Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Ada beberapa hal pokok tentang
kepedulian Mel Silberman terhadap belajar aktif, yaitu:
Ada tiga kategori dalam keaktifan
belajar yaitu rendah, sedang dan tinggi. Apabila dibuat rentangan skala
keaktifan, maka keaktifan belajar ada dalam skala 1-10 dan tidak ada skala nol.
Tugas pendidik adalah bagaimana memaksimalkan keaktifan tersebut berapapun
kecilnya.[5]
Ada beberapa hal yang mendasar untuk menciptakan pembelajaran
aktif ditinjau dari beberapa aspek yaitu:
Keterangan :
ACTIVE
LEARNING DAN PEMBELAJARAN
A.
Gambaran Umum Active Learning
Active Learning dicetuskan oleh Mel Silberman seorang Professor di bidang kajian
psikologi dalam pendidikan pada Universitas
Temple , ia mempunyai
reputasi internasional dalam bidang kegiatan belajar aktif. Mel Silberman ini
memaparkan konsep Active Learning melalui modifikasi pernyataan
Confusius sekitar 2400 tahun yang lalu, yaitu:
1. Apa yang saya dengar,
saya lupa.
2. Apa yang saya
lihat, saya ingat.
3. Apa yang saya
lakukan, saya faham
Menjadi:
1. Apa yang saya dengar,
saya lupa.
2. Apa yang saya
dengar dan lihat, saya ingat sedikit.
3. Apa yang saya
dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman
lain, saya mulai faham.
4. Apa yang saya
dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan
keterampilan.
5. Apa yang saya ajarkan
pada orang lain saya kuasai
|
Adapun yang mendasari Mel Silberman dalam mengungkapkan
pernyataan ini adalah bahwa kebanyakan orang melupakan apa yang mereka dengar
(dalam proses belajar-mengajar). Hal ini karena adanya perbedaan tingkat
kecepatan bicara pendidik dengan tingkat kecepatan kemampuan peserta didik
dalam mendengarkan.
Untuk itu kita perlu memahami gaya belajar yang
merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan dimanapun kita berada. Rita Dunn seorang pelopor di bidang gaya belajar mengemukakan
bahwa banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang, yaitu mencakup
faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan.[1]
Secara umum terdapat dua kategori
utama tentang bagaimana kita belajar. Pertama, bagaimana kita menyerap
informasi dengan mudah (modalitas) dan Kedua, bagaimana cara kita
mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Dengan demikian gaya belajar seseorang
adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian ia mengatur serta
mengolah informasi tersebut.
Dengan demikian tujuan Active Learning menurut Mel Silberman adalah menciptakan cara belajar yang
menyenangkan dengan mengacu pada modalitas belajar yaitu:
1.
Visualitatif (kecenderungan menguasai pelajaran dengan cara melihat).
Adapun ciri-ciri orang visualitatif yaitu:
a. Rapi dan teratur
b. Berbicara dengan
cepat
c. Perencana dan
pengatur jangka panjang yang baik
d. Teliti terhadap
detail
e. Mementingkan
penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
b. Pengeja yang
baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam fikiran mereka
c. Mengingat apa
yang dilihat, dari pada apa yang didengar
d. Mengingat dengan
asosiasi visual
e. Biasanya tidak
terganggu oleh keributan
f. Mempunyai
masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis dan sering laki
meminta bantuan orang lain untuk mengulanginya.
g. Pembaca cepat
dan tekun
h. Lebih suka
membaca daripada dibacakan
i.
Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan
bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau
proyek
j.
Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon
dan dalam rapat
k. Lupa
menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
l.
Sering menjawab pertanyaan dengan singkat ya atau tidak
m. Lebih suka
melakukan demonstrasi daripada berpidato
n. Lebih suka seni
daripada musik
o. Sering kali
mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata
p. Kadang-kadang
kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan
2. Auditorial (kecenderungan menguasai pelajaran dengan cara
mendengar).
Adapun ciri-ciri orang auditorial
yaitu:
a.
Berbicara
kepada diri sendiri saat bekerja
b.
Mudah
terganggu oleh keributan
c.
Menggerakkan
bibir dan mengucapkan tulisan ketika
sedang membaca
d.
Senang
membaca keras dan mendengarkan
e.
Dapat
mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna suara
f.
Merasa
kesulitan untuk menulis tetapi hebat
dalam bercerita
g.
Berbicara
dalam irama yang terpola
h.
Biasanya
pembicara yang fasih
i.
Lebih
suka musik daripada seni
j.
Belajar
dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat
k.
Suka
berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar
l.
Mempunyai
masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti
memotong bagian-bagian sehingga sesuai satu sama lain
m.
Lebih
pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
n.
Lebih
suka gurauan lisan dari pada membaca komik
3.
Kinestetik
(kecenderungan menguasai pelajaran dengan
cara bergerak, bekerja dan menyentuh).
Adapun ciri-ciri orang kinestetik yaitu:
a. Berbicara dengan
perlahan
b. Menanggapi
perhatian fisik
c.
Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
d.
Berdiri
dekat ketika berbicara dengan orang lain
e.
Selalu
berorientasi pada pada fisik dan banyak bergerak
f.
Mempunyai
perkembangan awal otot-otot yang besar
g.
Belajar
melalui memanipulasi dan praktik
h.
Menghafal
dengan cara berjalan dan melihat
i.
Menggunakan
jari sebagai penunjuk ketika membaca
j.
Banyak
menggunakan isyarat tubuh
k.
Tidak
dapat duduk diam dalam waktu lama
l.
Tidak
dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada
ditempat itu
m.
Menggunakan
kata-kata yang mengandung aksi
n.
Menyukai
buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan
tubuh saat membaca
o.
Kemungkinan
tulisannya jelek
p.
Ingin
melakukan segala sesuatu
Modalitas belajar seseorang ini
dapat ditemukan melalui cara-cara yang sederhana, misalnya ia sering mengatakan
"tampaknya itu cocok untukku" atau dengan memperhatikan perilakunya
ketika ia mengikuti seminar atau ceramah.
Grinder (1991) mencatat bahwa
setiap grup dari 30 peserta didik, rata-rata 22 orang dapat belajar secara efektif selama pelajar
menyediakan visual, auditory dan aktifitas kinesthetic. Delapan peserta didik
sisanya lebih suka pada sebuah model ketimbang dua model lain sehingga mereka
berusaha untuk mengetahui pelajaran kecuali jika perhatian khusus diarahkan
pada presentasi dengan modelnya yang paling mereka senangi. Agar dapat memenuhi
kebutuhan ini, proses belajar-mengajar hendaknya dilakukan dengan multi sensori
dan diisi dengan berbagai variasi.[3]
1. Belajar aktif
bukan hanya sekedar kegembiraan, tetapi banyak teknik belajar aktif
menghadapkan peserta didik pada tantangan-tantangan yang tidak biasa yang
mengharuskan kerja keras.
2. Belajar aktif
memiliki berbagai saran untuk membantu peserta didik merefleksikan apa yang
telah mereka alami
3. Belajar aktif
memerlukan waktu lebih dari pada mengajar langsung, tetapi terdapat banyak cara
untuk menghindari pembuangan waktu
4. Ketika
pelajaran yang membosankan, sering kali hanya dengan metode-metode belajar
aktif yang menyenangkan dapat memenuhi peserta didik dan memotifasi mereka
untuk menguasainya, sekalipun materinya membosankan.
5. Banyak
petunjuk dan teknik dalam belajar aktif digunakan untuk berbagai problem
seperti mencegah kelompok-kelompok belajar dari memubadzirkan waktu yang tidak
produktif.
6. Terdapat
beberapa teknik dalam belajar aktif yang memberikan alternatif pada belajar
kelompok kecil melalui berbagai variasi belajar
7. Apabila
belajar aktif diperkenalkan secara bertahap, maka akan terorganisir dengan baik
dan penyampaian materi akan efektif dan efisien.
8. Belajar aktif
cenderung memudahkan pemindahan melalui penyediaan cara-cara kongkrit untuk
membangun aktifitas, variasi dan partisipasi ke dalam kelas.[4]
Active Learning merupakan suatu strategi dalam kegiatan belajar-mengajar yang menekankan
keaktifan peserta didik pada saat kegiatan belajar berlangsung. Hampir tidak
pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu peserta didik yang
belajar, permasalahannya hanya terletak pada bobot keaktifan siswa itu sendiri
dalam proses belajar.
Pembelajaran aktif di Indonesia
lebih dikenal dengan sebutan Cara Belajar Siswa Aktif. Konsep CBSA ini muncul
sekitar tahun 1986 ketika era orde baru bercita-cita untuk menjadikan anak
bangsa yang handal dan profesional dalam rangka mempertahankan integritas
bangsa.
Konsep Active Learning merupakan kosa kata yang mempunyai
variabel makna, yaitu dimaknai sebagai suatu proses kegiatan belajar-mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan
emosional, sehingga ia dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan
kegiatan belajar serta mampu mengubah tingkahlakunya secara lebih efektif dan
efisien.[6]
Adapun proses perubahan
tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan disebut belajar. Pengalaman dan pelatihan itu terjadi melalui
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pada setiap individu ini
memiliki dua aspek yaitu jasmaniah (srtuktural) dan rohaniah (fungsional)
yang saling berinteraksi dan mempengaruhi.
a.
Rasionalitas/penalaran pembelajaran aktif
1) Tujuan Pendidikan
Esensi tujuan pendidikan
adalah pembentukan manusia yang bukan hanya dapat menyesuaikan diri hidup di dalam masyarakatnya,
melainkan mampu menyumbang bagi penyempurnaan masyarakat itu sendiri.[7]
Wawasan
tentang pendidikan sebagai proses belajar sepanjang hayat
menekankan pada pentingnya pergeseran tanggung jawab belajar ke arah subjek
didik sehingga perancangan dan implementasi kegiatan belajar- mengajar harus dilandasi oleh pengkonsepsian keseimbangan
antara otoritas pendidik dengan kedaulatan subjek didik.
2) Keterlibatan mental
intelektual subjek didik
Dalam proses
belajar-mengajar subjek didik harus dilibatkan secara penuh. Hal ini dimakudkan
untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu (curiousity) yang tinggi,
sehingga akan menjadi penggerak bagi keberhasilan
belajar.
3) Komunikasi seimbang
Multimetode dan
multimedia merupakan kebutuhan tersendiri dalam proses belajar-mengajar, karena
dengan ini akan banyak memberikan kesempatan bagi pendidik untuk mengevaluasi
efektifitas pengajaran. Bahkan pendidik dapat melakukan evaluasi tersebut pada
saat proses belajar-mengajar berlangsung.
4) Peningkatan mutu pendidikan
Model satuan pelajaran,
metode, strategi dan pendekatan dalam proses belajar-mengajar harus disesuaikan
dengan kebutuhan subjek didik, sehingga akan
tercipta suatu proses belajar-mengajar yang menyenangkan dan berkualitas. [8]
b. Prinsip-prinsip pembelajaran aktif
1) Stimulus belajar
Stimulus merupakan salah
satu bentuk penyampaian informasi, karena dengan stimulus itu subjek didik
diharapkan dapat merespons materi pelajaran dengan baik. Untuk menciptakan
hubungan yang positif antara stimulus dan respons harus mempunyai kemampuan tersendiri dalam memilih respons yang tepat serta
melalui percobaan-percobaan dan kegagalan-kegagalan (trial and error)
2) Perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi
merupakan prasyarat utama dalam proses belajar-mengajar. Tanpa adanya perhatian
dan motivasi, maka hasil belajar yang dicapai oleh subjek didik tidak akan
optimal. Perhatian dan motivasi belajar dapat diberikan secara bervariasi
seperti adanya pengulangan informasi, memberikan pertanyaan-pertanyaan,
menggunakan alat bantu belajar dan lain sebagainya yang dapat memberi perhatian
terhadap subjek didik.
Adapun
untuk motivasi belajar bisa tumbuh dari dua hal, Pertama dari subjek
didik sendiri yaitu berupa kebutuhan akan belajar, Kedua dari pendidik
misalnya dengan memberi penghargaan terhadap prestasi subjek didik.
Hal yang sangat penting juga untuk diperhatikan adalah potensi yang
dimiliki peserta didik. Peserta didik yang lambat belajar (slow learner)
akan merasa sangat tersiksa apabila karena ketidakmampuannya untuk mengikuti
pelajaran sebagaimana teman-temannya[9].
Untuk itu perhatian dan dorongan dari pendidik dan lingkungannya akan menjadi
kekuatan tersendiri untuk meraih hasil yang maksimal.
3) Respons yang dipelajari
Konsekuensi logis dari
pembelajaran aktif adalah keterlibatan subjek didik secara penuh. Untuk itu
semua respons yang dapat dipelajari oleh subjek didik harus mampu menunjang
tujuan intruksional, sehingga dapat mengubah perilakunya
kearah yang lebih baik. Respons ini dapat ditempuh
melalui respons fisik (motorik) dan intelektual.
Selain itu tidak satupun karakteristik atau perilaku yang tidak ditentukan bersama
oleh faktor lingkungan dan keturunan. Dengan kata lain, hereditas menentukan
apa yang dapat dilakukan oleh individu sedangkan lingkungan menentukan apa
yang akan dilakukan oleh individu.
4) Penguatan
Setiap tingkah laku yang
diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan subjek didik akan mempunyai
kecenderungan untuk diulang kembali ketika diperlukan. Sumber penguat belajar untuk pemenuhan kebutuhan
berasal dari luar dan dalam diri subjek didik. Penguat belajar dari luar dapat
berupa nilai, pengakuan prestasi, ganjaran dan sebagainya. Sedangkan penguat dari dalam dirinya bisa terjadi apabila
respons yang dilakukan oleh subjek
didik dirasa memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhannya.
Salah satu penguatan belajar menurut W.I Thomas adalah
motif pengenalan diri yang mencakup (1) harga diri yaitu penghargaan orang lain
terhadap pribadi, (2) status yaitu kebutuhan akan posisi tertentu dalam
lingkungan (3) prestise yaitu kebutuhan untuk dipandang dan dihargai oleh
lingkungan sesuai dengan statusnya.[10]
5) Asosiasi
Belajar dengan
memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan kemampuan subjek didik untuk
memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi lain yang serupa pada masa
mendatang. Asosiasi ini dapat dibentuk melalui pemberian bahan yang bermakna,
berorientasi kepada pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik, pemberian latihan yang teratur dan dilakukan
dalam situasi yang menyenangkan. [11]
c. Aspek-aspek pembelajaran
aktif
1) Subjek didik
Kondisi subjek didik
merupakan faktor utama dalam menciptakan cara belajar yang dinamis, untuk itu
setiap subjek didik hendaknya memiliki hal-hal sebagai berikut:
a. Keberanian untuk mewujudkan
minat, keinginan dan dorongan dalam proses belajar-mengajar sehingga subjek didik akan merasa diakui dan
dihargai keberadaanya.
b. Keberanian mencari
kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar, baik dalam tahap
persiapan pelaksanaan maupun tindak lanjut. Untuk itu nilai-nilai kebebasan dan keterbukaan dalam pendidikan sangat diperlukan.
c. Ada usaha atau kreatifitas subjek didik dalam menyelesaikan
kegiatan belajar sehingga mencapai hasil yang maksimal. Dalam mewujudkan hal
ini dibutuhkan pemahaman guru mengenai subjek didik secara manusiawi seutuhnya,
sehingga jenis-jenis kegiatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
selaku subjek belajar.
d. Adanya dorongan rasa ingin
tahu yang besar (coriousity) pada subjek didik untuk
mengetahui dan mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar-mengajar.
e. Adanya kebebasan untuk
berkreasi dalam proses belajar-mengajar.
2) Pendidik
a. Adanya usaha untuk membina
dan mendorong subjek didik dalam meningkatkan semangat dan partisipasi secara
aktif.
b. Adanya kemampuan pengajar
untuk melakukan peran sebagi inovator maupun motivator
terhadap hal-hal baru dibidang masing-masing dalam proses belajar-mengajar. Hal
ini kemudian dijabarkan dalam tujuan intruksional khusus atau tujuan tambahan (nurtutant
effect).
c. Adanya sikap untuk tidak mendominasi dalam kegiatan
belajar-mengajar.
d. Memberi kesempatan kepada
siswa untuk belajar menurut cara, irama, maupun tingkat kemampuan masing-masing
individu.
e. Mempunyai kemampuan untuk
menggunakan berbagai strategi belajar mengajar dan menggunakan multimedia serta
multimetode dalam prose belajar-mengajar.
3) Program pengajaran
Selain aspek subjek
didik dan pengajar yang menjadi point utama dalam
pembelajaran, maka ada satu hal yang juga turut serta dalam menentukan tingkat
keberhasilan belajar, yaitu program pengajaran.
a. Adanya program pengajaran
yang memuat tujuan, materi, metode yang dapat memenuhi kebutuhan, minat maupun
kemampuan subjek didik. Untuk itu maka perlu dipahami bahwa setiap individu
mempunyai perbedaan, baik dalam potensi maupun kecenderungan-kecenderungan
lain.
b. Program pengajaran harus
mengacu pada pengembangan konsep, metode serta aktifitas subjek didik
dalam proses belajar-mengajar.
c. Program pengajaran harus luwes dalam penentuan media maupun metode sehingga
semua siswa dapat memahami materi dalam proses belajar- mengajar.
4) Situasi dan kondisi
belajar-mengajar
Situasi dan kondisi yang representatif sangat menentukan
kenyamanan belajar dan mendorong siswa untuk belajar
aktif.
a. Situasi belajar harus
komunikatif, baik antara pendidik dengan subjek didik maupun antar sesama
subjek didik harus berlangsung akrab dan terbuka. Untuk itu eksistensi peserta
didik harus disadari secara manusiawi dan perbedaan antara pendidik dan subjek
didik hanya bersifat sementara.
b. Pendidik harus mampu menciptakan situasi yang menyenangkan yang dapat merangsang
motivasi subjek didik untuk belajar.[12]
A. Konsep Active
Learning Dalam Pembelajaran
1. Tujuan
pembelajaran
Tujuan Active learning adalah membantu peserta didik dalam
mendengarkan, melihat dan mengajukan pertanyaan tentang pelajaran tertentu
serta mendiskusikannya dengan yang lain.[13]
Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal maka ada hal yang paling
mendasar yaitu peserta didik perlu "melakukannya" memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh,
mencoba keterampilan-keterampilan dan melakukan tugas-tugas yang tergantung
pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang harus mereka capai.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran[14] yaitu:
a. Mengacu pada
pembentukan pengetahuan dan pada umumnya menyangkut pada hal-hal yang perlu
diingat. Adapun tingkahlaku operasional yang biasa digunakan adalah
menyebutkan, menuliskan, menjelaskan, menunjukan, memilih dan mendefinisikan.
b. Mengacu pada
peningkatan pemahaman dan pada umumnya menyangkut kemampuan menangkap makna
suatu konsep. Adapun tingkahlaku operasional yang biasa dilakukan adalah
membedakan, meramalkan, menafsirkan, memberi contoh, mengubah, memperkirakan
dan melukiskan dengan kata-kata sendiri.
c. Mengacu pada
sistem aplikasi yaitu kemampuan menggunakan konsep, ide dan rumus-rumus baru.
Adapun tingkah laku operasional yang biasa dilakukan adalah menghitung,
memecahkan, mengungkapkan, mendemontrasikan, menggunakan, mengerjakan dan
mengurutkan.
d. Mengacu pada
analisis yaitu kemampuan untuk mengurai suatu integritas ke dalam unsur-unsur
yang mempunyai makna. Kemampuan ini merupakan akumulasi dari pengetahuan,
pemahaman dan aplikasi. Adapun tingkahlaku operasional yang biasa dilakukan
adalah menguraikan, memecahkan, memisahkan, menghubungkan, merinci dan memilih
alternatif.
e. Mengacu pada
sintesis yaitu kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur makna menjadi satu
integritas. Adapun tingkahlaku operasional yang biasa dilakukan adalah
menggabungkan, menghimpun, menyusun, menciptakan, menyimpulkan,
mensistematiskan, mengorganisasi dan mengkategorikan.
f. Mengacu pada
evaluasi yaitu kemampuan untuk memberikan pertimbangan dan keputusan tentang
nilai berdasarkan pendapat dan pertimbangan yang dimilikinya serta kriteria
yang dipakainya. Adapun tingkah laku operasional yang biasa dilakukan adalah
menilai, membandingkan, mempertimbangkan, memberikan saran dan pendapat,
mempertentangkan, memutuskan dan memilih yang paling baik.
2. Metode
Pembelajaran
Pembelajaran aktif tidak akan terjadi tanpa adanya partisipasi peserta
didik, karena peserta didik merupakan salah satu komponen utama dalam proses
belajar-mengajar. Ada
sepuluh metode yang diajukan dalam Active Learning yaitu:
a.
Diskusi terbuka
Diskusi terbuka dengan meminta sebuah pertanyaan dan membukanya pada
kelompok besar tanpa harus terstruktur lebih lanjut. Peserta didik dipancing
untuk berpartisipasi aktif berdasarkan kesadaran diri. Contoh pendidik
mengatakan "saya perlu lima
orang untuk ambil bagian…dan selanjutnya siapa yang berani kedepan". Maka
dengan diskusi seperti ini akan melatih mental dan percaya diri peserta
didik.
b. Kartu-kartu
respon
Metode ini
menggunakan kartu-kartu indeks untuk memberikan pertanyaan kepada peserta didik
dan mereka harus langsung memberikan jawabannya pada kartu tersebut. Pertanyaan
tersebut dapat bervariasi atau antara satu sama lain berbeda, sehingga peserta
akan berusaha sesuai dengan kemampuannya sendiri.
c.
Polling
Pendidik harus melakukan survey pendek dengan mengisi dan mendapatkan
perhitungan atau poll peserta didik secara verbal. Metode polling merupakan
salah satu bentuk untuk mendapatkan data secara cepat. Dengan metode ini maka
akan mudah mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik selama proses
belajar-mengajar berlangsung.
d. Diskusi
kelompok kecil
Peserta
didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri tiga atau empat
orang untuk membahas suatu persoalan. Metode ini lebih aspirarif dalam
menampung pendapat setiap peserta didik dan akan membangkitkan semangat mereka untuk
berpartisipasi.
e.
Partner belajar
Peserta didik disuruh mengerjakan tugas atau berdiskusi dengan pertanyaan
kunci bersama peserta didik yang duduk didekatnya. Pasangan merupakan
konfigurasi kelompok yang baik untuk mengerjakan aktifitas-aktifitas kompleks
yang tidak akan membiarkan mereka pada konfigurasi kelompok besar. Dalam metode
ini peserta didik ditugaskan untuk mendiskusikan, menginterview, mengkritik,
mempertanyakan, merangkum, mengembangkan, menganalisis, menguji, merespon dan
membandingkan. Metode ini lebih baik digunakan apabila waktu belajar-mengajar
sangat terbatas.
f. Whips
Kelilingi
kelompok dan dapatkan respon pendek pada persoalan kunci. Gunakan whips ketika
ingin memperoleh sesuatu dari setiap peserta secara cepat. Hindarkan
pengulangan dan suruhlah setiap peserta didik untuk memberikan kontribusi baru
pada proses itu.
g.
Panel
Sekelompok kecil peserta didik diminta untuk
mempresentasikan pandangan mereka di depan kelas. Sebuah panel informal dapat
dilakukan dengan meminta pandangan-pandangan dari sejumlah peserta didik yang
ada pada tempat duduk mereka. Gunakan panel ini ketika waktu memungkinkan untuk
memfokuskan respon yang serius terhadap pertanyaan pendidik. Kemudian putarlah
panelis untuk meningkatkan partisipasi peserta didik.
h. Fishbowl
Sebagian
peserta didik membentuk lingkaran diskusi dan peserta didik sisanya membentuk
lingkaran pendengar mengelilingi mereka, kemudian bawalah kelompok baru ke
dalam lingkaran untuk melanjutkan diskusi. Gunakan fishbowl untuk membantu
memfokuskan pada diskusi kelompok besar. Metode ini memerlukan banyak waktu,
tetapi ini merupakan metode terbaik untuk menggabungkan berbagai kebaikan dari
diskusi kelompok besar dengan kelompok
kecil.
i.
Game
Untuk mendapatkan ide-ide, pengetahuan atau
keterampilan peserta didik secara menyenangkan adalah salah satunya melalui
permainan lucu atau game. Permainan ini untuk membangkitkan energi dan
keterlibatan serta poin-poin dramatis yang jarang peserta didik lupakan.
j.
Memanggil
pembicara berikutnya
Peserta didik disuruh mengangkat tangan ketika mereka ingin menyampaikan
pandangan mereka dan meminta pembicara sekarang memanggil pembicara berikutnya
(sebagai pengganti peran pengajar). Metode ini digunakan ketika terdapat banyak
perhatian dalam diskusi dan ingin meningkatkan interaksi peserta didik. [15]
3. Materi
pembelajaran
Materi
pelajaran merupakan isi bahan yang diharapkan dapat mengantarkan peserta didik
agar menguasai tujuan intruksional. Untuk itu rumusan bahan pelajaran harus
sejalan dengan isi tujuan intruksional dan rumusan bahan pelajaran tersebut
sekurang-kurangnya sama dengan banyaknya tujuan intruksional. Konsekuensinya
adalah pendidik harus menguasai materi pelajaran sebelum menyusun satuan
pelajaran dan melaksanakan praktek mengajar.
Tingkat keberhasilan pembelajaran aktif sangat dipengaruhi oleh hakekat
tujuan intruksional dan sifat materi pengajaran. Dari segi hakekat tujuan
intruksional dapat dijelaskan bahwa tujuan intruksional yang bermakna aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi memberi peluang yang besar terhadap materi
pelajaran untuk mendorong siswa aktif dalam belajar.
Dari segi sifat materi pelajaran terbagi dalam dua kategori. Pertama materi
pelajaran yang sifatnya fakta, hal ini lebih mudah dijelaskan secara nyata
sebab wujudnya dapat dibuktikan dengan pancaindera. Kedua materi
pelajaran yang sifatnya konsep, hal ini perumusannya dimulai dengan menjelaskan
arti yang terkandung dalam konsep tersebut yang disertai dengan
contoh-contohnya, kemudian diikuti dengan masalah yang berhubungan dengan
konsep tersebut untuk dipecahkan oleh peserta didik.[16]
Adapun permasalahan yang diangkat dari konsep itu dapat dilihat dari
segi aplikasi atau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari atau sesuai dengan
pengalaman peserta didik.
4. Media
pembelajaran
Media pembelajaran merupakan
sarana yang dimanfaatkan agar proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan
baik. Media ini dapat diklasifikasikan dalam dua hal, yaitu:
a. Media visual yaitu segala
sarana yang dapat mempengaruhi daya fikir peserta didik lewat panca inderanya
dengan cara memperlihatkan benda aslinya, benda tiruan, gambar atau yang
sejenisnya.
b. Media auditif yaitu segala
sarana yang dapat mempengaruhi daya fikir peserta didik dengan cara
menerangkan, memberikan persamaan, contoh-contoh kalimat dan sebagainya[17].
Dengan menggunakan media
di dalam proses belajar-mengajar berarti memberikan pengalaman belajar kepada
peserta didik mulai dari sesuatu yang kongkret menuju kepada sesuatu yang
abstrak. Dalam hal ini Edgar Dale melukiskannya dalam
bentuk piramida[18].
1) Direct purposeful
experiences : Pengalaman langsung
2) Contrived experiences :
belajar memakai mode, menggunakan benda dalam bentuk kecil.
3) Dramatisation : belajar
dengan sandiwara.
4) Demonstration :
memperlihatkan suatu proses atau
kejadian
5) Field trips : Darmawisata
6) Exhibition : pameran
7) Live picture, Television :
film, televisi.
8) Still picture, radio,
recording : gambar mati, radio, rekaman
9) Visual symbol : untuk mewujudkan hal-hal yang abstrak. Ini dapat
berupa sketsa, peta, grafik dan lain-lain.
10) Verbal symbol : lambang
kata-kata.
Dengan demikian Edgar
Dale memandang bahwa seseorang dapat belajar dengan:
a. Mengalami secara langsung
dengan melakukan sendiri
b. Mengamati orang lain yang
mengerjakan sesuatu.
c. Membaca atau melibatkan aspek kognitif
melalui alat penginderaan mata dalam memahami sesuatu.
Dalam
proses belajar-mengajar, media
pembelajaran ini digunakan dalam empat fase kegiatan yaitu:
a. Pada waktu pendidik
menjelaskan materi kepada peserta didik
b. Pada waktu pendidik
menjawab pertanyaan peserta didik sehingga jawaban lebih jelas.
c. Pada waktu pendidik
memberikan pertanyaan dan tugas kepada peserta didik.
d. Pada waktu peserta didik
melakukan kegiatan belajar dan mengerjakan tugas.
5. Prosedur pembelajaran
Proses
belajar-mengajar harus merupakan satu rangkaian utuh, artinya tahap demi tahap
harus tampak secara berkesinambungan dari awal sampai akhir pelajaran. Secara
umum ada tiga tahap dalam pembelajaran yaitu tahap persiapan (praintruksional),
tahap penyampaian (intruksional) dan penilaian serta tindak lanjut.
a.
Tahap praintruksional
Tujuan tahapan ini pada hakekatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan
peserta didik terhadap bahan yang telah diterimanya dan mengkondisikan proses
belajar dalam hubungannya dengan materi pelajaran hari itu. Tahap praintruksional ini merupakan
pemanasan peserta didik dalam menerima materi pelajaran.[19]
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan oleh pendidik adalah:
1)
Pendidik mengecek kehadiran
peserta didik
2)
Pendidik yaitu mengecek kembali
peserta didik terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya serta
penguasaan pemahaman terhadap materi tersebut.
3)
Peserta didik diberi kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan mengenai materi pelajaran yang belum dikuasainya.
4)
Pendidik mengadakan apersepsi
yaitu pengulangan bahan pelajaran sebelumnya secara singkat, tetapi mencakup
semua aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya.
b. Tahap
intruksional
Tahap ini
merupakan inti dari proses belajar-mengajar. Dalam hal ini dapat diidentifikasi
beberapa kegiatan sebagai berikut:
1) Pendidik menjelaskan
tujuan pembelajaran dan pengajaran yang harus dicapai oleh peserta didik.
Tujuan tersebut seharusnya ditulis secara ringkas di papan tulis sehingga dapat
dibaca dan dipahami oleh semua peserta didik.
2) Menuliskan
pokok-pokok materi yang akan dibahas.
3) Membahas
materi-materi yang telah dituliskan. Dalam penyampaian ini dapat dilakukan
dengan dua cara, Pertama deduktif yaitu pembahasan dimulai dari gambaran
umum materi pelajaran menuju kepada topik secara lebih khusus. Kedua
induktif yaitu pembahasan dimulai dari topik khusus menuju topik umum.
4) Pembahasan
materi harus disertai contoh kongkret dan peserta didik dilibatkan secara
langsung.
5) Menggunakan
alat bantu untuk menunjang kegiatan
6) Menyimpulkan
hasil pembahasan dengan mengedepankan keterlibatan siswa secara penuh, misalnya
melalui diskusi kelompok.
c.
Tahap evaluasi
Evaluasi ini dilaksanakan dalam setiap akhir babak proses
belajar-mengajar, sehingga keseimbangannya dapat diukur antara pendidik dalam
memberikan materi dan peserta didik dalam mencerna materi.
6.
Evaluasi pembelajaran
Evaluasi merupakan sarana untuk mengukur tingkat keberhasilan proses
belajar-mengajar. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam evaluasi
pembelajaran adalah:
a. Testing (pre
test & post test) mengenai semua materi pokok yang telah dibahas atau
materi test bersumber dari materi pelajaran. Testing dapat dilakukan dengan dua
bentuk, yaitu test lisan dan test tertulis.
b. Standar yang
digunakan adalah apabila kira-kira 70% dari jumlah siswa di kelas tersebut
dapat menjawab pertanyaan yang diajukan, maka proses belajar-mengajar dikatakan
berhasil.
c. Apabila tidak
mencapai standar, maka pendidik harus mengulang kembali pembahasan materi yang
belum dikuasai peserta didik. Pengulangan ini dapat ditempuh dengan berbagai
cara. Pertama materi dijelaskan oleh pendidik sendiri atau peserta didik
yang sudah menguasai disuruh untuk menjelaskannya. Kedua diadakan
diskusi kelompok untuk membahas materi pokok yang belum dikuasai. Ketiga memberikan
tugas pekerjaan rumah yang berhubungan dengan materi pokok yang belum dikuasai
peserta didik secara mandiri.
d. Untuk
memperkaya pengetahuan peserta didik mengenai materi yang dibahas, pendidik
dapat memberikan tugas pekerjaan rumah yang ada hubungannya dengan topik atau
pokok materi yang telah dibahas, misalnya membuat karangan, membuat kliping dan
lain sebagainya.
e. Akhiri setiap
pelajaran dengan memberitahukan pokok, materi yang akan dibahas pada hari
berikutnya.[20]
C.
Aplikasi Sistem Pembelajaran
"101 Strategies To Teach Any Subject" merupakan
aplikasi sistem strategi pembelajaran Active Learning yang mengacu pada
tiga gaya
seseorang dalam menyerap informasi secara umum yaitu: Visual/melihat,
auditorial/mendengar dan kinestetik/bergerak. Strategi ini diklasifikasikan
pada tiga bagian utama dan sub-sub bagian spesifik yaitu:
1. Bagaimana
membuat peserta didik aktif sejak dini yang mencakup strategi membangun tim,
strategi penilaian secara cepat dan strategi melibatkan peserta didik dalam
belajar dengan segera. Strategi-strategi ini merupakan motivasi awal untuk
belajar aktif yang harus diterapkan sejak dini dengan mengacu pada tiga tujuan
yaitu:
a.
Membangun Team (team building): untuk mengenalkan
peserta didik antara satu sama lain dan menciptakan semangat dalam bekerjasama.
b.
Penegasan: untuk mempelajari
sikap, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.
c.
Keterlibatan Belajar Seketika:
untuk menciptakan minat awal terhadap mata pelajaran.
Contoh
Aplikasi: Badai Berhembus (The Great Wind
Blows)
Strategi ini merupakan sebuah pemecah kebekuan (icebreaker) yang dibuat cepat dan peserta didik merasa gembira.
Strategi ini merupakan cara membuat team yang baik dan menjadikan peserta didik
lebih mengenal antara satu sama lain[21].
Prosedurnya adalah:
1)
Mengatur kursi-kursi menjadi
sebuah lingkaran, kemudian setiap peserta duduk pada kursi yang telah
disediakan.
2)
Peserta didik diberitahu bahwa
jika mereka sepakat dengan pertanyaan guru maka mereka harus berdiri dan pindah
ke kursi yang lain.
3)
Guru berdiri ditengah-tengah
lingkaran dan mengatakan "Nama saya ____________ dan The Great Wind Blows bagi setiap orang yang …" Pilihlah sebuah
akhir atau tujuan yang mungkin akan
diterapkan pada hampir semua orang di kelas itu, seperti "setiap mau makan
baca Basmalah".
4)
Pada tahap ini setiap orang yang
selalu mengucapkan Basmalah sebelum makan berdiri dan berlari ke kursi
yang kosong. Kemudian ketika peserta didik bergerak, pastikan pendidik
menempati salah satu tampat duduk yang kosong, sehingga akan ada seorang
peserta didik yang tidak mempunyai tempat duduk untuk ditempati dan akan
menggantikan pendidik sebagai orang yang berada ditengah-tengah lingkaran.
5)
Suruhlah peserta didik melakukan
seperti yang telah pendidik lakukan.
6)
Mainkan permainan ini sesering
mungkin sehingga permainan tersebut akan semakin tepat.
Dengan demikian semakin sering permainan dilakukan maka peserta didik
akan merasa lebih akrab dan dengan mudah mengenal teman-teman yang ada
disekelilingnya.
2.
Bagaimana peserta didik
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif yang mencakup
pengajaran kelas penuh, merangsang diskusi kelas, pertanyaan terlalu singkat,
belajar dengan cara bekerja sama, mengajar teman sebaya, belajar mandiri,
belajar afektif dan pengembangan kecakapan.
Belajar kognitif meliputi pengetahuan mendapatkan
informasi dan konsep, ia tidak hanya dengan memahami pelajaran tetapi juga
dengan menganalisa dan menerapkannya terhadap berbagai situasi yang baru.
Sedangkan belajar Afektif melibatkan pengujian dan klarifikasi perasaan dan
pereferensi, peserta didik dilibatkan dalam menilai diri sendiri dan hubungan
personalnya pada pelajaran.
Dalam belajar aktif, informasi, keterampilan dan
sikap terjadi lewat suatu proses pencarian yaitu mereka mencari jawaban
terhadap pertanyaan baik yang ditentukan pada peserta didik maupun oleh
pendidik.
Contoh
Aplikasi: Model-Model Peran (Role Models)
Strategi ini adalah cara yang menarik untuk menstimulasi diskusi tentang
nilai-nilai dan sikap. Peserta didik mendominasi kepribadian yang dikenal
dengan baik yang mereka anggap sebagai model-model peran sifat berkaitan dengan
topik yang sedang dipelajari di kelas.[22]
Prosedurnya adalah:
1)
Kelompokkan peserta didik ke
dalam sub-sub kelompok dari lima
atau enam dan berilah setiap kelompok satu lembar kertas dan alat tulis.
2)
Perintahkan setiap kelompok
untuk mengidentifikasi tiga orang yang akan mereka identifikasi sebagai
representasi subjek yang sedang didiskusikan.
3)
Setelah mereka mengidentifikasi
tiga figur yang dikenal dengan baik, minta mereka untuk membuat satu
karakteristik ketiga orang itu yang mempunyai kesamaan yang menilai mereka
sebagai contoh atau model-model peran bagi subjek yang sedang didiskusikan.
Mereka harus menulis daftarnya tentang orang dan karakteristik pada kertas atau
menempelkan pada dinding.
4)
Kumpulkan kembali seluruh kelas
dan bandingkan daftar-daftar dengan meminta setiap kelompok untuk menjelaskan
mengapa mereka memilih orang itu.
5)
Pimpinlah kelas dalam diskusi
persepsi yang beragam diantara peserta didik.
Dengan demikian adanya pendapat yang kontroversi akan memancing peserta
didik untuk berdiskusi dan mencari jawaban dari setiap persoalan.
3.
Bagaimana belajar agar tidak
lupa yang mencakup strategi-strategi meninjau ulang, penilaian diri,
perencanaan masa depan dan sentiment terakhir. Strategi ini untuk penguatan
pemahaman dan penyimpanan (retensi) peserta didik terhadap mata pelajaran.
Contoh
Aplikasi: Teka-Teki Silang (Crossword Puzzle)
Strategi ini merupakan desain test uji untuk keterlibatan dan partisipasi
langsung.[23]
Prosedurnya adalah:
1)
Curahkan gagasan (brain storming) beberapa istilah atau
nama-nama kunci yang berkaitan dengan pelajaran studi yang telah diselesaikan.
2)
Susunlah teka-teki silang
sederhana dan hitamkan ruangan yang tidak diperlukan.
3)
Buatlah contoh-contoh item-item
silang. Gunakan diantara macam-macam berikut: definisi pendek, kategori yang sesuai
dengan item, contoh dan lawan kata.
4)
Bagikan teka-teka pada peserta
didik, baik secara individu maupun secara tim.
5)
Tentukan batasan waktu dan
berikan hadiah kepada peserta yang paling benar.
Dalam strategi ini lebih baik jika menerapkan sistem reward, sehingga akan memancing peserta didik untuk mengerjakannya
dengan lebih baik dan hati-hati.
Refferensi
[1] Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning Membiasakan
Belajar Nyaman Dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung , 1999. h. 110.
[6] Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar-Mengajar, Sinar Baru, Bandung , 1989. h. 21
[15] Mel Silberman, op. cit., h. 20
[17] Sriyono, op. cit., h. 124
0 Response to "Sttrategi Active Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab"
Post a Comment