Kreativitas Guru PAI | Kreativitas Guru Agama dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam |
Kreativitas Guru Agama dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam
A.
Latar Belakang Masalah
Proses
belajar mengajar adalah suatu bentuk permasalahan yang sangat kompleks, karena
di dalamnya melibatkan banyak unsur yang saling berkaitan sehingga
keberhasilannya juga ditentukan oleh unsur-unsur tersebut, terutama guru
sebagai poros pengendali lajunya proses pembelajaran.
Seorang
guru, khususnya guru PAI dituntut untuk dapat memerankan perannya bukan hanya
sekedar melakukan proses transformasi ilmu, tetapi juga harus melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik, artinya guru juga harus dapat membentuk sikap dan
perilaku anak didiknya sebagai cerminan dari sikap dan perilaku sesuai dengan
ajaran Islam.
Perkembangan
agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam
keluarga, sekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman
yang bersifat agama, maka sikap, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan
sesuai dengan ajaran agama.[1]
Oleh karena itu peran guru TK akan sangat berpengaruh ketika anak sudah
memasuki pendidikan di Taman Kanak-kanak, maka
guru harus jeli dan kreatif dalam melakukan proses pembelajaran agar materi
yang disampaikan bisa melekat dalam diri anak, karena pada dasarnya usia TK
adalah usia subur untuk melakukan start dalam menanamkan rasa agama pada anak
dan penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan agama.
Guru
sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas kependidikannya. Seluruh
aktivitas-aktivitas yang dijalankan guru harus diperuntukkan untuk
kepentingan-kepentingan anak didiknya, yaitu dalam rangka menumbuhkembangkan
segenap potensi, baik itu bakat, minat dan kemampuan-kemampuan lain agar berkembang
ke arah maksimal.
Anak
adalah dalam arti keseluruhan, baik jasmani maupun pikiran dan perasaannya. Dia
bukanlah orang dewasa kecil, artinya bukan hanya kemampuan jasmaninya saja yang
kecil tetapi juga kecerdasannya, perasaan dan keadaan jiwanya juga berlainan
dengan orang dewasa. Jika pendidik ingin memberikan pendidikan pada anak, maka
ia harus memperhatikan pertumbuhan jiwa anak. Maka apa yang cocok untuk orang
dewasa belum tentu cocok untuk anak. Sesuai dengan sifat karakteristik dasar
anak, mereka menerima konsep keagamaan berdasarkan otoritas. Pengetahuan yang
masuk pada usia awal dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan terlebih lagi
jika dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan jiwa kekanak-kanakannya.
Sebagai
guru TK yang melaksanakan fungsi dan tujuan pendidikan, maka ia harus kreatif
dan imaginatif dalam melakukan proses
pembelajaran sesuai dengan karakteristik dasar anak. Guru merupakan
salah satu komponen yang mempunyai dominasi untuk menciptakan, mengembangkan
serta mengatur situasi yang kondusif sebagai sarana belajar siswa sehingga
mencapai target yang diharapkan.
Anak
usia pra sekolah usia 4 – 6 tahun merupakan fase perkembangan individu.[2]
Ia sudah dikaruniai insting religious (naluri) beragama yang dikenal dengan
"fitrah". Namun arah dan perkembangan kualitas beragama anak sangat
bergantung pada proses pendidikan yang diterimanya.[3]
Maka diupayakan kreativitas guru dalam pengembangan pembelajaran PAI agar
ketiga aspek tersebut dapat tercapai.
Namun
pola pendidikan di Indonesia
selama beberapa dekade cenderung sentralistik. Penyeragaman kurikulum telah
diakui sebagai faktor utama penyebab utama berlangsungnya proses pendidikan dan
pengelolaan pendidikan yang tidak kreatif, tidak mandiri dan tidak membantu
menyelesaikan masalah.
Kurikulum
sebagai bentuk acuan dalam pengajaran yang bersifat sangat rinci menguraikan
apa yang mesti diperbuat oleh seorang guru sebelum, saat dan setelah mengajar,
telah berpengaruh pada seorang profil guru yang tidak mempunyai kebebasan sama
sekali dalam menentukan dan memilih metode pembelajaran yang relevan. Di sisi
lain, karena banyaknya aturan yang dituangkan dalam petunjuk dan teknis yang
harus diikuti oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dapat
berpengaruh terhadap kreativitas dan inisiatif guru yang lamban dan tidak
produktif
Dalam
proses pembelajaran, seorang guru tidaklah mudah untuk mencapai hasil yang
diinginkan, melainkan banyak kendala yang harus dihadapinya. Seperti halnya
dengan guru TK, ia adalah orang pertama di luar keluarga yang ikut membina
kepribadian anak.
Kreativitas
guru TK dalam proses pembelajaran akan berpengaruh dalam cara ia mendidik
anak-anak. Jiwa anak yang sudah mulai tumbuh dalam keluarga, akan bertambah
subur jika guru tersebut mempunyai sikap positif terhadap agama dan sebaliknya
akan menjadi lemah jika guru tidak percaya terhadap agama atau mempunyai sikap
dan kepercayaan yang negatif.
Oleh
karena itu, maka guru di TK harus jeli dan menyadari hal tersebut agar dalam
pengembangan pembelajaran agama baik di dalam kelas maupun di sekitar
lingkungan sekolah hendaknya mendorong anak untuk tertarik dan kagum kepada
agama Islam.
B.
Kreativitas Guru PAI
Mutu
pendidikan akan terlihat ketika dalam pendidikan itu menghargai dan membiasakan
diri berperilaku kreatif.
1.
Kreativitas Guru
a.
Pengertian kreativitas
Kata
Kreativitas berasal dari bahasa Inggris creativity, yang berarti
kesanggupan mencipta atau daya cipta. Definisi lain mengatakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang
baru, hasil karya, atau ide-ide baru tersebut sebelumnya tidak dikenal oleh
pembuatnya ataupun oleh orang lain. Kemampuan ini merupakan kegiatan imajinatif
yang hasilnya merupakan pembuatan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru dan bermanfaat.[4]
Dari
segi proses kreativitas, Guilford
sebagaimana dikutip oleh Fuad Nashori dan Rahmy Diana Mucharam, memandang bahwa
kreativitas merupakan kemampuan berfikir divergent atau berfikir menjajaki
bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.[5]
Sedangkan Amelia melihat dari sisi produknya, ia menilai bahwa kreativitas
sebagai suatu produksi respon.[6]
Dari
beberapa pandangan di atas disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan divergent
dalam melahirkan kombinasi-kombinasi yang relatif baru yang diperoleh dari
fakta informasi dan pengalaman sebelumnya.
b.
Sifat-sifat kreativitas
Tentang
sifat-sifat kreativitas, David Campbell mengemukakan bahwa kreativitas
merupakan suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya: Pertama,
baru yang diartikan sebagai inovatif, tidak ada sebelumnya, segar, menarik,
aneh dan mengejutkan. Kedua, berguna dan bermanfaat (Useful),
yang diartikan sebagai lebih enak dan praktis, mempermudah, mengembangkan,
mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil yang baik. Ketiga, dapat
dimengerti (Understand-able), berarti sebagai hasil karya cipta yang dapat dimengerti oleh orang
lain.[7]
c.
Ciri-ciri kreativitas
Ciri-ciri
kreativitas meliputi ciri-ciri aptitude ialah ciri-ciri yang berhubungan dengan
kognisi, dengan proses berpikir. Sedangkan ciri-ciri non aptitude ialah
ciri-ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan. Kedua jenis
kreativitas itu diperlukan perilaku kreativitas dapat terwujud.
Ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif (aptitude) terdapat lima sifat yaitu: Pertama, berpikir
lancar (fluency of thinking), adalah kemampuan untuk dapat menghasilkan
banyak gagasan atau ide. Dalam hal ini yang diperlukan kuantitas bukan
kualitas. Kedua, berpikir luwes (fleksibel), yaitu kemampuan
untuk memproduksi gagasan, jawaban dari sudut pandang yang berbeda-beda. Ketiga,
berpikir original, yaitu mampu melahirkan ungkapan yang baru, membuat
kombinasi yang tidak lazim. Keempat, ketrampilan merinci (elaboration),
yaitu mengembangkan suatu gagasan atau merinci detail-detail
dari suatu gagasan sehingga menjadi menarik. Kelima, ketrampilan
menilai (mengevaluasi), yaitu meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif
yang berbeda, menentukan patokan nilai tersendiri.[8]
Sedangkan ciri-ciri afektif (non aptitude), diantaranya:
Pertama, rasa ingin tahu, yaitu selalu terdorong untuk mengetahui lebih
banyak, mengajukan banyak pertanyaan. Kedua, bersifat imajinatif, yaitu
mampu membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi. Ketiga, merasa
tertantang oleh kemajemukan, yaitu terdorong untuk mengatasi masalah yang
sulit, tertantang oleh situasi yang rumit. Keempat, berani mengambil
resiko, yakni berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar. Kelima,
sifat menghargai, yaitu menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup,
menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang sedang berkembang.[9]
d.
Tahapan kreativitas
Proses kreativitas berjalan sangat misterius, personal dan
subyektif. Bagaimana dan kapan proses kreatif berjalan teramat abstrak untuk
dijelaskan. Namun demikian tahapan proses kreatif ada beberapa pendapat, dan
yang paling populer adalah konsep proses kreatif menurut Wallas (1976) yang
dikutip oleh Reni Akbar Hawadi. Wallas mengemukakan ada empat tahapan dalam
proses kreatif, yaitu:
1).
Persiapan, adalah tahap pengumpulan
informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah.
2).
Inkubasi, adalah tahap dieraminya
proses pemecahan masalah dalam alam pra-sadar.
3).
Iluminasi, adalah tahap munculnya
inspirasi atau munculnya gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah.
4).
Verifikasi, adalah tahap munculnya
aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan
dengan keadaan nyata.[10]
e.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Menurut Rogers, sebagaimana dikutip oleh Fuad
Nashori dan Ranny Diana Mucharam, faktor internal yang mendukung berkembangnya
kreativitas adalah keterbukaan seseorang terhadap pengalaman sekitarnya,
kemampuan mengevaluasi hasil yang diciptakan dan kemampuan untuk menggunakan
elemen dan konsep yang telah ada. Di samping itu faktor kepribadian juga
mendukung tumbuh kembangnya kreativitas seseorang, salah satunya adalah
esertivitas.[11]
Ciri-cirinya adalah kepercayaan diri, kebebasan berekpresi secara jujur, tegas
dan terbuka tanpa mengecilkan dan mengesampingkan arti orang lain dan berani
bertanggung jawab.
Sementara faktor eksternal lingkungan yang mendukung
berkembangnya kreativitas adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan
dan kebebasan psikologis.[12]
f.
Kriteria kreativitas
Penentuan kriteria kreativitas menyangkut tiga dimensi,
yaitu dimensi proses, pribadi dan produk kreativitas. Dengan menggunakan
dimensi proses kreatif sebagai kriteria kreativitas, maka segala produk yang
dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produk yang kreatif, dan orangnya
disebut sebagai orang yang kreatif. [13]
Pribadi yang kreatif menurut Guilford meliputi dimensi kognitif (bakat)
dan dimensi non kognitif (yaitu: Minat, sikap dan kualitas temperamental).
Menurut teori ini, orang-orang kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang
secara signifikan berbeda dengan orang-orang yang kurang kreatif. Karakteristik
kepribadian itu menjadi kriteria untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif.[14]
Kriteria ketiga adalah produk kreatif, yang menunjuk pada
hasil perbuatan, kinerja atau karya seseorang dalam bentuk barang atau gagasan,
kriteria ini dipandang yang eksplisit untuk menentukan kreativitas seseorang.
Sehingga disebut kriteria puncak (the ultimate criteria) bagi
kreativitas.
Proses penilaian terhadap produk kreatif dapat dilakukan
melalui dua cara yaitu, analisis obyek dan pertimbangan subyektif.[15]
Adapun dalam penelitian ini proses identifikasi kreativitas
dilakukan melalui pertimbangan subyektif peneliti, pengamat yang berwenang dalam
hal ini adalah kepala TK dan rekan-rekan seprofesi. Dengan indikator sejauh
manakah produk tersebut memiliki kebaruan (novelty) atau original,
bermanfaat dan dapat memecahkan masalah. Bobot kreativitas suatu produk akan
tampak pada sejauh manakah ia berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
Dalam bidang apapun, kreativitas manusia tidak terjadi secara ex-nihilo (datang dari
keraguan), melainkan didahului oleh penemuan-penemuan terdahulu.[16]
Suatu karya mungkin dianggap kreatif pada waktu itu dan pada suatu tempat,
tetapi tidak demikian halnya di masa yang akan datang dan pada tempat yang
lain. [17]
Pada dasarnya usia TK adalah usia bermain dan usia yang
subur untuk melakukan start dalam menanamkan rasa agama pada anak dan
penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan agama. Dalam pelaksanaan
pembelajaran PAI, guru diberi keleluasaan untuk mengembangkannya dan sedikit
banyak pasti terdapat suatu masalah tersendiri bagi guru dan diperlukan
kreativitas guru untuk dapat memecahkannya. Dalam penelitian ini akan dilihat
sejauh manakah kreativitas guru dapat memecahkan masalah ini.
g.
Kreativitas guru
Guru kreatif adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas pendidikan. Para pakar menyatakan
bahwa betapapun bagusnya sebuah kurikulum (official), hasilnya sangat
tergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam maupun di luar kelas (actual).[18]Kualitas
pembelajaran dipengaruhi pula oleh sikap guru yang kreatif untuk memilih dan
melaksanakan berbagai pendekatan dan model pembelajaran. Karena profesi guru
menuntut sifat kreatif dan kemauan mengadakan improvisasi.[19]Oleh
karena itu guru harus menumbuhkan mengembangkan sifat kreatifnya.
Kreativitas guru dapat diciptakan dan dikembangkan apabila
dipupuk sejak dini, dan seorang guru
menyadari betul manfaat dari kreativitas
tersebut. Manfaat dari pembiasaan hidup kreatif adalah:
a.
Dengan berkreasi orang dapat
mewujudkan dirinya termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia.
b.
Dengan kreativitas membiasakan
diri berpikir kreatif.
c.
Bersibuk diri secara kretif tidak
hanya bermanfaat tetapi juga memberikan kepuasan terhadap individu.
2.
Pengembangan pembelajaran PAI
Pengembangan pembelajaran PAI di TK dilaksanakan melalui
empat jalur kegiatan yaitu:
a.
Jalur kegiatan rutin
Pendidikan Agama Islam
pada kegiatan ini berlangsung pada hari-hari belajar biasa yang
diintegrasikan dalam kegiatan yang telah diprogram sehingga tidak memerlukan
waktu khusus.
b.
Jalur kegiatan khusus
Pendidikan Agama Islam pada kegiatan khusus
ini menjurus pada pengenalan berbagai kegiatan ibadah sebagai usaha mendekatkan
diri kepada Allah.
Kegiatan yang akan dikenalkan kepada anak
memerlukan waktu tersendiri atau waktu khusus yang mungkin waktu pelaksanaannya
dikhususkan pada hari-hari atau jam-jam tertentu.
c.
Jalur kegiatan terinteraksi dengan
pengembangan lain
Mengintegrasikan kemampuan-kemampuan atau materi Pendidikan
Agama Islam dengan materi pengembangan lain yang penyajiannya dilakukan secara
bersamaan.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini dituntut kearifan dan
kreativitas guru sehingga tujuan dari Pendidikan Agama Islam dapat tercapai
dengan baik.
d.
Jalur kegiatan situasi keagamaan
Melalui jalur kegiatan situasi keagamaan ini diharapkan
akan mendukung pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di TK.[21]
Adapun komponen yang harus dikembangkan adalah sebagai
berikut:
a.
Tujuan
Tujuan Pendidikan agama yang diberikan pada taman
Kanak-kanak adalah:
1)
Menanamkan perasaan cinta dan taat
kepada Allah dalam hati kanak-kanak dengan mengingatkan nikmat-nikmat Allah.
2)
Menanamkan itikad yang benar dalam
dada kanak-kanak.
3)
Mendidik kanak-kanak dari kecil
supaya mengikuti perintah dan meninggalkan larangan-Nya dengan mengisi hati
mereka supaya takut kepada Allah dan menginginkan pahala-Nya.
4)
Mendidik kanak-kanak dari kecil
supaya membiasakan akhlak yang mulia dan adat kebiasaan yang baik.
5)
Mengajar kanak-kanak supaya
mengetahui macam-macam ibadah.
6)
Memberi petunjuk mereka untuk
hidup di dunia dan menuju kehidupan akhirat.
7)
Memberikan contoh dan suri
tauladan yang baik.
8)
Membentuk warga negara yang baik
dalam masyarakat yang baik, berbudi luhur dan berakhlak mulia serta berpegang
teguh dengan ajaran agama.[22]
b.
Materi
Setelah tujuan Pendidikan Agama ditetapkan, yang perlu
dilakukan adalah identifikasi materi yang dimaksudkan sebagai bahan yang harus
dikuasai siswa. Dalam pemilihan materi juga harus mempertimbangkan perkembangan
kejiwaan anak, karena itu materi PAI untuk taman Kanak-kanak meliputi:
1)
Aspek Akidah atau keimanan yang
bersifat elementer baik dengan atau tidak dengan pemberian contoh konkrit.
2)
Pokok-pokok ajaran Islam (ilmu
fiqh dalam atau pada tahap elementer) seperti sholat, wudhu, dan lain-lain.
3)
Al-Qur'an dan al-Hadits dalam
bentuk hafalan surat
pendek atau ayat dan do'a-do'a tertentu.
4)
Akhlak yang harus mendapatkan perhatian
serius.
5)
Kisah tentang para nabi dan
orang-orang yang perlu untuk diketahui guna memberikan pelajaran kepada anak
didik untuk ditiru atau dihindari.
6)
Pengetahuan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup untuk mengajarkan tentang cara hidup bermasyarakat, keluarga
maupun dalam kaitan hubungan manusia dengan ciptaan Allah yang lain (tumbuhan
dan hewan).
7)
Lagu-lagu dan bentuk permainan
keagamaan terutama berkaitan dengan penanaman rasa keimanan dan pembinaan
akhlak anak didik.
c.
Metode
Metode yang tepat untuk diterapkan pada Taman
Kanak-kanak dengan melihat pandangan
anak tentang dunia yakni memandangnya dalam iklim psikis bermain-main yang
mengasyikkan dan menyenangkan, dalam pengajaran dapat juga digunakan beberapa
metode antara lain:
1)
Metode bermain
Bagi anak-anak, bermain merupakan kebutuhan yang sangat
penting dan berpengaruh pada aspek fisik dan psikologis, karena itu setiap Taman Kanak-kanak harus menyediakan waktu dan sarana yang
memadai untuk bermain.[24]
2)
Metode bercerita
Anak mulai dapat mendengarkan cerita sejak ia dapat
memahami apa yang terjadi di sekelilingnya dan mampu mengingat apa yang
disampaikan orang kepadanya, hal itu biasanya terjadi pada akhir usia tiga
tahun. Pada usia ini anak mampu mendengarkan cerita dengan baik dan cermat yang
sesuai untuknya. Ketika anak berada pada Taman
Kanak-kanak, ia belum mampu membaca cerita sendiri dengan benar sehingga tugas
gurulah untuk menyampaikan cerita.[25]
3)
Metode rekreasi
Anak pada usia TK juga sangat senang melihat hal-hal baru
di luar lingkungannya karenanya sangat tepat jika pengajaran disampaikan atau
diberikan sambil mengajak mereka berekreasi,[26]
misalnya ke kebun binatang, tempat-tempat wisata dan sebagainya.
Telah berfungsinya ranah kognitif oleh anak didik pada usia
ini memungkinkan pengajaran diberikan dengan menggunakan penalaran sederhana
yakni menjelaskan suatu materi pembelajaran dengan menggunakan logika sederhana
akan mudah dipahami anak dari pada menggunakan metode ceramah yang
bertele-tele. Munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut representasi
mental memungkinkan anak mengembangkan deterred imitation (peniruan yang
tertunda)[27] yakni
kapasitas meniru orang lain yang sebelumnya pernah ia lihat untuk merespon
lingkungan perilaku yang ditiru khususnya orang tua dan guru. Kondisi demikian
memungkinkan pemberian pendidikan melalui proses keteladanan yang baik yang
ditunjukkan kepada anak, proses keteladanan tidak hanya berupa sifat-sifat yang
konkrit namun juga harus dijelaskan dalam proses pengajaran sehingga anak
mempunyai pengertian tentang ketauladanan
yang dimaksudkan. Ketauladanan juga dapat diberikan melalui
cerita-cerita tentang kepahlawanan seseorang.
Adanya deferred imitation juga memungkinkan pemberian
pendidikan melalui pembiasaan atau pelatihan-pelatihan seperti sholat, cara
bersopan-santun, dan lain-lain. Dalam pembiasaan atau pelatihan masuk dalam
program pengajaran pelaksanaannya akan dapat efektif dan efisien.
d.
Media
Dalam pelaksanaan PAI menuntut penggunaan media pendidikan
yang bervariasi sehingga dapat dicapai hasil pendidikan yang optimal dalam hal ini guru memegang peranan penting
dalam penggunaannya karena peranan guru tidak hanya dituntut memiliki
pengetahuan tentang media pendidikan saja melainkan dituntut pula memiliki
ketrampilan memilih serta menggunakannya
secara tepat dalam proses mengajar yang dikelolanya.
Pada Taman Kanak-kanan media pendidikan yang dapat
digunakan untuk pendidikan agama di sekolah antara lain:
1)
Media tulis atau cetak, seperti
buku-buku cerita, majalah anak dan sebagainya.
2)
Benda-benda alam seperti manusia,
hewan, binatang, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
3)
Gambar-gambar dan lukisan. Alat
ini dapat dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam buku-buku teks
atau bacaan lain.
e.
Evaluasi
Pengertian evaluasi (penilaian), adalah merupakan
serangkaian kegiatan untuk menentukan/nilai dengan cara menganalisis,
menafsirkan dan membanding-bandingkan data/informasi yang diperoleh dari suatu
yang ingin diukur/dinilai. Sedangkan tujuan diadakannya evaluasi untuk
mengetahui sejauh mana ketercapaian kemampuan anak didik.[29]
Sedangkan fungsi penilaian PAI pada Taman
Kanak-kanak adalah sebagai berikut:
1)
Memberikan umpan balik kepada guru
untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar.
2)
Memberikan informasi kepada orang
tua tentang kemajuan ketercapaian pertumbuhan dan perkembangan anaknya agar
dapat memperbaiki dan meningkatkan bimbingan dan motivasi.
3)
Sebagai bahan pertimbangan guru
untuk menempatkan anak dalam kegiatan yang sesuai dengan minat kemampuan anak
didik yang memungkinkan anak dapat mencapai secara optimal.
[2] Syamsu Yusuf LIV, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung :
Rosdakarya, 2001), hlm. 162.
[7] David Campbell, Mengembangkan
Kreativitas, Disadur oleh A.M. Mangun
Hardjana, (Yogyakarta: Pustaka Kaum Muda, Kanisius, 1986), hlm. 30.
[13] Utami Munandar, Mengembangkan
Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua, (Jakarta:
PT. Gramedia, 1985), hlm. 93.
[21] Depag RI., Materi
Pengembangan Agama Islam, Pedoman Guru TK, (Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999), hlm. 23.
[22] Mahmud Yunus, Metodik
Khusus Pendidikan Agama, cet. III., (Jakarta: PT. Hidha Karya Agung, 1983),
hlm. 13.
[23] Andriansito, Kurikulum
dan Metode Mengajar Pendidikan Agama Islam di TK Masjid Syuhada Yogyakarta , Skripsi Fakultas Tarbiyah, (Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga, 1994).
[24] Jaudah Muhammad
Awwad, Mendidik Anak Secara Islam, terj. (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hlm. 17.
[25] Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik
Dengan Cerita, terj. (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2001), hlm 5.
[29] Departemen Agama RI, Penilaian
Pengembangan Agama Islam di Taman Kanak-kanak,
(Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999), hlm.
5.
[30]
Ibid., hlm. 5.
0 Response to "Kreativitas Guru PAI dalam Pembelajaran Agama Anak Usia TK"
Post a Comment