badan fisik manusia tidak dapat bergerak cepat
dalam perjalanan hidupnya dengan kata lain Manusia tidak merdeka. Hidup yang
sebenarnya adalah bebas dari rasa haus dan lapar, hidup ini bebas dari lesu dan
letih. Hidup itu selamat dan bahagia selalu, hidup yang sekarang ini hanya
untuk menemukan jalan hidup, agar tidak menjadi mayit lagi.[4]
B. Kontroversial Syekh Siti
Jenar
Konsep Manunggaling kawula Gusti dalam pandangan Syekh
Siti Jenar bahwa Tuhan itu bersemayam dalam dirinya. Derajat tertinggi itu bisa
dicapai ketika manusia sudah benar-benar lepas dari tubuhnya.tak ada wirid
dengan bilangan-bilangan tertentu, jama’ah diwajibkan selalu ingat kepada Allah
kapanpun, dimanapun sembari melakukan aktivitas.tidak ada desah nafas tanpa
menyebut nama Allah karena “kawula”dan
“Gusti” telah menyatu maka seseorang
tidak perlu lagi melaksanakan shalat. Siti Jenar tidak mau melaksanakan shalat
karena kehendaknya sendiri. Menurut Siti Jenar pada waktu seseorang
melaksanakan shalat, budinya bisa mencuri. Ketika seseorang berzikir bisa jadi
budinya melepaskan hati, dan menaruh hati pada seseorang bahkan terkadang
memikirkan dan berharap pada dunia. Inilah yang menurut Siti Jenar membuat
dirinya berbeda, ia telah menjadi yang Maha Suci yang tidak dapat dipikirkan
dan dibayangkan.
Siti Jenar menganggap budinya sejiwa dengan Tuhan,itu
sebabnya ketika syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tidak diinginkan maka
itu tidak perlu dilakukan. Semua ajaran secara konsisten diajarkan siti jenar
kepada para muridnya serta siapa saja yang berguru kepadanya. Semua perbuatan
manusia merupakan manifestasi tindakan Allah, dalam tingkat tertinggi dia
merasa bahwa tidak ada dirinya sendiri, yang ada hanyalah Allah. Persoalan
menjadi lain ketika para murid Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran ini dengan
berbagai variasi, ada yang ekstrem dan ada yang lunak.yang ekstrem adalah yang
meninggalkan shalat itu. Syekh Siti Jenar berpendapat bahwa:
Batu dan kayu itu mempunyai dzat Tuhan
Manusia itu mempunyai dzat Tuhan
Baik makhluk halus maupun makhluk
yang tampak, semuanya ciptaan Tuhan
Segala yang dapat dilihat yang
tampak merupakan ciptaan Tuhan, sedang yang lain merupakan makhluk halus.[5]
Keselarasan hubungan antara Tuhan, manusia dan alam
menjadi ajaran pokok Siti Jenar. Hubungan manusia dengan tuhannya bersifat
teologis tercermin dalam ungkapan Manunggaling
kawula Gusti dan curiga maning
warangka. Ungkapan mati sajeroning
ngaurip menurut Siti Jenar memberi isyarat persuasif kepada manusia agar
selalu eling lan waspada, bersahaja, mengendalikan diri, mengurangi kenikmatan
badaniyah duniawi, bersedia lara lapa tapabrata, dan bersyukur meskipun
berkesempitan. Menurut Siti Jenar bagi mereka yang telah menemukan kesatuan
dengan hakikat hidup atau dzat Tuhan, segala peribadatan adalah kepalsuan,
karena Tuhan bebas dari hukum kealaman maka manusia yang telah menyatu dengan
dzat Tuhan, akan mencapai keabadian yang tidak akan mengalami kerusakan.ajaran Syekh
Siti Jenar menarik dikaji karena saat itu ajarannya benar-benar mengguncangkan kekuasaan
kesultanan Demak yang didukung oleh ahli syari’at yang tergabung dalam dewan
wali sanga.[6]
Konsep Manunggaling Kawula Gusti (kesatuan manusia
dengan Tuhan) dalam kepustakaan Islam Kejawen adalah curiga manjing warangka yakni manusia masuk dalam diri Tuhan,
laksana Arya Sena masuk dalam tubuh Dewa Ruci serta warangka manjing curiga yakni Tuhan masuk (nitis) dalam diri
manusia seperti halnya Dewa Wisnu nitis pada diri Kresna. Faham nitis yakni
masuknya roh Dewa dalam diri manusia.atau roh masuk dalam binatang.[7] Konsep
Manuggaling Kawula Gusti ibarat cermin dengan orang yang bercermin. Bayang-bayang
dalam cermin itulah manusia. Oleh karena itu dalam kepustakaan Islam Kejawen
yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan umumnya mengandung rumusan yang
saling tumpang tindih. Tuhan dilukiskan memiliki sifat-sifat yang sama dengan
manusia, dan manusia digambarkan sama dengan Tuhan. Paham semacam ini dinamakan
Antropomorfisme.[8]
C. Konflik Para Wali Sanga
dengan Siti Jenar.
Pendapat Siti Jenar oleh para wali dianggap mempunyai pendapat
yang tidak sesuai dengan pendapat umum, yang dipandang tidak sesuai dengan isi
Al-Qur’an dan hadits. Siti Jenar dipandang telah mengajarkan ilmu untuk
menyingkap rahasia alam. Menurut para wali siti jenar dinilai menyebarkan
ajaran yang membuat orang awam gampang terpeleset dari akidah. Siti jenar
memang mengajarkan bahwa tidak perlu guru dan kyai siapapun berhak
berkomunikasi langsung. Inilah yang mengkhawatirkan wali songo karena bila diikuti
maka dakwah wali songo bisa gagal total. Oleh dewan wali songo siti jenar
ditugasi syahadat dan tauhid karena siti jenar merupakan bagian dari kelompok
dakwah wali songo. Akan tetapi belakangan ajaran siti jenar malah mengarah pada
ilmu hakikat Manunggaling Kawula Gusti
dan bukan ilmu syariat. Wali songo menilai itu bukan konsumsi orang awam yang
baru mengenal islam. Untuk kaum yang terkekang konsep kasta ajaran pembebasan
ini sungguh menarik apalagi ajaran siti jenar ini sudah mendapat tempat dihati
kaum miskin yang baru saja meninggalkan ajaran Hindu itulah sebabnya siti jenar
cepat punya pengaruh. Siti Jenar dipandang membangkang kesultanan dengan kedok
agama, karena itu dia harus dihentikan untuk tidak mengajarkan ilmunya jika ia
masih membangkan maka ia akan divonis hukuman mati. Jadi jelas sekali bahwa
pandangan para wali songo bertolak belakang dengan pandangan Siti Jenar.[9]
Konsistensi Siti Jenar terhadap fikiran dan
perbuatannya pasti mengandung resiko dan itu sejak awal sudah dipahami oleh Siti
Jenar apalagi bertabrakan dengan kekuasaan, maka Siti Jenar pun sudah siap
dengan segala yang akan menimpa pada dirinya. Dan akhirnya Siti Jenarpun
divonis hukuman mati oleh para wali songo
dengan disaksikan oleh Sri Baginda Raja dan para pejabat-pejabat kerajaan serta
rakyat Kesultanan Demak Bintoro.
PENUTUP
Pandangan Siti Jenar adalah
pandangan sufistik yang diramu dengan kehidupan mistis jawa. Karena itu
tekanannya bukan pada materi, tapi pada ”cinta”
dalam bentuk Manunggaling Kawula Gusti (menyatunya hamba dengan Tuhan). Dalam
wujud lahir Siti Jenar menekankan pada bangkitnya kepribadian sehingga hidup
tidak hanya tampak hidup tetapi hidup yang betul-betul memiliki hak,
kemandirian dan kodrat. Ajaran Siti Jenar memang merupakan ajaran Islam Jawa yang
kontroversial dengan ajaran Islam secara umum yang diikuti di dunia ini. Ada sudut pandang yang
berbeda antara Wali Sanga dan Syekh Siti Jenar. Wali Sanga melakukan akulturasi
Islam dengan Jawa, sedangkan Siti Jenar melakukan asimilasi Islam dengan Jawa yang
terkadang orang awam salah dalam memahami ajaran Siti Jenar tersebut sehingga
mengakibatkan mereka tersesat. oleh karena itu Siti Jenar divonis hukuman mati
oleh Wali Sanga.
REFERENSI
Achmad Codjim,
Syekh Siti Jenar “Makna Kematian”, (Jakarta ; PT. Serambi
2002)
Dr.Purwadi,M.Hum,
Jalan Cinta Syekh Siti Jenar Gerakan
Mistik Kultural Menantang Hegemoni Para Wali,
(Yogyakarta ; Diva Press 2004).
Simuh, Mistik
Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta; UI Press 1998).
Suwandi Endraswara, Mistik Kejawen (Yogyakarta ; Narasi
2003).
[3] Suwardi
Endraswara,Ibid. hlm.93-94
[4] Achmad
Chodjim, Op.cit. hlm.36
[5]
Dr.Purwadi,M.Hum, Jalan Cinta Syekh Situ Jenar, (yogyakarta; Diva Press 2004),
hlm.186-188
[6] Dr.
Purwadi,M.Hum Op.cit. hlm.218 dan 227-228
[7] Simuh
Mistik Islam Kejawen Raden ngabehi Rangga Warsita (Jakarta; UI Press 1998),
hlm.297
[8] Simuh,
Ibid. hlm.299
[9] Achmad
Chodjim, Op.cit. hlm.10-11
0 Response to "Makalah Ajaran Syekh Siti Jenar dan Konflik dengan Para Wali Songo"
Post a Comment